Siang itu Indah sedang beristirahat sejenak di rumah ibunya. Sebelumnya ia sudah memasak di restoran dan memastikan semua berjalan dengan baik. "Jadi Nak Sandy sudah kembali ke Medan?" tanya Ibu Indah."Iya, Bu. Dia hanya bisa mengambil libur satu hari, khusus untuk merayakan ulang tahun Arinna," jawab Indah sambil mengambil jeruk dari piring di hadapannya dan mengupasnya."Sepertinya dia sangat menyayangi Arinna dan Charles. Dia sampai rela pulang demi menyenangkan Arinna di hari istimewa itu.""Iya, Bu. Anak-anak sekarang juga sangat dekat dengannya. Indah sangat bersyukur dan bahagia, Bu. Ternyata keputusan untuk menikah dengan Mas Sandy gak salah. Mas Sandy bisa menjadi papa yang baik untuk anak-anak. Sejauh ini Papa dan Mama Mas Sandy juga menyayangi Arinna dan Charles seperti cucu mereka sendiri. Semoga selamanya akan seperti itu, Bu."Ibu tersenyum dan menjawab, "Ibu ikut senang mendengarnya, Nak. Syukurlah kalau kalian bahagia. Itu menjadi doa Ibu setiap waktu. Ibu jadi tenan
"Indah, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kamu menamparku?""Mas, kenapa gak minta ijin padaku untuk menjemput Arinna?" tanya Indah dengan geram."Apa?! Dia itu anakku juga, Indah. Kenapa aku harus minta ijin padamu?""Aku berpikir Arinna diculik, Mas. Sekarang ini aku akan ke kantor polisi dan melaporkan hilangnya Arinna. Keterlaluan kamu, Mas!" kata Indah.Ibu Indah mendekat dan memeluk Indah. "Nak, ayo bicara di dalam! Kalau ribut di sini, semua orang akan melihat kita.""Gak perlu bicara dengannya, Bu. Aku tegaskan lagi, Mas! Jangan temui anakku lagi! Aku gak mau melihat kamu di hadapanku lagi, Mas!"Indah masuk dan menggandeng Arinna. Gadis kecil itu terlihat kaget dan bingung. Namun ia mengikuti langkah mamanya dengan cepat."Tunggu! Kita harus jelaskan semua ini, Indah. Aku gak terima dengan caramu menghalangi aku bertemu anak-anak." Aryo mengikuti Indah.Karyawan Sandy langsung berpamitan karena ternyata semua hanya salah paham. Dengan menahan malu Indah menghubungi pihak sekolah
"Halo, Sayang, hari ini aku ke Jakarta. Ada janji dengan calon klien perusahaan," kata Sandy melalui sambungan telepon."Wah, mendadak ya Mas? Berapa hari rencananya kamu di Jakarta?" tanya Indah."Iya memang mendadak. Mungkin besok pagi aku sudah kembali ke Medan. Doakan agar semua urusanku lancar, ya!" "Pasti, Suamiku. Tetap semangat dan hati-hati, ya! Doaku dan anak-anak selalu menyertaimu.""Oke, Aku mencintai kamu, Indah. Salam untuk ibu dan anak-anak, ya. Nanti malam aku telepon lagi. Kamu juga selalu ada di hati dan pikiranku. Jaga kesehatan, Sayang." Sandy mengakhiri panggilan telepon itu.Ia menarik kopernya dan menuju mobil kantor yang sudah siap mengantarnya kembali ke bandara.Sandy sudah mendiskusikan dengan dewan direksi mengenai rencana kerja sama dengan perusahan Daisy. Ia sadar bahwa ini adalah peluang yang cukup baik dan akan menguntungkan kedua pihak. Akhirnya Sandy menyetujui jadwal pertemuan yang diajukan oleh karyawan kantor Daisy. Perjalanan Sandy menuju banda
"Mbak ada restoran yang akan buka tepat di seberang restoran ini," kata seorang karyawan Indah."Oh ya? Di ruko depan yang selama ini kosong?" tanya Indah."Iya, Mbak. Menurut info yang kamu dengar, konsep restoran itu meniru restoran kita. Sepertinya mereka melihat restoran kita maju dan berkembang dengan pesat, dan mereka ingin bersaing dengan kita.""Ya sudah, biar saja. Namanya juga bisnis, wajar kalau ada persaingan. Yang penting kita mau selalu berinovasi dan berusaha untuk terus maju. Kalau kita bisa bersaing dengan sehat, itu juga baik buat kita semua. Kita gak akan merasa nyaman dan cepat puas. Lokasi ini juga akan semakin ramai, banyak menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan kegiatan ekonomi.""Tapi mungkin pelanggan kita akan penasaran dan mencoba ke sana, Mbak. Kalau mereka pindah ke sana, keuntungan kita pasti akan menurun.""Gak apa-apa. Kita nanti bisa evaluasi dan meningkatkan kualitas. Rejeki sudah ada yang mengatur," jawab Indah.Indah melihat ke ruko di seberang. Ru
