Deng Ai mengaku otak kriminal pencuri arak adalah Zhou. Karena itu keduanya terseret dalam sebuah hukuman fisik.
Keduanya wajib mengambil air di sungai belakang gunung untuk mengisi setiap kamar mandi laki-laki di perguruan Huasan selama dua puluh satu hari, sesuai jumlah kendi arak yang mereka curi.
Lu Xun juga terkena riak dari masalah tempo hari. Dia dipanggil 'sang taat aturan'.
Siang ini dia duduk perpustakaan memandang gagang pedang mengenang memori tadi malam.
Dadanya berdegup kencang ketika mengingat Zhou menariknya masuk dalam dekap. Zhou lelaki keren.
Pipinya mendarat ke meja. Dia memeluk gagang pedang seperti memeluk guling.
"Heh!" sentak seorang gadis tahun ketig
Di paviliun senior, Lu Xun datang seorang diri. Banyak mata lelaki memandang jengah padanya."Zhou di kamar lantai tiga!" sentak Deng Ai, duduk di kursi bersama teman-teman menikmati daging bakar. "Gara-gara kamu aku terlambat makan siang!"Lu Xun melangkah menuju lantai tiga. Situasi sepi. Nyaris semua pintu kamar terbuka."Lu Xun, kemari," perintah Bian yang menguasai tubuh Zhou.Zhou duduk di kursi kecil sembari menikmati teh hangat. Pakaiannya belum terikat, membuat sinar matahari dapat menerpa kulit yang terekspos. Dia menepuk baju yang dilipat di atas meja, tapi Lu Xun fokus pada suling di sebelah baju."Ambilah, ini pakaianku di tahun pertama."Lu Xun mengambil pakaian juga
"Zhou! Zhou!"Qiao panik sampai melangkah menuju pusaran. Untung Deng Ai menariknya mundur."Apa kamu gila? Ada apa? Kenapa mau masuk ke pusaran, hah!""Kak, Zhou terhanyut ke sana!""Apa?""Bajingan cilik itu menarik Zhou masuk, Kak. Dia iblis!""Tenang, tenang!" Deng Ai yang biasa tak pernah memakai otak, kali ini memompa banyak darah ke kepala. "Lapor guru kepala, jangan menyalahkan orang. Kita harus tenang," ucap Ai.Qiao melayang duluan menuju pagoda air terjun. Deng Ai melesat mengejar adiknya.Belum sampai tujuan, mereka bert
Bian melayang jatuh ke taman bunga. Pintu besar tertutup rapat terikat rantai besar nan panas sampai keluar asap tebal dan berdesis.Kehadirannya disambut wajah khawatir Qiu dan Zhou, yang membantuntu Bian berdiri."Kamu baik-baik saja?" tanya Zhou menepuk-nepukbpakaian Bian."Sudah kubilang kan, idemu kali ini buruk!" sentak Qiu, menampar lengan Bian. "Sekarang lihat, kita tidak tahu keadaan--""Kapan kamu bilang ide buruk?" gumam Zhou. "Kamu kan diam saja sambil menyumpahi Bian.""Pokoknya tadi bilang! Kamu jangan mencari masalah, ya!" Tabokan mendarat ke kepala Zhou."Sudah, jangan bertengkar." Bian berdiri di antara keduanya, memisah mereka supaya tidak berdebat. "Qiu, bagaimana keadaan tubuh Zhou?"
Suara air menggebyar sungai menggema dalam goa batu. Cahaya hangat matahari membentur kulit wajah Zhou. Dia terduduk, mendapati tangan Lu Xun menggenggam erat telapak tangannya.Gadis itu tengkurap seperti ikan yang kelelahan, basah, tiada gerak kecuali karena menghembus nafas.Zhou menggoyang badan gadis itu. "Heh, bocah, bangun." Dia membalik badan Lu Xun, lama mengamati wajah putih basah itu. Cukup manis gadis satu ini, terutama jika merem. Bibirnya lumayan tebal, berwarna merah segar dan sedang basah, terbuka sedikit bergerak pelan."Pantas Bian suka," racau Zhou.Halus dia menepuk-nepuk pipi Lu Xun sampai dia tersadar.Lu Xun duduk mengucek mata, menguap lebar seakan tanpa beban. Ketika sadar gadis itu mendapati
Kali ini Zhou yang merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi muntahan pintu. Dia terlontar ke taman bunga."Zhou, kamu tidak apa-apa?" Bian membantunya berdiri sambil membersihkan pakaian."Haiya, danau itu dalam sekali.""Sudah aku bilang kan, kembali ke permukaan. Kenapa susah sekali membuatmu mengerti?"Keduanya kaget ketika pintu terlilit rantai besar. Seperti beberapa jam yang lalu, hal ini pertanda badan Zhou terjebak dalam keadaan tidak sadarkan diri.Zhou memandang ke sekitar. "Tumben sepi, mana si centil?""Gawat!" sentak Bian, membuat kaget Zhou. "Bagaimana ini?""Apanya yang bagaimana?" Zhou khawatir karena Bian yang biasa t
Bian memandang semu ke sisa langit. Berat dia memberi hormat."Ayah, aku minta maaf karena gagal menyelamatkan Kekaisaran Han, juga semangat Han."Bian ambruk bertekuk lutut. Air mata mengalir sederas air terjun membasahi pipi. Zhou berusaha membantu Bian berdiri, tapi lelaki itu menolak. Dia memandang iba tanpa bisa membantu.Bian lanjut bicara, "Semoga Xian bisa mengemban beban ini. Maafkan putra karena tidak berguna … panjang umur kaisar Xian, panjang umur Han!"Di atas badan besar naga, Liu Bian bersujud dengan sungguh-sungguh, membuat Zhou bertambah iba. Tetapi apa yang bisa dia lakukan?Zhou merasa ini karena tingkahnya yang gasak-gusuk. Dia bertekuk lutut pada Bian. "Maaf, andai aku menuruti perintahmu, Bian. Semua tidak akan menjadi seperti ini.""
Suara aneh menyapa. Saat pandangan Zhou yang rabun perlahan membaik, suara itu semakin jelas "Kak Zhou bangun, jangan mati duluan Kak!" Lu Xun memukul dada Zhou berulang kali sampai air mancur dari mulut. Zhou batuk-batuk, terduduk dalam keadaan basah kuyup. "Haiya, nyaris saja." Mendapati Lu Xun mengumbar senyum, dia ikut tersenyum, meremas telapak tangan gadis itu. "Bocah, kamu yang menolongku?" Lu Xun mengangguk kecil, menarik tangan yang digenggam. "Bagaimana caramu menolongku?" selidik Zhou. "T-tadi, uhm, kamu lama sekali di sana. Aku coba mencari, eh, b
Terlepas dari keindahan goa, Zhou mengamati lebih lanjut dinding goa. Bian yang jago membaca huruf Qin, bahkan Lu Xun dibuat bengong. "Memang kamu bisa membaca tulisan Qin?" Zhou mengangguk-angguk, menanti Bian yang sedang membaca. Dia mengulang ucapan Bian. "Jurus pernafasan, mata malam, juga kaki semut, sangat penting bagi pembunuh bayaran. Maka aku wariskan pada siapa saja yang memiliki keberanian untuk berbohong demi kebaikan. Jika semua jurus digabung, maka ahli k****u bisa menjadi bayang kematian bagi musuh." Selama Zhou membaca, Lu Xun tak henti memandang kagum juga menyaring ucapan itu. "Tunggu dulu," sela Lu Xun, membuat Zhou berhenti membaca. "Pernapasan … penglihatan … kaki lincah, ya! Kita bisa ke