"Om!" Clara terpekik kaget saat tiba-tiba Gracio menarik tangannya. "Om kapan nyampek sini?" tanyanya sambil lalu mengikuti langkah pria itu yang masih tetap menggenggam tangannya. "Ck! Pantas saja lama," Gracio menggerutu tanpa mau membahas sosok pria yang tadi."Maksud Om apa? Om cemburu?" tuding Clara seraya tersenyum senang. "Dia itu dosen aku, Om. Kami nggak punya hubungan apa-apa, jadi nggak perlu khawatir, aku masih jomblo kok," terangnya sudah seperti seorang kekasih yang takut pasangannya salah paham. Ah, atau itu adalah kode buat Gracio supaya mau menembaknya dengan cinta? Clara memang terlalu percaya diri, ia berpikir kalau Gracio ada rasa terhadapnya. "Berisik! Cepat masuk!" Titahnya sembari membukakan pintu mobil untuk Clara. Dia benar-benar kesal karena sedari tadi gadis tengil itu selalu mengoceh sehingga membuat telinganya panas. Di ujung koridor, Sean menatap kepergian Clara yang entah dengan siapa. Hatinya memanas tatkala melihat kedekatan dua insan itu, apakah p
Kediaman Baron. Violetta duduk termenung di balkon kamar. Tatapannya menerawang jauh entah ke mana. Memikirkan nasib pernikahannya yang berada diujung tanduk, membuatnya seakan berhenti bernafas. Jika bukan karena tekanan keluarga Violetta tidak akan meninggalkan Gracio, sebab dia yakin kalau suaminya itu tidak bersalah, hanya saja kebenaran belum terungkap. "Cepatlah datang, Mas. Aku nggak sanggup hidup tanpamu, Kevin selalu menanyakan kabarmu." Gumamnya disertai linangan air mata. Diusia pernikahan mereka yang ke-7 tahun, cobaan datang silih berganti. Tidak mudah untuk sampai ke titik ini yang mana mereka memulai hubungan itu penuh perjuangan. Dari restu orang tua yang tak kunjung mereka dapatkan, dan juga ocehan orang-orang yang memandang rendah status suaminya karena mantan Bandar narkoba. "Mama kenapa nangis?" ucap seorang bocah laki-laki yang tak lain adalah Kevin. "Mama nggak nangis kok, cuma kelilipan aja. Gimana sekolah Kevin hari ini? Maaf, Mama nggak bisa nganter tadi,"
Gracio terus terbayang akan kebersamaannya dengan Clara, gadis tengil yang pantang menyerah. Jika mereka terus-terusan bersama dalam jangka waktu yang panjang dapat dipastikan kalau pertahanan Gracio akan runtuh juga. Singa tidur pun akan mengaung jika diusik ketenangannya. Sama halnya dengan perasaan Gracio yang akan berubah jika terus didesak oleh cinta membara dari Clara. Kucing mana yang akan tahan melihat ikan di depan mata, apalagi ikan tersebut masih sangat segar, tentu saja kesempatan itu tidak akan disia-siakan."Aku bisa gila jika terus seperti ini." Gumamnya merasa frustasi. Tak dapat dipungkiri bahwa Gracio merasa nyaman saat bersama dengan Clara, ada desiran aneh yang menyerang tubuhnya tatkala menatap manik mata abu-abu milik gadis tengil itu. Namun, wajah istri dan anaknya yang menangis di saat terakhir mereka bertemu berhasil menjadi benteng pertahanan di hati Gracio. Tak ingin larut dalam pikirannya, Gracio melajukan mobilnya dan menuju ke markas. Mungkin di sana ia
Pagi ini Gracio menjemput Clara di halte dekat rumahnya. Berhubung sekarang weekend, Gracio ingin mengajak Clara jalan-jalan ke pantai sebagai bentuk hadiah dari hasil kerja kerasnya dalam mendapatkan dokumen penting milik Xander. Sebentar lagi gadis itu akan kembali menjalankan perannya di hadapan Xander karena masih ada beberapa berkas penting lagi yang harus Clara dapatkan. Tentu saja Clara sangat senang karena bisa jalan berdua sama pria pujaan hatinya. Wajah Clara berbinar terang layaknya mentari pagi yang menyinari bumi. Dia berjalan riang sembari menghampiri Mama dan Papanya. "Wah, tumben sudah rapi pagi-pagi sekali. Mau ke mana, hum?" tanya Robert saat melihat putri semata wayangnya begitu ceria. "Aku mau jalan sama temen, Pa, Ma. Boleh ya?" izin Clara penuh harap. Ia bergelayut manja di lengan sang Papa, hal yang selalu dilakukannya setiap hari. "Boleh, tapi dengan siapa kamu pergi?" Robert tidak akan membiarkan putrinya pergi dengan sembarangan orang. "Sama temen kampus