Pagi itu Didi, salah seorang karyawan Indah masuk ke ruangannya. Didi terlihat gelisah dan menundukkan kepalanya."Ada apa, Di?" tanya Indah."Mbak, mohon maaf sebelumnya, aku mau mengundurkan diri dari restoran ini," jawabnya.Indah terkejut karena baru kali ini maksud itu terlontar dari mulut Didi. Didi adalah salah satu karyawan yang merintis restoran Indah itu sejak awal. "Loh, kenapa mendadak? Ada masalah apa, Di?" tanya Indah."Gak ada masalah, Mbak. Selama ini aku sangat nyaman kerja di sini. Mbak Indah dan semua teman sangat baik.""Lalu? Rasanya gak mungkin kamu mengundurkan diri secara mendadak tanpa alasan yang jelas."Didi terdiam beberapa saat. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum mengatakan alasannya."Aku mohon Mbak jangan marah, aku akan jujur menjelaskan alasannya. Aku akan pindah bekerja ke restoran depan, Mbak," beber Didi."Apa?!" Indah berdiri dari kursinya. "Kenapa kamu tega berbuat begitu, Di?"Didi menundukkan kepalanya. "Maaf, Mbak. Kemarin karyawan restoran
Indah pulang ke rumah dengan rasa lelah yang lebih dari biasanya. Ia merasa pikiran dan emosinya menjadi labil karena masalah restoran. Ia merasa lebih baik tubuhnya lelah karena banyak pesanan atau pelanggan yang ramai, daripada restoran sepi seperti sekarang ini.Sebelum turun dari mobil, Indah berusaha menetralkan perasaannya. Indah akan bertemu Arinna dan Charles, dan seharusnya ia bisa tetap memberi kasih sayang dan perhatian untuk mereka. Indah tidak mau masalah bisnis merusak hubungan keluarganya. Itulah yang selalu Sandy ingatkan padanya. Indah ingat bahwa setiap Sandy pulang ke rumah setelah bekerja, ia selalu menjadi figur suami dan papa yang baik untuk Indah, Arinna, dan Charles. Sandy juga membatasi menerima telepon atau pesan untuk urusan pekerjaan saat ia berada di rumah.Setelah merasa lebih tenang, Indah turun dari mobil dan menekan tombol pengunci mobilnya. Indah membuka pintu rumah dan memanggil kedua buah hatinya."Rinna, Charles, ini Mama pulang, Nak."Mendengar su
Indah mencoba menghubungi Sandy untuk menceritakan tentang paket misterius itu. Namun Sandy tidak menjawab panggilannya. Indah berpikir, mungkin Sandy masih dalam perjalanan ke kantor."Bi, saya harus ke restoran. Bibi hati-hati di rumah, ya! Selalu kunci pintu! Saya akan berpesan pada petugas keamanan di pintu gerbang untuk lebih berhati-hati menerima pengunjung yang belum dikenal." kata Indah."Neng juga hati-hati! Jangan melamun waktu menyetir! Tenangkan diri dan jangan takut, Neng!" ujar Bi Ijah."Iya, Bi."Indah harus tetap datang ke restoran, dalam kondisi seperti sekarang ini, ia dan semua karyawan harus bersatu dan tetap kuat. Seperti biasanya, Indah mengantarkan Charles ke rumah ibunya. Indah belum menceritakan mengenai kondisi restoran dan tentang paket yang ia terima pada ibunya. Kondisi kesehatan Ibu Indah memang sedang kurang baik. Beberapa hari ini ibu sering mengeluh pusing dan kelelahan. Indah tidak mau membuat ibunya semakin banyak berpikir dan cemas.Sesampainya di r
Indah dan Ika menyeberang jalan dan masuk ke restoran baru itu. Suasana restoran cukup ramai, berbanding terbalik dengan restoran milik Indah saat ini. Didi yang sedang melayani pembeli terkejut dan segera berpaling karena merasa canggung.Seorang wanita yang seusia dengan Indah menyambut mereka dengan senyum."Wah, ada tamu istimewa sepertinya. Selamat datang di restoran kami.""Pagi, apa anda pemilik restoran ini? Saya Indah, pemilik restoran di depan sana," kata Indah."Saya sudah tahu, Mbak Indah," jawabnya sambil tersenyum."Bisa kita bicara sebentar?" tanya Indah."Baik, ayo ikuti saya!" jawab wanita itu.Indah dan Ika mengikuti langkah wanita itu dan masuk ke ruangan yang digunakan sebagai kantor. Ia duduk berhadapan dengan wanita itu."Ada apa? Mbak penasaran dan mau mencoba makanan kami?" tanya pemilik restoran itu."Sebelumnya, saya senang karena ada restoran baru di sini. Saya berharap kita bisa membuat suasana lebih ramai, menyerap lebih banyak tenaga kerja, dan memberikan