Suara air menggebyar sungai menggema dalam goa batu. Cahaya hangat matahari membentur kulit wajah Zhou. Dia terduduk, mendapati tangan Lu Xun menggenggam erat telapak tangannya.
Gadis itu tengkurap seperti ikan yang kelelahan, basah, tiada gerak kecuali karena menghembus nafas.
Zhou menggoyang badan gadis itu. "Heh, bocah, bangun."
Dia membalik badan Lu Xun, lama mengamati wajah putih basah itu. Cukup manis gadis satu ini, terutama jika merem. Bibirnya lumayan tebal, berwarna merah segar dan sedang basah, terbuka sedikit bergerak pelan.
"Pantas Bian suka," racau Zhou.
Halus dia menepuk-nepuk pipi Lu Xun sampai dia tersadar.
Lu Xun duduk mengucek mata, menguap lebar seakan tanpa beban. Ketika sadar gadis itu mendapati
Kali ini Zhou yang merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi muntahan pintu. Dia terlontar ke taman bunga."Zhou, kamu tidak apa-apa?" Bian membantunya berdiri sambil membersihkan pakaian."Haiya, danau itu dalam sekali.""Sudah aku bilang kan, kembali ke permukaan. Kenapa susah sekali membuatmu mengerti?"Keduanya kaget ketika pintu terlilit rantai besar. Seperti beberapa jam yang lalu, hal ini pertanda badan Zhou terjebak dalam keadaan tidak sadarkan diri.Zhou memandang ke sekitar. "Tumben sepi, mana si centil?""Gawat!" sentak Bian, membuat kaget Zhou. "Bagaimana ini?""Apanya yang bagaimana?" Zhou khawatir karena Bian yang biasa t
Bian memandang semu ke sisa langit. Berat dia memberi hormat."Ayah, aku minta maaf karena gagal menyelamatkan Kekaisaran Han, juga semangat Han."Bian ambruk bertekuk lutut. Air mata mengalir sederas air terjun membasahi pipi. Zhou berusaha membantu Bian berdiri, tapi lelaki itu menolak. Dia memandang iba tanpa bisa membantu.Bian lanjut bicara, "Semoga Xian bisa mengemban beban ini. Maafkan putra karena tidak berguna … panjang umur kaisar Xian, panjang umur Han!"Di atas badan besar naga, Liu Bian bersujud dengan sungguh-sungguh, membuat Zhou bertambah iba. Tetapi apa yang bisa dia lakukan?Zhou merasa ini karena tingkahnya yang gasak-gusuk. Dia bertekuk lutut pada Bian. "Maaf, andai aku menuruti perintahmu, Bian. Semua tidak akan menjadi seperti ini.""
Suara aneh menyapa. Saat pandangan Zhou yang rabun perlahan membaik, suara itu semakin jelas "Kak Zhou bangun, jangan mati duluan Kak!" Lu Xun memukul dada Zhou berulang kali sampai air mancur dari mulut. Zhou batuk-batuk, terduduk dalam keadaan basah kuyup. "Haiya, nyaris saja." Mendapati Lu Xun mengumbar senyum, dia ikut tersenyum, meremas telapak tangan gadis itu. "Bocah, kamu yang menolongku?" Lu Xun mengangguk kecil, menarik tangan yang digenggam. "Bagaimana caramu menolongku?" selidik Zhou. "T-tadi, uhm, kamu lama sekali di sana. Aku coba mencari, eh, b
Terlepas dari keindahan goa, Zhou mengamati lebih lanjut dinding goa. Bian yang jago membaca huruf Qin, bahkan Lu Xun dibuat bengong. "Memang kamu bisa membaca tulisan Qin?" Zhou mengangguk-angguk, menanti Bian yang sedang membaca. Dia mengulang ucapan Bian. "Jurus pernafasan, mata malam, juga kaki semut, sangat penting bagi pembunuh bayaran. Maka aku wariskan pada siapa saja yang memiliki keberanian untuk berbohong demi kebaikan. Jika semua jurus digabung, maka ahli k****u bisa menjadi bayang kematian bagi musuh." Selama Zhou membaca, Lu Xun tak henti memandang kagum juga menyaring ucapan itu. "Tunggu dulu," sela Lu Xun, membuat Zhou berhenti membaca. "Pernapasan … penglihatan … kaki lincah, ya! Kita bisa ke
