Berpasang-pasang burung rangkong terbang kembali ke sarangnya. Keriuhan mereka akan segera digantikan oleh satu dua kelelawar yang mulai muncul dan terbang cepat di sela-sela dedaun pohon buah-buahan hutan.Sore hari ini, gelap terasa lebih lambat menyergap. Terutama bagi ratusan sisa prajurit Sriwijaya di Delta Kematian yang terus-menerus dijemput malaikat maut. Racun Datuk Lepu dan tangan-tangan buas Pendekar Pisau Terbang, Cakar Macan, Siluman Serigala, seakan berperan jadi tangan-tangan haus darah milik malaikat pencabut nyawa. Jerit kematian, darah menganak sungai, dan tubuh-tubuh gosong manusia memenuhi setiap sudut Delta Kematian.Situasi makin kritis. Saat itulah dari kejauhan terlihat ratusan gugus perahu pasukan Sriwijaya yang dipimpin langsung oleh Pangeran Indrawarman muncul. Kehadiran gugus pasukan dengan puluhan senapati dan ribuan prajurit tersebut menerbitkan sedikit harapan di tengah keputusasaan.Mengetahui datangnya bala bantuan Sriwijaya, pertarungan sengit yang ter
Langkah cekatan Rajaputra Aruna dan Pisau Terbang taktis menembus guyuran anak panah. Sesekali, ketika langkah kaki keduanya harus menjadikan tubuh prajurit yang tewas sebagai pijakan. Puing papan dan balok sudah mulai jauh berkurang dibawa arus Sungai Komering.Hari mulai gelap. Matahari telah tergelincir dan menyerahkan tugasnya pada kegelapan malam.Serangan anak panah dari pasukan Sriwijaya mereda. Malam mulai menghalangi pandangan mereka.Pada perang konvensional di abad ketujuh, seluruh pasukan dan petarung yang terlibat pertempuran seharusnya telah menghentikan adu senjata dan beristirahat. Namun pengecualian sepertinya berlaku pada pertempuran di Delta Kematian.Sama sekali tak terlihat niat kedua belah pihak untuk mengendurkan serangan. Apalagi sampai menghentikannya. Semangat perang dsn saling menghabisi mereka malah makin berlipat ganda.Melalui pesan berantai, Rajaputra Aruna memerintahkan seluruh sekutu dan sisa pasukannya menumpuk kekuatan di dinding kiri Delta Kematian.
Ketika jarak Sadnya berada di hitungan puluhan depa, dalam kegelapan malam, Sadnya sudah berhasil melihat sosok Rajaputra Aruna dengan jelas.Ketajaman melihat dalam malam hari merupakan salah satu keistimewaan yang diwarisi Sadnya dari Ibu Harimau. Walaupun secara genetika Sadnya bukanlah seekor harimau, namun Ibu Harimau selama sepuluh tahun berhasil melatih seluruh panca indera Sadnya. Itulah yang menjadi bekal hidup Sadnya selama sepuluh tahun hidup di alam hutan bebas yang buas.Semua hal yang diajarkan Ibu Harimau ternyata berguna besar bagi Sadnya hingga hari ini."Rajaputra Aruna! Apa kabar?" Sadnya menyapa calon lawannya dengan menggunakan tenaga dalam. Anak muda yang jarang bicara tapi pandai meledek lawan-lawannya itu memang selalu memulai setiap pertarungan dengan tegur sapa. Pantang baginya untuk membokong dari belakang siapapun yang menjadi lawan.Rajaputra Aruna terkesiap mendengar getar teguran Sadnya. Matanya mencari kesana kemari. Samar-samar dikejauhan ia melihat se
"Siap Senapati Pendekar!" Pada meletakkan dayung dan mendekati Sadnya. Sebuah benda terbungkus kain putih tergenggam ditangannya."Babinya mana Senapati Pendekar hehe...?" canda Pada."Babinya? Itu yang sedang menyerang ke arah kita haha...!" jawab Sadnya dengan santai sambil menunjuk ke arah Datuk Lepu. Keduanya terus bergurau. Seperti tak sedang berhadapan dengan bahaya yang sebentar lagi sampai ke arah mereka.Canda keduanya terhenti ketika mereka mendengar Datuk Lepu berteriak kencang merapalkan mantera-mantera Ilmu Racun Menebar Kematian."Hooooiiii...demi roh para leluhurku! Racunku, racun jagat! Manusia terkena racun pasti kaku dan sekarat!""Hooooiiii...demi roh para leluhurku! Racunku, dibuat dalam sunyi! Manusia terkena racun pasti kaku dan mati!"Mantera-mantera itu diikuti dengan membumbungnya tubuh Datuk Lepu ke udara. Asap hitam tipis mulai melingkungi tubuh rentanya. Asap hitam itu kemudian makin menebal dan berkumpul di kedua telapak tangan dan cepat membentuk dua bola
