Share

Chapter 2

"Kerja," jawab Tomoaki sembari mengerling. Melihat itu, Arka hanya mengangguk, pria itu tentunya mengerti apa maksud Tomoaki.

Gadis itu dengan riang melangkah keluar dari ruangan Arka. Rambutnya yang dikuncir dua seolah bergerak mengikuti gerakannya yang lincah. Tomoaki hanya sesekali menyapa anak buah sang kakak yang berlalu-lalang di hadapan sang gadis.

Permen yang ia kulum juga memang bukan permen biasa. Itu adalah sebuah perangkat untuk merekam video dan suara, yang dibuat khusus untuknya sebagai hadiah ulangtahun dari kakaknya, Arka. Setelah ia modifikasi sedikit, perangkat itu menjadi perangkat yang tahan air dengan kamera super jernih.

"Ah~ tidak manis, aku akan beli permen baru nanti." Tomoaki turun ke lantai dasar kantor kakaknya, kemudian keluar dan langsung menaiki taxi yang sudah ia pesan sebelumnya.

-000-

Gadis itu akhirnya sampai ke sebuah hotel mewah yang berada di distrik 4, distrik yang terkenal akan kemewahannya, dan tentunya daerah 'merah'nya. Apa yang tidak ada di distrik itu? Semuanya ada, bahkan narkoba dan penghibur.

"Ahh~ akhirnya aku sampai di tempat kerjaku," kata Tomoaki sembari turun dari taxi-nya. Gadis itu tidak buru-buru ke hotel, melainkan pergi ke toko pakaian di seberang hotel. Dengan senyum lebar, Tomoaki membuka pintu toko itu dengan santai. "Yahuu~ apa pesananku sudah ada?"

Sang pemilik toko yang bernama Aryx itu menoleh. "Ah, ternyata kamu, Aki. Ya, sebentar ya," sahut Aryx tak kalah ceria. Pria berambut putih yang diombre hijau itu kemudian pergi ke gudangnya, lalu mengambil pesanan Tomoaki dan memberikan pesanan itu pada Tomoaki. "Satu set seragam SMA yang dipotong diatas perut dengan rok setengah paha, benar kan?"

Tomoaki mengangguk. "Ya, benar sekali. Hei, apa aku boleh mengganti pakaianku di sini?" Aryx mengangguk, mempersilakan Tomoaki mengganti pakaiannya di toko milik pria itu. Tak begitu lama, Tomoaki keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang dipesannya seminggu lalu.

"Bagaimana? Bagus?"

"Bagus!!" jawab Aryx. "Untuk 'kerja'?" Tomoaki mengangguk, membuat Aryx langsung tersenyum simpul.

"Hati-hati, Aki."

"Ya ya, aku tahu." Tomoaki keluar dari toko milik Aryx, kemudian kembali ke hotel tempat ia akan bekerja. Dengan langkah ringan, Tomoaki memasuki hotel tersebut dengan pakaian super seksi yang dibelinya dari Aryx. Tidak, ia tidak pergi ke kamar, melainkan ke sebuah Bar yang juga tersedia di hotel tersebut.

Gadis itu menyimpan lolipop yang sedari tadi dikulumnya, ia menyimpan benda itu di saku seragam SMA-nya dalam posisi menyala dan merekam. Untuk kali ini, mungkin ia hanya akan menggunakan fitur perekam suara saja.

"Ah, maaf menunggu lama, Tuan!" Tomoaki berkata sembari mendatangi ruangan seorang pria paruh baya dengan perut yang sedikit buncit dan kepala yang botak. "Saya Cherry, yang akan menemani anda minum hari ini!"

Pria itu menoleh, menatap Tomoaki yang berdiri di pintu lalu turun ke dada gadis itu. "Aku … Araka, Tuanmu saat ini, ayo masuk dan duduk, gadisku." Raka menepuk sofa mewah disisinya. Tomoaki langsung mengangguk, kemudian duduk di sisi Araka.

"Ayo minum ini!" Araka menuangkan segelas champagne untuk Tomoaki. "Kau tidak apa-apa kan, kalau minum ini?" Tomoaki menggeleng sembari tersenyum manis, ia langsung meminum minuman yang diberikan 'tuannya' tersebut.

