Elektra dan Regan baru tiba di penginapan saat matahari hampir terbenam. Hotel yang mereka tujuh bergaya bangunan klasik Eropa. Arsitekturnya yang unik dan indah membuat Regan bercak kagum.Dia spontan mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian mengabadikan bagian-bagian Hotel itu yang menurutnya estetik. Regan bahkan sempat meminta Elektra untuk mengambil fotonya. Namun, Elektra tidak mau ketiga dia diajak berfoto olehnya. Tadinya Regan ingin memaksanya tetapi dia sungkan karena Elektra sudah menunjukkan wajah kelelahan.Elektra segera menuju ke meja resepsionis dan dia menunjukkan bukti reservasi online-nya. Begitu pula dengan Regan, karena semula dia tidak berencana menginap di tempat itu dia akhirnya memesan kamar yang baru.Regan tadinya ragu-ragu mau menginap di tempat itu karena pasti mahal sekali, tetapi sebagai balasan karena sudah menolong Elektra, Elektra yang membayar semua biaya akomodasinya. “Elektra, aku tak mau merepotkanmu,” kata Regan yang tidak enak. Elektra mengge
Namun, tidak seperti yang dijanjikan oleh Regan sebelumnya. Saat mereka sudah selesai makan malam, Regan memutuskan untuk menuju ke pusat kota yang lebih ramai. Dia ingin menikmati suasana malam di tempat itu.Malam di Swiss sungguh berbeda dengan di negara Indonesia. Walaupun saat itu sudah lewat dari jam 09.00 malam tetapi langit masih kelihatan terang, tidak gelap dan juga masih banyak orang yang melakukan aktivitas di luar rumahnya.“Elektra, bagaimana kalau kita ke pusat kota, sebentar saja?” tanya Regan. Pemuda itu masih sangat bersemangat seolah energinya belum juga berkurang sedikit pun, malah bertambah karena dia baru saja menghabiskan sekotak pizza meaty.Elektra tidak terkejut mendengarnya. Dia paham, sebagai pelancong orang seperti Regan akan selalu penasaran dengan keadaan di sekitarnya dan tak ingin menyia-nyiakan waktu kunjungannya. Tetapi, Elektra cukup lelah karena itu dia memilih untuk pulang sendiri ke penginapan. “Kalau kamu mau terus berjalan-jalan dan menikmati
Seharian, Regan mengajak Elektra pergi ke Lake dan Grandhotel Giessbach. Tempat itu menyajikan panorama alam yang sangat indah.Lake Brienz adalah sebuah danau besar di wilayah Bernese Oberland. Lokasinya "bersebelahan" dengan Danau Thun, dan di antara kedua danau ini, terdapat kota kecil yang terkenal bernama Interlaken.Pemandangan dua danau yang mengapit sebuah kota kecil di tengahnya itu terlihat sangat indah. Danau terlihat tenang, airnya jernih dan berwarna biru. Tentu saja bersih. Tidak ada sampah yang mengotori permukaannya.Di tepian danau berjajar perahu-perahu yang siap mengantarkan wisatawan untuk mengelilingi danau itu.“Apa kamu mau naik perahu itu?” tanya pada Regan pada Elektra. Dia berpikir Elektra yang belum pernah ke tempat itu akan sangat berkesan kalau bisa melihat danau dari dekat.“Tidak.”“Ayolah. Pasti seru jika naik perahu itu,” regek Regan seperti anak kecil, mau tidak mau Elektra pun mengikuti kemauan pria itu.Regan begitu antusias naik ke atas perahu. Dia
Keesokan harinya, Regan kembali mengajak Elektra pergi ke Panoramabrücke Sigriswil, dan Kleine Scheidegg tetapi Elektra menolak. Dia mengatakan harus bertemu dengan kliennya di Kleine Scheidegg. “Tidak bisa. Aku harus bertemu dengan klienku.”“Di mana kamu mau bertemu dengan klien-mu?” tanya Rega.Elektra tidak menjawab pertanyaan Regan. Pria itu pasti akan memaksa akan mengantrakannya jika tahu di mana dia pergi. Dia hanya ingin focus pada beberapa hal sebelum membahasnya dengan klien.Regan pergi terlebih dahulu, setelah memastikan pria itu pergi barulah dia berangkat. Saat berangkat ponsel Elektra berdering sebentar.“Nona, hati-hati.” Hanya itu pesan yang masuk dari Magno tapi Elektra tidak punya waktu untuk menghubungi Magno kembali.Elektra meringis saat tiba karena bertemu dengan Regan. Tujuan Elektra adalah Kleine Scheidegg.“Elektra? Apa yang kau lakukan di sini?” pekik Regan yang melihatnya, pria itu melangkah mendatanginya.“Menemui klien!” jawab Elektra sakadarnya.“Kenap