Semua orang yang mengetahui Sadnya terpental karena serangan gelap Datuk Lepu, jerih membayangkan akibat dari serangan itu. Benak mereka dipenuhi dengan bayang-bayang sebuah tubuh manusia yang hitam terbakar. Mungkin lebih mirip zombie daripada sekedar mayat gosong.Gempita dan semangat pasukan Sriwijaya yang baru saja bangkit jadi padam kembali. Diperahunya, dengan wajah geram dan gigi bergemeletuk, Pangeran Indrawarman menahan emosi. Ia bergeming dan mengumpat perlahan, "Dasar dukun culas! Serangan Datuk Lepu sungguh licik dan tak bisa dimaafkan!"Senapati Madya Arsa yang berada di sebelah Pangeran Indrawarman, segera melakukan tindakan pertahanan untuk melindungi Pangeran Indrawarman, Permaisuri Sobakencana, dan Selir Laksita."Seluruh pasukaaaan...! Bentuk formasi cakrabyuhaaaa...!" perintah itu segera diikuti dengan gerakan puluhan perahu pasukan Sriwijaya membentuk sebuah lingkaran berlapis-lapis untuk melindungi seluruh anggota Kedatuan Sriwijaya. Kalau hanya prajurit biasa yan
"Bum...! Buuum...!"Ledakan dasyat terjadi saat bola api Datuk Lepu melumat tubuh Sadnya tanpa ampun."Duar...! Blaaar...!"Bola api beracun yang dilemparkan Datuk Lepu terus menimbulkan ledakan menggelegar.Mulanya dari kejauhan Sadnya terlihat menggerakkan dan menempatkan kedua tangan di atas kepala. Tapi gencarnya serangan bila api merah kebiruan Datuk Lepu membuat Sadnya tak punya banyak kesempatan baginya untuk mengeluarkan jurus harimau mencari mangsa."Blar...! Blar...! Buuum...!" ledakan besar terus terjadi.Gelora api dari ledakan besar serangan Datuk Lepu membuat tubuh Sadnya tak terlihat lagi. Seluruh pasang mata di Delta Kematian hanya mampu melihat ledakan bola api yang bertubi-tubi menelan tubuh Sadnya. Mengurung dan melumatnya seperti lidah api memangsa pada ilalang keting. Sementara perahu yang dinaikinya telah hancur berkeping-keping.Pada yang tadinya tenang menjaga keseimbangan dan arah perahu juga terpental jauh dan jatuh ke Sungai Komering.Beberapa prajurit Sriwi
Sadnya sadar penuh jika kondisi pertahanannya mulai memburuk. Kini ia merasakan aliran darahnya mulai kacau tak beraturan. Efeknya, ia konsentrasi Sadnya mulai pudar.Satu hal lain juga menggelisahkan Sadnya. Benturan dua kekuatan besar yang bertubi-tubi dan menghasilkan ledakan besar, makin lama makin membuat siapapun yang berada di sekitar area pertarungan Sadnya dan Datuk Lepu terancam jiwanya. Termasuk keluarga Kedatuan Sriwijaya. Kapanpun, nyawa Pangeran Indrawarman dan Permaisuri Sobakencana bisa tersambar dan mati sia-sia.Sebelum konsentrasinya makin memburuk, Sadnya segera mengambil keputusan."Aku harus segera keluar dari lingkaran serangan bola api beracun laknat ini! Aku harus menjauhi Delta Kematian supaya tak membahayakan Pangeran Indrawarman dan Permaisuri Sobakencana!" gumam Sadnya pada diri sendiri. Ucapan itu kemudian diikuti oleh upaya Sadnya meningkatkan konsentrasi dan penyaluran energi pada kedua telapak tangan.Sadnya tetap menyilangkan kedua tangan di atas dahi
Saat Sadnya mengeluarkan benda yang terbungkus kain hitam ditangannya, Rajaputra Aruna terperangah. Ia sama sekali tak percaya dengan kenyataan yang dilihatnya. Anak Selir Laksita itu benar-benar terkejut melihat benda pusaka di tangan Sadnya."Demi Ruh Para Leluhur! Benarkah itu Golok Melasa Kepappang? Lalu benda macam apa yang kupegang ini?" batin Rajaputra Aruna dalam hati. Mata dan pikirannya terpecah. Kebingungan menguasainya.Rajaputra Aruna sontak tak menghiraukan pertarungan hidup mati Sadnya dan Datuk Lepu yang makin brutal. Mata pemuda ambisius berwatak culas itu lebih fokus menatap teliti golok di tangan kanannya. Ia tak habis pikir, mungkinkah Golok Melasa Kepappang itu palsu?Dahi Rajaputra Aruna berkernyit. Tajam ia perhatikan tiap jengkal golok ditangannya dengan teliti. Begitu terus berulang-ulang."Aaaah...tak ada yang berbeda? Tak ada cacat sama sekali. Ini Golok Melasa Kepappang yang berkali-kali kulihat dari Paman Balin! Drama apa yang dibuat oleh senapati kapiran