“Nggak perlu. Om tahu apa yang kamu khawatirkan. Tapi percayalah, orang sepertiku sudah lebih lama mengalami hal-hal seperti ini. Om bahkan jauh lebih waspada dan punya persiapan khusus saat menghadapi bahaya.” Ujar Rudi sambil tersenyum. Bintang dan Azzalyn hanya bisa berpandangan. Mungkin mereka baru sadar, kalau orang di depannya itu bukanlah orang sembarangan. Rudi adalah pebisnis yang sudah pasti sering mendapatkan ancaman pembunuhan atau semacamnya. Dan tentu saja ia sudah jauh lebih berpengalaman dalam menjaga dan melindungi diri sendiri. “Kalau gitu Om duluan. Om tahu apa yang harus dilakukan. Dan kalian, sebaiknya berhati-hati saat pulang nanti,” pamit Rudi sambil tersenyum dan menganggukkan kepala. Setelah punggung Rudi menghilang di balik pintu cafe, Bintang mengalihkan pandangan ke arah Azzalyn yang tampak setengah termenung. “Jadi, apa kita pulang sekarang atau kamu mau ke tempat lain dulu?” tanya Bintang. “Kita tunggu setengah jam lagi di sini. Setelah itu kamu antar
“Kalian nggak perlu keluar lagi. Terlalu berbahaya kalau sering keluar masuk di rumah ini. Apalagi kita semua ada dalam daftar orang yang diperhatikan gerak-geriknya oleh Riska.” Reinhart berkata dengan pelan.Semua yang ada di ruangan itu terdiam. Membenarkan perkataan Reinhart.“Tunggu sebentar...” Reinhart berkata sambil berjalan ke arah sebuah lemari kaca. Ternyata ia mengambil handphone-nya. “Mau pesan makanan apa?” Tanyanya kemudian.“Terserah Om aja.” Sahut Azzalyn pendek, sambil memandang ke arah Bintang dan Rudi, seolah meminta persetujuan.“Iya terserah kamu aja, Rein. Yang penting kamu enak makan. Kami ngikut aja. Pesan yang banyak, biar aku yang bayar.” Kata Rudi.Reinhart mengangguk dan menekan sesuatu di layar hp. Sepertinya ia menelepon seseorang.“Ya halo... Tolong belikan makanan yang biasa. Tapi kali ini belikan lebih banyak. Kira-kira untuk porsi 4 orang. Dan juga belikan kopi yang biasa ku pesan, beli 5 dan jangan lupa camilan kesukaanku. Bisa kan?”Terdenga
“Setahuku rumahmu itu nggak pernah dijual. Aku pernah ke sana melihatnya. Memang kosong tak ada yang menempati, tapi saat aku ke sana, ada seorang tukang kebun dan seorang asisten rumah tangga yang sedang membersihkan di dalam dan luar rumahmu.” Jelas Rudi.“Mungkin aja pemilik baru rumah Om Reinhart sedang tak ada di tempat.” tebak Bintang, yang sedari tadi Cuma diam. Rudi menggeleng. “Nggak, menurut pengakuan mereka, rumah itu milik Reinhart yang sedang pergi ke luar negeri. Mereka hanya datang seminggu dua kali untuk membersihkan rumah itu. Dan mereka tetap digaji dengan sistem transfer.”“Apa yang menggaji mereka adalah Kris?” Tanya Reinhart. “Soalnya aku nggak pernah merasa mentransfer uang buat gaji ART.” Sambungnya.“Ya siapa lagi kalau bukan dia?” ujar Rudi sambil tersenyum. “Kris pasti melakukan ini semua, karena dia yakin bahwa suatu saat nanti kau pasti akan kembali ke rumah itu. Dan selama ini, dia yang menjaga rumah itu untukmu. Bukankah dia adalah orang yang baik?”