"Baik, Tuan~"

Sementara Araka terus menerus menjejali gadisnya dengan minuman keras. Tangan pria kurang ajar itu perlahan bergerak untuk merangkul Tomoaki sembari tersenyum mesum. "Pakaianmu menggoda sekali … berapa umurmu?"

Tomoaki menghela napasnya perlahan. "Cherry masih berumur 16, Tuan," jawabnya dengan nada imut. Pipi Araka seketika memerah mendengar itu, ia kemudian mengusap pipi putih Tomoaki.

"Tapi kau sangat menggoda, seperti namamu, Cherry. Hei, maukah kau melakukannya lebih dari ini?" tanya Araka sembari mengintip belahan dada Tomoaki yang terlihat menyembul dari pakaian SMA-nya.

Tanpa basa-basi, Tomoaki langsung mencium pria itu, membuat pria itu terlena sembari Tomoaki memasukkan racun berbentuk serbuk ke dalam minuman Araka. Sesuai perkiraannya, Araka akan meminumnya setelah berciuman.

Ya, Tomoaki menyisipkan sejumlah garam di mulutnya untuk memastikan lelaki yang menciumnya akan menjadi haus. Araka menatapnya.

"Cherry, kau cantik sekali, maukah kau menjadi milikku untuk selamanya?" tanya pria itu melantur. Tampak jelas Araka sudah mabuk ketika mencium Tomoaki.

"Tuan," panggil Tomoaki.

"Ada apa, Cherry-ku sayang?" tanya Araka balik.

"Apa … Tuan tahu dimana Unit 30 berada?" tanya Tomoaki sambil mengacuhkan tangan Araka yang mulai meraba dan meremas dadanya perlahan. Araka mendongak, menatap Tomoaki dengan tatapan sayu.

"Tentunya, Cherry, aku 'kan bagian dari Unit itu …" jawab Araka sembari tersenyum mesum. "Walaupun bukan sebagai peneliti, aku tetaplah bagian dari Unit itu …"

'Bagus!' batin Tomoaki. "He~? Wah … Tuanku sangat keren … kalau boleh aku tahu, di mana Unit itu berada? Tolonglah, ini untuk tugas SMA-ku," pinta gadis itu dengan nada memelas, bagian dari rencana gila gadis itu, ya, semua ini selain demi dirinya sendiri, ini demi kakaknya tersayang. Araka tersenyum, kembali mencium Tomoaki sembari mulai meremas bokong gadis itu.

"Sesuai namanya, Cherry, di distrik 30," jawab pria itu sembari menatap Tomoaki dengan tatapan mesum. 

"Distrik 30? Aku tak pernah mendengarnya, di mana itu?"tanya Tomoaki lagi. Araka mengendus leher Tomoaki yang dipenuhi dengan aroma permen dan menjawab kalau ia tak bisa mengatakan dimana distrik itu berada. 

Tomoaki menghela napas. "Baiklah Tuan, terima kasih, ayo minum lagi!" Gelas champagne yang tadi diletakkan di atas meja kembali diberikan kepada Araka. Kali ini, racun yang diberikan Tomoaki di champagne itu sudah tercampur rata, bahkan residunya juga merata di dalam gelasnya. Memang, butuh waktu sedikitnya lima menit untuk racun itu agar bercampur dengan zat lain tempatnya dimasukkan dan merubahnya menjadi semakin mematikan.

Araka tersenyum, kemudian meminum gelas pemberian Tomoaki. Ia ingin mencium Tomoaki dan meminumkan champagne itu lewat mulutnya. Namun, sayang sekali Araka gagal melakukannya. Tubuh pria itu kejang-kejang, dan tanda-tanda keracunan mulai dari muntah berbusa, keringat dingin, mata membelalak, mulai bermunculan.

Sang gadis hanya tersenyum tipis ketika melihat Araka keracunan. Tidak sedikit pun ia merasa iba kepada pria mesum tersebut. Tomoaki hanya meminum champagne-nya sembari menunggu Araka meninggal, dan ia kembali mengulum permennya yang sedari tadi disimpan di saku seragam SMA-nya.