Kendi arak berdiri di batu pinggir kali. Salju semakin tebal menghujani benda warna coklat tua itu.Deng Qiao berdiri memandang pusaran air yang seakan tak bosan berputar.Kejadian itu bagai kemarin baru terjadi. Tak terasa lebih dari lima bulan dia melakukan hal ini.Shi menaruh kendi arak ke sebelah kendi di batu kali, mengusir salju putih yang singgah di atas kendi. Dia berdiri menggandeng tangan Qiao, mengusap air mata yang mengalir di pipinya.Perlahan Qiao bersandar ke lengan pria jangkung di sebelah, sembari memeluk lengannya dengan erat.Beberapa bulan ini mereka saling berbagi kesedihan, saling menguatkan, menempuh laut derita bersama. Setidaknya dengan berdua mereka menjadi lebih kuat dan h
Beberapa hari berlalu setelah Bian dan Lu Xun memadu kasih dalam makam Lang Xiaoni. Sepasang kekasih itu tak malu mengumbar kemesraan. Setelah berlatih Zhou mencari ikan, sementara Lu Xun yang menyiapkan kayu bakar dan memasak.Walau kemampuan Lu Xun tidak sehebat Bian, tapi dia mampu menguasai dengan baik ilmu menahan napas juga jurus melihat dalam gelap.Kali ini Bian menguasai tubuh Zhou.Zhou duduk santai di dekat api unggun, bermain suling. Sementara Lu Xun manja memeluk lengannya.Zhou berhenti bermain suling. "Siap kembali ke atas sana?"Lu Xun diam. Sebenarnya dia nyaman berdua saja dengan kekasih yang merenggut mahkotanya ini, terlebih memikirkan aktifitas di atas sana bakal membuat mereka tak bisa bertemu lagi
Ledakan terjadi karena ulah Deng Ai dan para Bu.Beruntung Zhou berhasil keluar dari lubang dengan semangat. Dia mendarat di tepi sungai atas."Zhou!" teriak Deng Ai memeluk Shi.Para senior yang menangkap tiga serangkai Bu kaget, mengucek mata. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.Sementara Qiao hendak berlari memeluk Zhou, tapi pemandangan yang dia lihat.Lelaki yang dia cintai membopong gadis, dia tahu siapa Lu Xun. Gadis itu merangkul leher Zhou, enggan turun walau mereka sudah selamat.Perasaan Qiao campur aduk, hingga air mata tumpah. Beberapa bulan dia setia menaruh arak dan bunga di sini. Ketika yang lain yakin Zhou telah tiada, dia percaya
Setelah kehilangan semua pasukan, Cao Cao tidak tenggelam dalam kehampaan berlebih. Selama lima tahun dia berhasil memperluas wilayah dan membangun kekuatan militer di tanah tengah. Chenliu, Xuchang, Puyang, Wan, empat kota besar berada di bawah kekuasaannya setelah berhasil memperdaya para gubernur untuk memberi giok kuasa. Cao Cao tidak sungkan memakai bekas pasukan pemberontak Yellow Turban sebagai pasukan, yang dilatih sebagai pasukan Qing. Di bawah komando Xiahou Dun, mereka sangat buas hingga singa memilih menaruh cakar dan taring, kabur dari mereka. Siang ini keadaan Xuchang aneh. Semua orang di kota memakai kain putih untuk membalut pakaian mereka, juga memakai topi kain putih berekor panjang, mereka juga menggantung kain putih di setiap rumah, bahkan di depan gerbang kota dan tembok luar kota.