Sudah double up hari ini, silakan boom komennya :)
Pierre benar-benar tersedak gurita di dalam tenggorokannya dan minuman ringan yang dia bawa sebelumnya telah habis dia tenggak, tetapi tenggorokannya masih tersumbat gurita. Camille berlari ke luar kamar untuk mengambil air mineral yang segera dia berikan pada Pierre. "Maaf, aku mengagetkanmu," cicit Camille sembari memukul pelan punggung Pierre agar membantu menghilangkan tersedaknya pria tampan yang baru saja dia ajak menikah tersebut. "Kamu memang sangat nakal, Cammie!" gemas Pierre menarik lengan dan bahu Camille untuk dia gulingkan ke atas ranjang, setelah tenggorokannya merasa lega. "Katakan, apakah dirimu begitu mengasihani aku atau memang aku benar-benar seperti pria bodoh untuk menjadi pelampiasan kenakalanmu?" Pierre bertumpu pada satu lengannya yang dia lipat di atas ranjang, berbaring miring sambil menatap Camille yang juga berbaring di sampingnya. "Tidak. Aku sedang tidak mengasihanimu. Aku pikir dengan kita bersama, kita bisa saling mengerti. Aku tidak keberatan me
Camille membawa selimut menggelung tubuhnya, duduk di atas geladak kapal, menghangatkan dirinya dengan sinar matahari pagi.Pierre datang menghampiri Camille, membawa soup hangat ke geladak. Lalu duduk di belakang gadis kesayangannya tersebut, membingkai hangat tubuh Camille.“Minum dulu soupmu.” bisik Pierre karena Camille masih menggenggam mangkuk soup dengan kedua tangannya agar merasakan hangatnya dari soup ke tangannya.“Uhm, terima kasih, Pierre.”Camille menyingkirkan sendok dan langsung meminum soup dari tepian mangkoknya perlahan-lahan juga membaginya dengan Pierre, sampai soup hangat tersebut tandas.“Ini enak, terima kasih, Pierre!” ulang Camille berterima kasih sambil menoleh ke samping dan memberikan kecupan lembut pada pipi Pierre.Pierre mengambil mangkok soup dari tangan Camille dan meletakkannya ke sampingnya. Lalu tangannya semakin mengeratkan pelukannya pada Camille yang juga merasa nyaman berada dalam pelukan Pierre.Camille meraih satu tangan Pierre, membawanya ma
Martin sudah menduga jika Pierre lah yang telah membawa Camille pergi hingga sulit di lacak oleh Daniel sebelumnya. Namun, mendengar nama pria itu yang sedang bersama Camille keluar dari mulut Solenne, tetap saja membuat hati Martin berdentam-dentam cemburu. Bagaimanapun, Martin belum lupa jika sebelumnya saat Abraham dirawat di rumah sakit, Camille menyebut Pierre dengan sebutan bos tampan. Tanpa bertemu dengan Solenne dan yang lainnya, Martin segera pergi meninggalkan rumah pantai yang menjadi tempat tinggal baru bagi keluarga Camille tersebut. Sementara itu di Roma, David mendatangi Eve di ruangan kerja istrinya tersebut di perusahaan. “Kamu menghindariku? Apakah karena aku telah berada di penjara sebelumnya, sekarang aku sudah kotor dan tidak menarik lagi bagimu? Atau ada hubungan manis telah terjadi antara dirimu dengan Jared, sehingga kamu mengabaikanku, Eve?” David bertanya sembari mendudukkan bokongnya di atas meja, samping Eve sedang duduk pada kursi di depannya. Eve ter
"Bibi ...!" pekik Camille sudah berlari-lari kecil yang kakinya berkali-kali pula tersaruk masuk terperosok ke dalam pasir lembut juga basah, memanggil Solenne yang sedang mengantarkan minuman ringan ke meja salah satu pelanggan di teras rumah bar yang mereka tempati. "Oh, Gadisku!" Solenne balas menyongsong Camille yang gadis itu langsung menubruk memeluk dan menyusupkan kepala ke dada Solenne. "Apakah kamu baik-baik aja?" Solenne merenggangkan pelukannya sedikit untuk memindai wajah Camille yang meskipun terlihat ceria namun sedikit terlihat pucat dan letih. "Wajahmu sedikit pucat, Sayang ..." "Aku baik-baik aja. Aku pikir, Bibi akan berkata jika kulit wajahnya menghitam!" Camille menyahut cepat sambil tertawa cengengesan lalu memberikan kecupan berdecak ke pipi montok Solenne. "Aku sedang datang bulan. Padahal asyik dan seru banget, terjun berenang di pantai tersembunyi gitu, Bibi. Ikan-ikannya sangat ramah juga tampan!" tambah Camille antusias dengan bola matanya bersina