Tak perlu menunggu lama, Araka sudah tewas di tangan gadis manis itu. Secara perlahan, Tomoaki meraba denyut nadi pria itu, dan ketika gadis berambut merah muda itu menyadari kalau denyut nadi Araka sudah tidak ada, ia mulai berteriak ketakutan,"KYAAAAA!!!! ADA MAYAT!!!" 

Tomoaki terus menerus berteriak, hingga semua pegawai Bar tersebut mendatanginya dan menanyakan apa yang terjadi. Beberapa pegawai Bar tersebut segera keluar untuk memanggil polisi serta ambulans, mereka tentunya tak mau hal ini akan menyusahkan mereka.

Tak perlu menunggu demikian lama, pihak kepolisian datang dan segera memasang garis polisi, sembari paramedis membawa mayat Araka keluar dari ruangan privat di Bar tersebut. Salah satu polisi itu kemudian mendekati Tomoaki dan bertanya, "apa yang anda lakukan dengan pria itu?"

Dengan mata yang berurai air mata, Tomoaki menjawab sesegukan, "aku- aku tidak tahu, dia hanya meminum champagne yang baru aku buka dan aku tuang, dia- dia lalu kejang-kejang- dan kemudian seperti ini."

"Baiklah kalau begitu, anda bisa ikut kami ke kantor polisi untuk keterangan lebih lanjut," ujar petugas itu dengan nada serius. Tomoaki segera memikirkan sesuatu, yaitu caranya meloloskan diri, ia tak suka terseret hingga ke kantor polisi seperti ini.

"B-baiklah, tapi ijinkan aku ke toilet dulu untuk mencuci muka-" pinta Tomoaki sembari terus menyeka air matanya.

"Ah … baiklah kalau begitu, tapi ijinkan saya untuk menemani anda." Tomoaki segera mengangguk, apa saja asal ia bisa kabur. Keduanya segera pergi ke toilet wanita di ujung lorong, perjalanan menuju toilet hanya diisi dengan isakan ketakutan Tomoaki.

Tanpa perlu berjalan terlalu lama, keduanya sampai di toilet wanita, saat si petugas ingin masuk, Tomoaki segera menahannya dengan mengatakan lelaki tak boleh memasuki toilet wanita. Petugas itu mengangguk, memberi kebebasan kepada Tomoaki tanpa menyadari kebodohan yang dilakukannya.

Di dalam toilet, Tomoaki melepas wig putihnya dan segera mengganti pakaiannya dengan pakaian petugas kebersihan yang entah bagaimana bisa tertinggal di dalam sana. Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan gadis bermata merah itu. 

Ia meninggalkan seragam SMA ketatnya di dalam ember untuk mengepel, tentunya bersama wig yang dikenakannya tadi. Benda-benda itu dia tutupi dengan kain pel dan kain lap, gadis berambut merah jambu itu kemudian menggulung rambut panjangnya untuk ditutupi dengan sebuah topi. Dan tentunya semua itu dilakukan Tomoaki tanpa menimbulkan suara yang mencurigakan.

Gadis itu kemudian keluar dari toilet, meninggalkan petugas kepolisian yang sedang menunggu Cherry. 'Semangat menunggunya, Pak, anda sukses membuang waktu,' batin si pemilik mata merah itu sembari meninggalkan toilet.

Dengan santai, Tomoaki menonton kepanikan yang dibuatnya sembari menyelinap keluar dari Bar tersebut.

"Huft … dasar tidak berguna …"gumam Tomoaki sembari mengulum permennya dan berjalan keluar dari hotel, menuju sebuah mobil yang sudah terparkir  menunggunya di parkiran hotel.

Gadis itu menaiki mobil tersebut, ia melirik spion untuk menatap seorang gadis lainnya yang berada di mobil itu juga. "Terima kasih, Cherry,"katanya dingin. "Dan Anneke, aku mendapat sesuatu yang mungkin kau suka dan berkaitan dengan Unit 30."

"Ah, baguslah, berikan kepadaku saat kita sampai di kantor nanti," sahut Anneke serius, tanpa memedulikan pakaian petugas kebersihan yang dipakai Tomoaki. Gadis itu kemudian meraih permen milik Tomoaki dan mengulumnya. "Nanti jangan lupa beli permen lagi."

"Iya, iya, dasar," gerutu Tomoaki sebal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status