Pagi itu Didi, salah seorang karyawan Indah masuk ke ruangannya. Didi terlihat gelisah dan menundukkan kepalanya."Ada apa, Di?" tanya Indah."Mbak, mohon maaf sebelumnya, aku mau mengundurkan diri dari restoran ini," jawabnya.Indah terkejut karena baru kali ini maksud itu terlontar dari mulut Didi. Didi adalah salah satu karyawan yang merintis restoran Indah itu sejak awal. "Loh, kenapa mendadak? Ada masalah apa, Di?" tanya Indah."Gak ada masalah, Mbak. Selama ini aku sangat nyaman kerja di sini. Mbak Indah dan semua teman sangat baik.""Lalu? Rasanya gak mungkin kamu mengundurkan diri secara mendadak tanpa alasan yang jelas."Didi terdiam beberapa saat. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum mengatakan alasannya."Aku mohon Mbak jangan marah, aku akan jujur menjelaskan alasannya. Aku akan pindah bekerja ke restoran depan, Mbak," beber Didi."Apa?!" Indah berdiri dari kursinya. "Kenapa kamu tega berbuat begitu, Di?"Didi menundukkan kepalanya. "Maaf, Mbak. Kemarin karyawan restoran
Indah pulang ke rumah dengan rasa lelah yang lebih dari biasanya. Ia merasa pikiran dan emosinya menjadi labil karena masalah restoran. Ia merasa lebih baik tubuhnya lelah karena banyak pesanan atau pelanggan yang ramai, daripada restoran sepi seperti sekarang ini.Sebelum turun dari mobil, Indah berusaha menetralkan perasaannya. Indah akan bertemu Arinna dan Charles, dan seharusnya ia bisa tetap memberi kasih sayang dan perhatian untuk mereka. Indah tidak mau masalah bisnis merusak hubungan keluarganya. Itulah yang selalu Sandy ingatkan padanya. Indah ingat bahwa setiap Sandy pulang ke rumah setelah bekerja, ia selalu menjadi figur suami dan papa yang baik untuk Indah, Arinna, dan Charles. Sandy juga membatasi menerima telepon atau pesan untuk urusan pekerjaan saat ia berada di rumah.Setelah merasa lebih tenang, Indah turun dari mobil dan menekan tombol pengunci mobilnya. Indah membuka pintu rumah dan memanggil kedua buah hatinya."Rinna, Charles, ini Mama pulang, Nak."Mendengar su
Indah mencoba menghubungi Sandy untuk menceritakan tentang paket misterius itu. Namun Sandy tidak menjawab panggilannya. Indah berpikir, mungkin Sandy masih dalam perjalanan ke kantor."Bi, saya harus ke restoran. Bibi hati-hati di rumah, ya! Selalu kunci pintu! Saya akan berpesan pada petugas keamanan di pintu gerbang untuk lebih berhati-hati menerima pengunjung yang belum dikenal." kata Indah."Neng juga hati-hati! Jangan melamun waktu menyetir! Tenangkan diri dan jangan takut, Neng!" ujar Bi Ijah."Iya, Bi."Indah harus tetap datang ke restoran, dalam kondisi seperti sekarang ini, ia dan semua karyawan harus bersatu dan tetap kuat. Seperti biasanya, Indah mengantarkan Charles ke rumah ibunya. Indah belum menceritakan mengenai kondisi restoran dan tentang paket yang ia terima pada ibunya. Kondisi kesehatan Ibu Indah memang sedang kurang baik. Beberapa hari ini ibu sering mengeluh pusing dan kelelahan. Indah tidak mau membuat ibunya semakin banyak berpikir dan cemas.Sesampainya di r
Indah dan Ika menyeberang jalan dan masuk ke restoran baru itu. Suasana restoran cukup ramai, berbanding terbalik dengan restoran milik Indah saat ini. Didi yang sedang melayani pembeli terkejut dan segera berpaling karena merasa canggung.Seorang wanita yang seusia dengan Indah menyambut mereka dengan senyum."Wah, ada tamu istimewa sepertinya. Selamat datang di restoran kami.""Pagi, apa anda pemilik restoran ini? Saya Indah, pemilik restoran di depan sana," kata Indah."Saya sudah tahu, Mbak Indah," jawabnya sambil tersenyum."Bisa kita bicara sebentar?" tanya Indah."Baik, ayo ikuti saya!" jawab wanita itu.Indah dan Ika mengikuti langkah wanita itu dan masuk ke ruangan yang digunakan sebagai kantor. Ia duduk berhadapan dengan wanita itu."Ada apa? Mbak penasaran dan mau mencoba makanan kami?" tanya pemilik restoran itu."Sebelumnya, saya senang karena ada restoran baru di sini. Saya berharap kita bisa membuat suasana lebih ramai, menyerap lebih banyak tenaga kerja, dan memberikan