Malam semakin menggelap turun. Pengunjung pantai Barcelona yang sangat ramai datang berbondong-bondong ke bar cafe lantai bawah rumah tempat Camille dan keluarganya tinggal. Pierre sedang sibuk meramu minuman di balik meja bartender yang kembali berfungsi. Sementara Clea bertugas membantu di bagian kasir. Sedangkan Solenne, Dylan dan Christopher berjibaku membuat camilan serta pesanan makanan di bagian dapur sehingga Camille dan Abraham yang melayani pelanggan datang, mengarahkan mereka tempat duduk dan menawarkan pesanan. Camille tidak menduga Martin berada di belakang rombongan orang yang sedang mengantri dan baru saja dia arahkan tempat duduk pada teras rumahnya, setelah pelanggan sebelumnya selesai menikmati makanan dan meninggalkan teras. "Kau?! Bagaimana kau bisa di sini?" tanya Camille terdengar ketus dan wajah datar dengan tatapan menyipit menatap Martin. Tempat Martin berdiri memang sedikit gelap, jauh dari pencahayaan lampu teras, tertutupi beberapa tamu yang sedang b
Camille kembali pada pekerjaannya dalam melayani pelanggan yang datang ke cafe di teras rumah. "Dia tidak ingin makan malam di sini? Tadi siang dia juga sudah datang ke sini loh! Sepertinya dirimu dalam dilema besar, Young Lady! Dua pria tampan menginginkanmu!" bisik Abraham menghampiri Camille yang sedang merapikan meja dari peralatan makanan dan minuman bekas pelanggan. "Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana Clea bisa di sini? Siapa pemilik rumah ini? Jangan bilang ini adalah aset milik Martin!" Abraham tertawa kecil menanggapi Camille yang semakin gemas menatapnya. "Katakan atau ..." Camille mencekal pangkal lengan Abraham yang sudah mengangkat peralatan kotor dalam baki untuk di bawa ke tempat pencucian peralatan.Mata indah Camille bergerak turun naik menatap bagian bawah dan wajah anak remaja di depannya tersebut. "Apa yang akan kamu lakukan?! Milikku masih kecil dan belum tumbuh sempurna ..." kekeh Abraham yang melihat arah tatapan Camille ke bagian intimnya. "Akan ku po
David mengikuti Eve memasuki rumah yang ditempati oleh Pamela. Pada ruang tamu telah duduk Pamela dan Alejandro berhadapan dengan Margreta dan Jared. "Silakan duduk." tutur Eve seperti dia berada di rumahnya sendiri pada David yang mengerutkan alisnya memindai setiap orang yang berada di ruang tamu tersebut. Eve telah duduk di sebelah Margreta yang langsung menyodorkan sebuah map ke hadapan bos-nya tersebut. Sedangkan David, karena tidak ada tempat lain yang kosong, dia duduk di samping Pamela yang tetap diam tanpa berbicara apapun padanya. Eve membuka map yang diberikan oleh Margreta, bibirnya tersenyum tipis. "Silakan ditandatangani di sini." ucap Eve pada David sembari menunjuk nama David yang tertulis di atas kertas setelah map-nya di buka. "Eve ...apa-apaan ini?" sergah David mendorong kasar map yang diberikan oleh Eve hingga kertas-kertasnya berserakan pada atas meja. Margreta merapikan dan menyusun kembali kertas-kertas tersebut sesuai dengan urutannya, menganggukkan kep
Sepeninggal Eve, David pergi ke ruangan kerja di lantai dua kediaman yang ditempati oleh Pamela tersebut sambil membawa map yang dia lihat kembali dan baca dengan seksama. Pamela dan Alejandro hanya bisa saling menatap dan membetulkan pakaian pada tubuh mereka masing-masing dengan tatapan mata saling berbicara untuk menjaga jarak selama David berada di kediaman. "Brengsek!" maki David membanting map ke atas meja sehingga kertas-kertas di dalamnya berserakan yang sebenarnya ingin hatinya robek-robek menjadi serpihan. "Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini, Eve!" gumam David dengan bibir berdesis emosi. Keputusan Clea yang sebelumnya memutuskan hubungan dengan semua aset David, membuat pria itu sama sekali tidak memiliki hak lagi atas aset keluarga Eve. David sudah diibaratkan seperti orang luar bagi Eve dan Clea. David memeriksa semua aset yang dia miliki di komputernya yang ada di dalam ruang kerja tersebut, tetapi saldo di rekening bisnisnya tidak ada lagi tersisa. Pun su