Aku kembali melihat jam tanganku. Sudah hampir jam dua siang namun pihak kepolisian belum ada tanda kedatangannya. Ku buka ponselku, tak ada pesan masuk sama sekali. Aku mulai harap-harap cemas. Bagaimana jika polisi tak jadi datang? Apa yang akan ku lakukan. "Lis? Lisa? " Mas Arya membuyarkan lamunanku. "Ekh, iya Mas? Kenapa? ""Kamu yang kenapa? Kok tiba-tiba diam. ""Nggak papa kok. " Aku tersenyum kearahnya. Mas Arya menyentuh jari tanganku yang berada diatas meja. "Terimakasih sudah menyiapkan ini semua. " Mas Arya tersenyum padaku. Aku terpaksa membalas senyumannya seraya melepaskan sentuhan tangannya. Risih. Bi Inah datang lagi, kini dengan mengendong Putra. "Mbak Lisa, ada ... ." Bi Inah tak melanjutkan ucapannya. Aku mengerti, karena sebelumnya bi Inah juga ku beritahu soal rencanaku. "Aku akan kesana. " Balasku cepat agar bi Inah tak mengatakannya. Agar tetap menjadi kejutan. "Kali ini aku yakin itu orangnya Mas, " ucapku seraya bangkit dari dudukku. Aku bergegas
Aku tidak menyangka Risa berani membentak ibunya sendiri. Entah itu karena kekesalannya karena bu Karsiyem membeberkan kejahatannya atau memang sudah tabiatnya.Bu Karsiyem meneteskan air matanya. "Maafkan Ibu Nak, tapi memang ini yang terbaik, " ucap bu Karsiyem mulai terisak-isak. "Terbaik Ibu bilang?! Dengan aku di penjara?! Hah! " Risa meronta-ronta, namun tetap ditahan polisi. "Cukup Ris! Jangan salahkan Ibu, karena memang seharusnya kamu di penjara! " Kali ini Doni membuka suaranya. 'Ibu? ' batinku. Tak hanya aku, keluarga benalu itu terlebih Dela pun kaget melihat Doni membentak Risa hanya untuk membela bu Karsiyem. "Mas Doni .... " ucap Dela pada suaminya. Aku melihat kearah Doni dengan mata menyelidik. Sebenarnya apa hubungannya dengan Risa. "Sudah Doni, memang Ibu yang salah, " ucap bu Karsiyem kearah Doni. "Nggak Bu, Risa dan mas Aryalah yang salah, mereka pantas di penjara. ""Sebenarnya ada apa ini? Arya, jelaskan pada ibu, jangan buat ibu merasa seperti orang bod
Setelah penangkapan mas Arya dan Risa tadi siang, ibu mertuaku dan Neli masih tinggal di rumahku. Sementara Dela beserta keluarganya sudah kembali pulang. Begitu juga Putra, bayi mungil itu dibawa pulang oleh neneknya, bu Karsiyem. Karena ibunya mas Arya tidak sanggup mengurusnya, katanya. Berkurangnya dua orang di rumah ini, menjadikan makan malam kali ini terasa sangat berbeda. Sepi. Ku selesaikan makanku. Mengambil segelas air putih di depanku, lalu ku letakkan kembali ke posisi semula. "Bu, ini malam terakhir Ibu dan Neli di rumah ini. " Bu Tini, ibu mertuaku menghentikan makannya. "Loh, kenapa? Lis, bagaimana pun kan Arya masih suamimu, jadi Ibu masih ada hak dong buat tinggal di sini. ""Bu, aku nggak bisa nampung keluarga pengkhianat. " Aku masih berusaha sesopan mungkin untuk berbicara. Semata-mata hanya tak ingin ada keributan di rumah ini. "Tapi Lis? ""Iya Mbak, jangan gitu dong, kasihan kami, " Neli memelas. Aku berdiri dari dudukku. "Keputusanku sudah bulat, pergi at
Tepat sudah jam enam pagi. Aku kembali ke kamar ibu mertuaku, memastikan bahwa barang-barangnya dan juga anak bungsunya sudah siap dikemasi. Rasanya rumah ini semakin sumpek karena masih ada anggota benalu di dalamnya. "Sudah belum Bu? " tanyaku sesampainya di kamar ibu mertuaku yang pintunya terbuka lebar. "Sudah, bisa lihat kan? " balasnya seraya menutup kopernya yang berada di atas kasur. "Bagus. ""Nel?! " teriakku seraya berjalan kearah kamar Neli. Kamar yang terletak di ujung ruangan arah teras belakang. Pintu kamar Neli terbuka lebar. Terlihat ia yang sedang duduk bersandar di atas kasurnya seraya memainkan ponselnya. Membuat hatiku rasanya panas melihatnya, bisa-bisanya dia bersantai-santai sementara aku tak melihat satu pun kopernya. "Mana kopermu?! " tanyaku di abang pintu. "Koper? Untuk apa? Aku nggak akan pernah tinggalin rumah ini! " balasnya seraya menghampiriku. "Maksudmu apa Nel? " timpal ibu mertuaku. "Bu, mas Arya masih suami sah mbak Lisa, nggak seharusnya
"Maksud kamu apa Lis? " Ku hiraukan pertanyaan ibu mertuaku, lalu meninggalkannya di meja makan. Aku berjalan ke arah pintu depan, menemui orang yang sudah Lila carikan. "Pagi Bu, saya Bambang dan ini Budi," sapa salah seorangnya memperkenalkan diri. "Pagi. "Tak banyak basa-basi obrolan kami, karena mereka harus segera melaksanakan tugasnya. Belum sempat kami memasuki rumah, terdengar suara sepeda motor memasuki halaman rumahku. Siapa lagi kalau bukan Dela bersama suaminya. Doni memarkirkan motornya tepat di depan teras. Lalu berjalan menghampiri kami yang masih berdiri di ambang pintu. "Kenapa Mbak? Ibu sama Neli baik-baik aja kan? " tanya Dela setelah turun dari motornya. "Baik. "Aku pun masuk ke dalam, diikuti Lila, dua bodyguard sewaan, dan Dela juga suaminya. Kami langsung menuju kamar Neli. "Dela, Doni, " ucap ibu mertuaku ketika kami melewati ruang tengah. Aku tetap berjalan. "Sebenarnya ada apa Bu? " terdengar pelan suara Dela yang juga melanjutkan langkahnya mengiku
Tiga hari berlalu setelah aku berhasil mengusir ibu mertuaku dan anak bungsunya. Aku duduk terdiam di ruang tengah. Menatap ke selembar kertas di atas meja di depanku. Dengan judul yang lumayan besar bertuliskan 'Akta cerai', memperjelas arti dari kertas tersebut. Ya, kini aku sah menyandang status sebagai janda. Bercerai dari mas Arya adalah impianku semenjak aku mengetahui kejadian di rumah sakit kala itu. Masih dengan perasaan tak menyangka. Suami dan keluarganya yang dulu sangat aku sayangi, bahkan setiap kebutuhan dari ibu dan adik-adiknya aku selalu siap membantu, namun pada akhirnya mereka bersekongkol untuk merusak rumah tanggaku. Tak hanya itu, ternyata Risa yang merupakan istri siri mas Arya pun menyimpan dendam padaku dan kedua orangku. Dendam yang nyatanya karena ulah dari ibunya sendiri. "Tehnya Bu. " Bi Inah meletakkan secangkir teh di samping surat ceraiku. Membuyarkan lamunanku. "Ekh, makasi ya Bi. ""Selamat ya Bu, akhirnya Bu Lisa sudah lepas dari kelurga pak A
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m