"Ayo, Om, kejar aku. Hahahhahaha." Teriak Clara sambil tertawa lepas. Dia berenang lebih jauh lagi supaya dikejar oleh Gracio.Gracio seakan terpanah oleh kecantikan Clara yang meningkat berkali lipat saat tertawa begitu lepas. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang menari di hatinya, merubah warna hidupnya yang semula abu-abu menjadi cerah hanya sekedar melihat perjuangan gadis tengil itu demi menggapai cintanya. Seolah ada kekuatan magnet di gelombang arus lautan, menarik tubuh Gracio untuk mengejar Clara ke tengah-tengahnya. Bolehkah jika Gracio egois? Melupakan sejenak masalah yang terjadi dalam rumah tangganya? Berdosa kah jika dia tergoda dengan rayuan manis Clara yang begitu memabukkan? Jika benar apa yang dilakukannya adalah sebuah dosa besar, biarkan Gracio hanyut di dalamnya walau hanya sekejap. Percikan air mengenai wajah tampannya akibat ulah Clara. Mereka seperti sepasang kekasih yang memamerkan kemesraan pada dunia. Udara pun merasa cemburu karena tak bisa melakukan hal yan
"Apa Om demam?" Clara menyentuh kening Gracio yang sama sekali tidak panas. "Ck!" Gracio berdecak kesal atas sikap Clara. Tiada hentinya dia merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya berkata menjijikkan seperti tadi. Dia tidak pernah menggombali seorang wanita kecuali istrinya, lalu kenapa barusan dia malah bersikap manis terhadap Clara? Pasti ada yang salah di sini. "Sikap Om aneh banget tauk," dengus Clara akhirnya kembali pada kursi duduknya. Hingga pesanan mereka datang dan ditata rapi di atas meja. Mata Clara berbinar tatkala melihat semua menu pesanannya. Perutnya semakin lapar ketika aroma ayam goreng kecap menguar di indera penciumannya. "Selamat makan, Om." Serunya langsung mengeksekusi makanan tersebut satu persatu. Gracio menjadi tak berselera makan, karena terus kepikiran dengan ucapannya yang tadi. 'Jika Violetta tahu, pasti dia akan sangat marah." Batin Gracio dengan wajah masam. Seusai makan, Clara justru tidak mau pulang, dia merengek minta diantarkan ke mall bu
Clara turun dari kamar dengan wajah kesalnya. Bahkan penampilannya pun acak-acakan, menggunakan piyama tidur berwarna hitam dan tidak nerawang. "Selamat malam, Pak Sean," sapa Clara begitu malas. "Malam, Cla," balas Sean sedikit gugup. Ia seakan terpanah dengan penampilan Clara yang sangat indah nan cantik walaupun hanya menggunakan piyama. "Ada perlu apa ya, Pak, Anda datang kemari?" tanya Clara blak-blakan, ia tidak mau berbasa-basi karena kepalanya cukup pusing akibat memikirkan Gracio."Em," Sean menjadi salah tingkah ditanya seperti itu oleh mahasiswinya sendiri, apalagi ada kedua orang tua Clara di hadapannya, membuat Sean tak bisa bergerak bebas. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Clara, nggak sopan sama Dosen kamu sendiri. Mungkin ada hal penting yang ingin dibahas, kalau begitu Papa sama Mama ke belakang dulu. Kalian berbicaralah di sini," ujar Robert, langsung mengajak istrinya pergi dari sana. Hening! Tidak ada yang membuka suara di antara Clara dan Sean. Padahal sebelu
Seperti biasa, Clara dijemput oleh Gracio di halte dekat rumahnya. Nanti siang adalah jadwal pertemuan Clara bersama Xander di markasnya. Clara merasa ada yang aneh dengan sikap Gracio yang sangat dingin, memang pria itu selalu dingin, hanya saja sekarang jauh lebih dingin lagi daripada biasanya. "Om, kenapa?" tanya Clara memberanikan diri. Dia tidak lagi mengungkit soal perasaannya terhadap Gracio karena ia ingin mendengar sendiri bagaimana pria itu memutuskan pilihannya. Gracio sama sekali tidak menggubris pertanyaan gadis di sampingnya, ia masih kesal dengan pemandangan semalam yang ia lihat sendiri bagaimana Clara bermesraan dengan seorang pria yang ternyata adalah dosennya di kampus. 'Dia kenapa?' Batin Clara merasa heran. Ia menatap wajah Gracio yang sama sekali tidak meliriknya. Hingga sampai di kampus pun, tetap tidak ada yang berbicara diantara keduanya. "Kalo aku ada salah ngomong dong Om, jangan diemin aku kayak gini. Apa karena desakan aku soal kemarin? Kalo Om keberat