“Kenapa terkejut begitu?” tanya Elektra yang melihat raut wajah Regan tidak percaya. “Alasan dia meminta bertemu di Swiss karena tempat ini adalah persembunyiannya. Aku mengatakan kau asistenku untuk menyelamatkan nyawamu.”Mendengar penjelasan Elektra membuat Regan mengelus dadanya, dia tidak tahu menempel pada Elektra akan membahayakan dirinya.“Bukankah—““Pengacara membela orang tidak bersalah? Cih. Kau polos sekali, kau pikir pengacara hanya melakukan hal mulia seperti itu?”Regan tidak lagi bertanya, dia masih shock, bahkan kakinya hanya mengikuti Elektra. Dia ingat jika pria itu berbahaya, membuatnya semakin menempel. Melihat tingkah Regan, Elektra menghela napas kasar.“Mereka tidak akan membunuhmu. Kau pikir itu akan terjadi, jika mereka bertemu aku di sini? Setidaknya kau selamat,” seru Elektra membuat rongga dada Regan sedikit lega walaupun sedikit takut. “Sebaiknya kita kembali ke penginapan!”Saat kembali ke penginapan, Elektra merasakan ada yang berbeda di tempat itu. Di
Di dalam kamarnya, Elektra berpura-pura untuk tidur walau dia menyadari hal yang buruk mungkin akan terjadi. Meski begitu Elektra masih berupaya bersikap tenang. Dia sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Elektra lalu berjalan ke arah koper yang di bawanya. Dibukanya pelan koper besar itu dengan kode khusus. Ternyata di dalam kopernya Elektra masih menyimpan kotak penyimpanan lain dan juga kotak itu dilengkapi dengan kode khusus untuk membukanya. Elektra tampak sangat hafal dengan semua barang miliknya. Tangannya cekatan membuka kotak kecil di dalam kopernya. Elektra tersenyum kecil saat dia melihat pistolnya aman di sana.Diambilnya senjata Baretta mungil miliknya. Elektra memang membawa pistol yang kecil tapi jangan diragukan kemampuannya. Pistol sekecil itu bisa membunuh dan melakukan pertempuran jarak dekat dan terbukti sangat efektif.“Untung saja aku tidak melupakannya,” ucap Elektra membatin.Elektra lantas menyelipkan pistol itu ke balik bajunya. Dia lalu membawa beberapa pi
Elektra semakin panik saat suara ketukan pintu itu semakin kencang diiringi oleh suara pria yang sangat ia kenal. Ia memaksa otaknya agar berpikir keras untuk mencari tempat persembunyian untuk mereka dan berusaha menyembunyikan jasad-jasad yang telah ia bereskan."Di mana aku harus menyembunyikan mereka?""Ya Tuhan, tolong bantu aku." Elektra menggigit kukunya yang sedikit panjang. Mulutnya tak henti-hentinya bergumam dan bertanya kepada dirinya sendiri dengan nada pelan.Elektra mengedarkan pandangannya. Mencari tempat teraman agar Regan tidak pernah akan tahu semua yang telah ia lakukan. Ia tak akan yakin jika Regan tidak terkejut jika melihat mayat yang tergeletak tak bernyawa di atas lantai dingin itu.Mata Elektra berhenti menatap sekelilingnya saat melihat lemari besar yang berada di samping tempat tidurnya. Ia mencoba mengimbang-nimbang idenya kali ini."Apakah dibalik lemari besar itu aku bisa menyembunyikan mereka?"Elektra berlari kecil menghampiri lemari besar yang ada di
Elektra menghela nafasnya. Mendengar semua kalimat yang diucapkan Regan kepadanya membuatnya hanya bisa membisu. Namun ia sedikit lega karena Regan hanya bercerita tentang itu saja dan tidak mencoba menganalisa semuanya. Regan merupakan pria yang sedikit polos menurut Elektra. Bahkan pria itu tidak menyadari apapun yang telah terjadi kepada mereka di rumah ini. Elektra tersadar dari lamunannya saat Regan menepuk pelan bahunya. "Ayo kita pergi dari sini. Sepertinya mereka semua tidak memeriksa gudang ini," ucap Regan kepada Elektra. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Elektra hingga membuat Elektra sedikit terkejut dengan tindakannya itu. Elektra mengangguk setelah otaknya dapat mencerna dengan baik. Ia membiarkan tangan Regan menarik kembali lengannya dan berjalan perlahan untuk menuju pintu gudang. Berjalan dengan kepala yang menunduk agar bayangan mereka tidak terlihat oleh para preman yang masih berkeliaran di depan gudang itu. Elektra yang tidak tahan dengan semua debu yang i