“Maaf, apakah kamu udah sering melakukan ini?” Tanya Azzalyn hati-hati, takut menyinggung perasaan Misty. “Melakukan apa Mbak?” Misty balik bertanya, sementara tangannya menyomot kue kering yang akan dijadikan camilan nanti dan memasukkannya ke dalam mulut. “Apa kalau kamu ke sini udah sering melayani makan dan minum Om Reinhart kayak gini? Menyiapkan untuknya seperti ini?” Misty mengangguk. “Om Rein itu pemalas, mau ngemil aja minta disiapkan. Padahal makan kue langsung dari bungkusnya kan enak?” Jawab Misty polos, masih sambil mengunyah. Azzalyn diam. Ia hendak bertanya lagi, namun sungkan. “Emang kenapa sih Mbak?” “Nggak kenapa-kenapa sih,” Azzalyn menggeleng. “Cuma Mbak penasaran aja, seakrab apa kamu sama Om Reinhart.” Lanjutnya. “Om Rein baik. Suka ngasih uang banyak kalau tiap nyuruh aku belanja. Jadi ya aku harus selalu siap kalau kapan pun dia butuh bantuan aku. Namanya juga kerja sama orang kan Mbak? Kapan lagi dapat kerja mudah tapi gajinya gede.” “Emang gajinya gede
Bintang memacu kendaraannya dengan kencang. Saking lajunya, Azzalyn merasa kalau mobil yang mereka naiki bagai melesat di atas angin.“Ternyata benar, mobil itu mengikuti kita,” ujar Rudi saat melihat mobil hitam yang dimaksud Azzalyn ikut mengebut, seolah berusaha mengimbangi laju mobil Bintang.Sementara Bintang fokus menyetir, Azzalyn tampak sibuk menghubungi Reinhart dengan handphonenya.“Om Reinhart nggak angkat telfonnya, Om.” Ujar Azzalyn kalut.“Terus coba Azzalyn. Telfon sampai diangkat. Kalau emang yang kau katakan benar bahwa mobil itu udah ada sejak kita keluar dari rumah Reinhart, itu artinya Reinhart dalam bahaya. Aku takut ada satu kelompok lagi yang mengincar Reinhart di rumahnya, sementara kita di sini juga sedang dikejar-kejar.”Nada suara Rudi terdengar sangat khawatir. Dia kenal betul siapa Riska. Orang-orang yang menjadi targetnya memang tidak akan pernah lolos dengan mudah. Sekarang dia bukan hanya mengkhawatirkan keselamatan sahabatnya Reinhart, namun juga
Bintang menurunkan kaca mobilnya dan memberi isyarat pada seorang gadis di seberang jalan. Meski dalam kondisi pemandangan yang gelap, gadis berpakaian serba hitam itu mendekat dengan menggunakan motornya.“Ikut kami dari belakang, ya Misty. Kita cari tempat yang aman untuk bicara.” Kata Bintang, disambut anggukan lemah dari gadis yang ternyata adalah Misty.Setelah mengetahui kalau Reinhart tak berada di rumah dan bahkan rumahnya dalam keadaan kacau, mereka memutuskan untuk memanggil Misty guna mengetahui keadaan yang sebenarnya.Malam dingin berangin yang semakin larut tak lagi Misty pedulikan. Sepanjang jalan ia hanya bisa menangis di balik helm yang menutup kepalanya. Rasa khawatir terhadap Reinhart yang sudah ia anggap sebagai Ayah, membuatnya tak bisa berhenti menitikkan air mata.Misty takut terjadi apa-apa pada orang yang selama ini telah baik padanya. Ia sudah kehilangan ayah kandung, Misty tak ingin lagi kehilangan orang yang telah ia anggap seperti ayahnya sendiri.Dal
“Kita buat laporan ke polisi. Bilang ada perampokan yang terjadi di rumah Om Reinhart. Tapi yang bikin laporan harus Misty, karena selama ini Cuma Misty yang memang sering bolak-balik ke rumah Om Reinhart dan berhubungan dengannya. Apalagi dengan memakai status Misty yang selama ini menjadi kurir pengantar makanan Om Reinhart, aku rasa nggak akan jadi bahan kecurigaan polisi. Mungkin Misty hanya akan dimintai keterangan. Beda dengan kita. Kalau kita yang melapor urusannya bisa panjang. Polisi bisa mencurigai kita.” Azzalyn menjelaskan panjang lebar.“Masuk akal juga apa yang kau katakan, Azzalyn. Apa kau mau melakukannya Misty?” tanya Rudi sambil menoleh ke arah gadis yang pipinya tampak basah karena menangis.“Sebenarnya Misty takut sama polisi. Tapi demi mengetahui keberadaan Om Rein, Misty akan melakukannya.” Ujar Misty mantap.“Bagus. Tapi kapan sebaiknya kita melapor?” “Sekarang juga, Om. Kalau tunggu besok pagi atau siang, keburu tetangga Om Reinhart menyadari kalau ada yan
“Halo, Rudi. Kenapa kau terkejut seperti itu melihatku datang? Apa aku tak boleh main-main ke sini? Kamu jangan lupa, aku mantan bos mu.” Riska berkata dengan santai sambil melihat-lihat dan memegang barang pajangan di lemari. Sementara Rudi menjadi semakin merasa was-was. Entah apa maksud kedatangan Riska ke rumahnya kini, setelah kejadian semalam. Apa Riska benar-benar sudah tahu tentang Reinhart?“Maaf. Aku hanya tak menyangka. Sebab setahuku sudah lama sekali sejak terakhir kali kau main ke sini. Aku jadi terkejut. Entah ada angin apa sampai tiba-tiba kau ada di ruang tamu ku sekarang.” Sindir Rudi, berusaha untuk tetap tenang. Ia tak mau terpancing akal bulus perempuan licik di hadapannya ini.“Entahlah. Aku sendiri juga nggak tahu pasti alasanku datang kemari. Aku hanya merasa.... Nggak enak hati.” Kata Riska dengan nada seperti mengejek.Rudi berdehem. Berusaha untuk bersikap senormal mungkin. Selagi Riska belum memergokinya secara langsung kalau ia bersekutu dengan Azzaly