Di lain tempat. Abian baru saja sampai di kantor. Pria itu memasuki ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Kala masuk dengan beberapa berkas di tangannya.
"Tuan. Ini berkas yang harus di tandatangani.""Hmm. Kala..""Iya. Tuan. Kenapa?" Tanya pria itu setelah memberikan berkas pada Abian."Hari Ini Flora ulang tahun, kira-kira apa yang harus aku berikan untuknya? Tapi harus membuatnya terkesan, aku tidak tahu harus memberikan apa." Abian sudah memikirkannya tapi dia masih tidak tahu harus memberikan apa pada istrinya."Hmm. apa ya? Sebentar. boleh aku berpikir sambil duduk?""Tentu." Jawab Abian dan Kala pun duduk di kursi satunya. membuat posisinya saling berhadapan satu sama lain."Bagaimana kalau dinner di luar, hanya berdua.""Istriku takkan mau karena dia selalu memikirkan si kembar.""Kalau begitu, berikan hadiah saja. Bunga atau coklat? Atau..""Atau apa?""Saham perusahaanTepat pukul delapan malam. Flora dan Abian pergi menggunakan mobil yang di setiri oleh suaminya. Dia mengembangkan senyumnya sambil melihat-lihat pemandangan malam hari yang terlihat indah dengan jutaan lampu yang menerangi setiap sudut di kota. Flora tersenyum senang. padahal keluar seperti ini tidak pernah membuatnya sesenang dulu. Tapi sekarang rasanya begitu menyenangkan, mungkin karena dia sudah lama tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi si kembar yang sedang aktif-aktifnya."Kamu senang. sayang?""Iya. Mas. Senang sekali.." Jawab Flora sambil melirik ke arah sang suami yang tengah fokus mengemudikan mobil sedan kesayangannya itu."Maaf ya. kalau Mas jarang ngajakin kamu jalan. Soalnya repot kalo harus bawa si kembar, waktu itu aja kita kewalahan kan?" Abian mengungkit kerempongannya saat mengajak istri dan si kembar jalan-jalan. Meskipun ada Ranti, tapi tetap saja kewalahan karena si kembar yang terlalu aktif, meleng sedikit saja sudah pasti si k
Setelah acara makan malam bersama selesai, Abian dan Flora pun memutuskan untuk pulang. Wanita itu tak henti-hentinya menyentuh kalung pemberian sang suami dengan senyum yang mengembang indah. Dia sangat bahagia, padahal jika ingin dia bisa saja meminta pada suaminya sejak awal, tapi Flora memang bukan tipe wanita yang matre dan haus akan harta."Kenapa sih? Dari tadi senyum aja terus, itu kalungnya juga di liatin terus, kenapa?" Tanya Abian sambil tersenyum kecil, lucu sekali melihat kelakuan istrinya."Kalungnya bagus, aku suka banget, Mas.""Kamu udah bilang itu berapa kali sejak dari cafe tadi." Ucap Abian sambil terkekeh, dia tidak menyangka kalau reaksi yang di tunjukan sang istri akan seperti ini, sebesar apapun hal yang di berikan Abian pada istrinya, wanita itu pandai mensyukuri semuanya, dia selalu menerimanya meskipun barangnya kecil."Ya faktanya memang gitu, kalungnya bagus." Jawab wanita itu sambil tersenyum ke arah suaminya yang ten
Bab 176"Malam ini nginep disini aja ya, Mbak?" Tawar Flora."Mbak sih terserah Mas Robi aja." Jawab Santi yang sibuk memakan kuenya, sedangkan Robi hanya duduk sambil memainkan ponselnya. Dia tidak terlalu menyukai makanan manis meskipun Flora telah memberikan jatah juga untuknya."Boleh, malam ini Mas mau ngobrol juga sama Abi." Jawab Robi yang langsung membuat kedua wanita itu saling lempar tatapan lalu kompak tertawa. Ya, beginilah kalau sudah bestie, baru tatap-tatapan saja langsung tertawa karena frekuensi yang langsung nyambung.Jadinya, malam ini Flora dan Santi asik mengobrol sambil bermain dengan si kembar di ruang bermain karena masih belum waktunya tidur, para pria juga sedang fokus membahas bisnis yang membuat kepala para wanita keheranan sendiri, kok bisa mereka memahaminya bahkan membicarakannya seolah tanpa beban, sedangkan mereka saja yang mendengarnya terasa tertimpa beban berat karena tidak paham apa maksudnya, wkwk."M
Abian menggendong Hanin, si gadis kecil yang paling dekat dan menempel dengan sang ayah. Sementara Robi, dia menggendong Hanan."Siapa yang di jahilin?" Tanya Abian yang membuat Flora dan Santi menoleh seketika."Enggak kok, Mas. Ayo makan.." Ajak Flora sambil tersenyum manis."Perasaan aku gak punya salah apa-apa, terus kenapa si kembar jahil sama Mas ya?" Tanya Abian. Ternyata, pria itu mendengar percakapan antara sang istri dan kakak iparnya."Coba di pikir lagi, Mas." Abian pun terlihat berpikir seperti orang bener, tapi ya kadang otaknya ini gak ada bener-benernya."Enggak ada.""Ckk, amnesia. Kamu kan sering jengukin mereka, Mas. Terlalu sering kena sembur itu, makanya mereka kesel terus bikin kamu muntah-muntah.""Dasar nakal, Papa cubit ya kalian berdua.""Kalau mau aku pukul pake wajan sih silahkan aja." Jawab Flora dengan wajah seriusnya, dia tidak akan membiarkan suaminya mencubit kedua buah hatinya.
Hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh Arifin, dimana hari ini adalah hari kebebasannya. Pria itu keluar dari penjara setelah menghabiskan masa hukuman karena pengajuan dari Abian di setujui, jadi hukumannya jauh lebih ringan dari tuntutan.Abian melangkahkan kakinya keluar dari sel, saat itu dia mendongak dan menatap tak percaya bahwa disana sudah ada Ranti yang tersenyum ke arahnya. Ini membuktikan bahwa kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah pudar, sebesar apapun kesalahannya, orang tua selalu memaafkan kesalahan anaknya. Saat itu, Abian berlari dan memeluk sang ibu, dia menangis di dekapan hangat yang begitu dia rindukan.Pelukan yang sangat dia dambakan setelah beberapa tahun barulah dia bisa mendapatkannya kembali, pria itu menangis sambil memeluk erat Ranti yang juga membalas pelukannya tak kalah erat."Ibu, Arif minta maaf atas semua kesalahan yang sudah Bima lakukan." Ucap Arifin di tengah isakannya."Jadikan pelajaran, Nak. Kamu harus berubah menjadi pribadi yan
"Flora, bangun!" Ucap seseorang sambil menggedor-geder pintu kamar.Perempuan yang sedang membereskan tempat tidur itu berbalik dan membuka pintu kamarnya. Rupanya, ibu mertuanya lah pelaku dari keributan pagi-pagi ini."Iya, Bu. Kenapa? Kan bisa langsung masuk aja gak usah gedor-gedor." Flora tersenyum ramah, namun berbeda dengan wajah yang di tunjukkan oleh Ranti. Dia menatap sinis menantunya itu. "Kamu ini baru juga bangun udah berani ya bilang gitu sama Ibu. Sana tuh bantuin mbak mu masak.""Masak?""Iya masak, Mbak mu udah masak dari tadi. Kamu belum juga keluar dari Kamar, sana bantuin." Ketus nya sambil menyedekapkan kedua tangan nya di dada. Flora yang mendapatkan perintah seperti itu pun memilih untuk segera pergi ke dapur tanpa banyak bicara lagi. Dari pada sang ibu yang murka nanti."Mau ada acara apa, Bu?""Gak ada acara apa-apa, cuman Abian mau pulang dari dinas nya.""Abian, Bu?""Iya, Mas mu. Dia kembaran nya suamimu, kau lupa? Dia hadir di pernikahan Kalian." Jawab R
"Silahkan di minum kopinya. Mas. Maaf, salam kenal. Sebelumnya kita tidak pernah bertemu," lirih Flora yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Ranti dan juga kedua kakak iparnya."Udah. kamu gak usah cari perhatian sama Mas mu. Sana ke dapur, siapin makan malem!" perintah Ranti yang langsung diangguki oleh Flora. Dia pun pergi ke dapur dengan langkah pincang karena kakinya masih sakit akibat perlakuan Arifin."Gak boleh gitu sama Flora, Bu. Mau bagaimana pun dia menantu di rumah ini. tidak seharusnya dia mendapatkan perlakuan tidak enak seperti ini. Disuruh-suruh seperti itu, dia bukan pembantu." Ucap Abian yang membuat Ranti berdecak kesal."Ckkk, gak usah kamu belain perempuan itu. Nanti, kalau gak di suruh-suruh yang ada dia jadi perempuan pemalas."“Ohh iya? Aku rasa Flora bukan perempuan seperti itu, dia terlihat seperti perempuan baik-baik dan tahu bagaimana caranya mengabdikan diri di rumah suaminya. Justru. perempuan pemalas itu adalah anak-anak ibu sendiri. Lihat mereka?
"Sudah pulang, Mas?" tanya Flora kepada Arifin. Ia menyambut suaminya di ambang pintu. Namun, bukannya tersenyum ketika mendapatkan sambutan dari sang istri, Arifin malah melengos menatap wajah istrinya."Bisa gak sih pas aku pulang, kamu tuh dandan gitu? Pake make up kayak wanita kebanyakan. Ini suami pulang, wajah kusut mana badan bau bawang gini!" celetuk Arifin dengan sinis. Setelahnya, dia pun pergi ke kamar sambil membanting pintu kamar dengan keras."Ada apa sih?" Winda keluar dari kamarnya ketika mendengar suara pintu yang dibanting keras."Biasa, pasti Arifin marah tuh." Santi tahu-tahu sudah bergabung dengan saudaranya. "Ya gimana gak marah, nyambut suami dengan wajah kayak gitu. Gimana gak muak coba?"Flora menundukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa punya waktu untuk membersihkan badan dan berdandan, kalau sedari tadi terus disuruh ini-itu oleh mertua dan iparnya. Belum lagi, kosmetik yang dimiliki Flora tidak lebih dari sebatang lipstik, handbody, dan bedak padat yang sud