Konflik antara Indah dan pemilik restoran baru itu terus berlanjut. Walaupun Indah berusaha diam dan tidak menanggapi, tapi ada saja ulah pemilik restoran atau karyawannya yang dengan sengaja memancing kemarahan Indah.Siang itu, seorang karyawan Indah masuk sambil mengomel karena kesal."Ada apa?" tanya Indah."Mbak, karyawan restoran depan itu dengan sengaja membuang sampah dan sisa makanan di depan restoran kita. Pantas saja bau busuk dan gak sedap tercium di halaman kita, ternyata di sudut ada plastik sampah mereka," jawab karyawan itu."Entah kenapa mereka sengaja mencari gara-gara dan memancing kemarahan kita. Rasanya aku juga ga sabar dengan ulah mereka," kata Indah."Iya, Mbak, itu namanya mengganggu ketertiban umum. Kalau halaman kita berbau dan kotor, pengunjung pasti semakin malas datang kemari.""Sudahlah, nanti kita cari cara untuk melawan mereka." Indah melangkah ke dapur untuk mengambil minuman.Menjelang sore, Indah dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang. Namun da
"Sayang, aku pulang akhir pekan ini." Sandy menyampaikan berita bahagia itu pada istrinya.Namun kali ini Sandy merasa Indah tidak antusias menyambutnya. Indah hanya menjawab singkat dan mengakhiri panggilan telepon itu."Ada apa dengan istriku? Aku merasa dia berbeda, ada kesedihan mendalam yang ingin ia sembunyikan dariku. Namun aku tahu dari suara dan sorot matanya, bahwa ia sedang menahan tangisnya." Sandy berbicara sendiri setelah telepon itu ditutup.'Sayang, aku tahu kamu sedang menghadapi masalah yang gak mudah. Sabar sebentar dan tunggu aku pulang, Sayang. Aku akan menggenggam tanganmu dan gak akan melepasnya,' ucap Sandy dalam hatinya.Sandy lebih bersemangat mengerjakan semua tugasnya di Medan. Ia tahu bahwa istri dan anak-anaknya sangat membutuhkan kehadirannya. Sebaliknya, Sandy juga sangat merindukan dan membutuhkan Indah. ___Akhir pekan akhirnya tiba. Sore itu Indah mengajak Arinna dan Charles menyambut Sandy di bandara. Arinna dan Charles sangat antusias. Mereka mand
Sandy membuka matanya yang masih mengantuk dan menatap Indah di hadapannya."A-ada apa, Sayang? Siapa yang di rumah sakit?" tanya Sandy dengan suara parau."Papa, Mas. Mama mengirim pesan dan memberi tahu kalau Papa kritis," jawab Indah."Apa?! Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu." Sandy bergegas masuk ke kamar mandi. Indah juga mengganti pakaiannya dan mengikat rambutnya.Indah merasa kasihan melihat wajah Sandy yang lelah, ia nyaris belum beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh."Sudah siap, Sayang?" Sandy keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru."Sudah," jawab Indah.Indah dan Sandy keluar dari kamar."Ini masih tengah malam, aku beri tahu Bi Ijah dulu untuk menjaga anak-anak." Indah menuju kamar Bi Ijah dan mengetuk pintunya.Bi Ijah membuka pintu dengan mata yang masih mengantuk. "Ada apa, Neng?""Bi, kami harus ke rumah sakit. Papa Mas Sandy kritis. Tolong titip anak-anak, ya Bi!" kata Indah.Bi Ijah sangat terkejut dan spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "
Sandy mengambil ponsel dari tangan mamanya. Tak jauh berbeda dengan respon Bu Ratna, Sandy terkejut dan menatap Indah dengan ekspresi nyaris tak percaya."Kenapa bisa jadi seperti ini, Sayang?" tanya Sandy."Aku juga sangat kaget, Mas. Ada beberapa orang datang ke restoran dan meluapkan amarah. Mereka mengatakan bahwa selama ini restoran kita memakai bahan-bahan yang gak segar dan bahkan bisa membahayakan kesehatan," jawab Indah."Lalu? Itu fitnah kan?" "Iya, Mas. Aku mengerjakan semuanya dengan sepenuh hati. Aku gak menyangka ada yang berani menyebarkan berita seperti itu. Mereka bahkan memberikan bukti, ada seorang yang masuk rumah sakit setelah makan di restoran kita." Indah merasa sangat bersalah."Tapi itu bukan berarti karena makanan kita, bisa saja orang itu memang sudah sakit sebelumnya, atau memakan makanan lain.""Aku sudah mencoba menjelaskannya, Mas. Tapi mereka marah dan meminta polisi menutup restoran kita.""Lalu kenapa kamu diam saja, gak memberi tahu Sandy atau Mama?