Tapi aku semakin penasaran untuk segera bisa melumat-lumat rudal gila ini. Yah, aku harus bisa mengontrol emosiku, aku tidak boleh gugup, aku harus tenang, biar aku benar-benar bisa menikmati rudal kenyal ini dengan penuh khidmat, hihihi ... kok khidmat sih ... idih ... si Galuh kaya mau berdoa aja,' gumam Galuh nampak mulai bisa mengendalikan emosinya. Yah Galuh memang mulai bisa menguasai perasaannya, dia yang sejak tadi masih terlihat gugup kini nampak mulai sudah bisa tenang.
'Benar-benar gila ukuran rudal milik Tuan Darso ini, kira-kira muat enggak ya mulutku ini untuk menampungnya?' ujar Galuh dalam hati.
'Tapi aku semakin penasaran untuk segera bisa melumat-lumat rudal gila ini. Yah, aku harus bisa mengontrol emosiku, aku tidak boleh gugup, aku harus tenang, biar aku benar-benar bisa menikmati rudal kenyal ini dengan penuh khidmat, hihihi ... kok khidmat sih ... idih ... si Galuh kaya mau berdoa aja,' gumam Galuh nampak mu
Namun bukannya melepaskan seperti yang diharapkan oleh si Darso, si Galuh malah kembali memasukkan tombak tumpulnya si Darso itu semakin dalam masuk ke mulutnya, dan karena saking panjangnya tombak tumpulnya si Darso itu, meski Galuh telah memasukkan hingga hampir menyentuh tenggorokan, namun nampaknya belum semuanya tombak tumpulnya si Darso itu bisa masuk ke dalam mulut si Galuh, dan masih tersisa beberapa centimeter.Namanya juga tombak tumpul, yang apabila sudah mau memuntahkan lahar kental, maka tidak bisa lagi untuk ditahan-tahan, dan akhirnya memang benar dengan diiringi suara mengerang yang panjang karena kenikmatan yang memuncak "Aaahhh ..." lahar kental itu pun benar-benar berhamburan dalam mulut si Galuh, dan karena saking banyaknya lahar tersebut, maka mulut Galuh pun sampai penuh terisi lahar hangat putih nan kental itu.Dan karena saking banyaknya pula, maka banyak juga lahar hangat nan kental itu yang akhirnya tertelan oleh Galuh hingga
Begitu Darso mau memasukkan jarinya ke belahan gundukan kecil itu tiba-tiba Galuh langsung memegang jari Darso sambil berucap, "Kang Darso ... kok pakai jari sih ...?" tanya Galuh dengan suara yang lembut nan manja."Kenapa gak pakai tombaknya Kakang saja ...? Kan sudah mulai keras lagi ...?" ujar Galuh sambil melirik ke arah tombak tumpulnya Darso yang memang sudah tegang dan terlihat sedang mengangguk-angguk pelan itu. Dan begitu mendengar perkataan Galuh seperti itu Darso pun langsung tersenyum, sesaat dia pandangi wajah wanita cantik itu, lalu dengan suara yang lirih Darso berkata."Sekarang pakai ini dulu sebagai permulaan, nanti baru intinya pakai tombak tumpul ini ...""Ya sudah kalau begitu, terserah Kakang sajalah, yang penting bikin aku puas lho ya ..." balas Galuh yang nampak memilih untuk pasrah.Akhirnya Darso pun mengangkat tangan Galuh yang sedari tadi memegangi jarin
Karena kedua-duanya sudah sama-sama mengeluarkan cairan kentalnya maka untuk ronde yang kali ini nampak begitu terkesan lebih lama untuk mencapai puncak klimaksnya.Dan setelah beberapa lama menggoyang namun belum juga mencapai puncak klimaks, lalu Darso pun berinisiatif untuk merubah posisi, namun sebelum mencabut tombak tumpulnya itu Darso nampak ingin memberi tahu dulu kepada si Galuh."Kita ubah posisi ya ...?" bisik Darso lirih."Iya Kakang ..." timpal Galuh menurut.Lalu dengan perlahan Darso pun mencabut tombak tumpulnya itu dari lobang kenikmatannya si Galuh, dan setelah itu dia meminta Galuh untuk berganti posisi dengan gaya nungging dengan hanya memberi isyarat membalikkan telapak tangan. Dan karena memang sudah cukup berpengalaman dalam urusan mantap-mantap maka ketika Darso memberi isyarat seperti itu Galuh pun langsung faham, lalu dengan tidak pakai nunggu lama akhirnya Galuh
Setelah menemukan kata sepakat, masih dari tempatnya itu Darso dan Galuh mendengar cekcok terjadi di bilik tempat Darto dan Ranti berkencan, dan nampaknya keributan pun juga terjadi diantara mereka berdua, dan tentu penyebabnya pun juga sudah bisa ditebak, namun sepertinya mereka berdua belum menemukan kata sepakat.Mendengar keributan yang dialami oleh sahabatnya itu lalu Galuh pun merasa perlu ikutan campur untuk segera bisa membantu mereka menemui kata sepakat seperti yang sudah dia lakukan bersama Darso. Lalu Galuh pun bilang ke Darso untuk menemui sahabatnya itu."Kang Darso tunggu saja disini, saya akan menemui mereka berdua," ujar Galuh sambil bergegas menuju ke bilik yang berada tepat di depan bilik yang dia tempati itu. Dan benar saja tidak lama setelah Galuh menemui mereka berdua akhirnya suara keributan itu pun sudah tidak terdengar lagi, dan selanjutnya setelah merasa menemukan kata sepakat Darso dan Darto pun mohon diri untu
Pemuda yang memiliki nama Panja itu nampak mulai merasa grogi, namun karena dia merasa sebagai orang yang dianggap pemimpin oleh teman-temannya, akhirnya dia pun mencoba memberanikan diri untuk melangkah maju."Hai, kalian berdua ini sebenarnya manusia atau siluman? Kampung kami tidak mau kedatangan perusuh seperti kalian ini," ujar pemuda yang bernama Panja itu.Mendengar ucapan Panja seperti itu, Darto yang memang sudah mulai marah itu langsung melangkah mendekat, dan begitu sudah berhadapan dengan Panja yang hanya memiliki tinggi di bawah pundaknya itu, Darto pun langsung memegang kedua rahang pemuda itu dengan tangan kanannya. Dan karena saking kuatnya cengkeraman tangan Darto, maka Panja pun langsung berteriak kesakitan."Aduhh! Aduhh! Aduhh ...! Lepas ...!" teriak Panja kesakitan dan meminta untuk supaya dilepaskan. Namun si Darso bukannya melepaskan, dia malah mengangkat rahang pemuda itu ke atas.
"Eh, eh, eh ... disini ini tidak ada warung dan tidak ada juga penginapan, tapi kalau tempat mandi banyak. Nak Darto pingin mandi di mana? Kali ada, air terjun ada, curug ada, sendang juga ada," jawab nek Mirah dengan sangat rinci, hingga membuat muka Darto makin bertambah kecut karena menahan malu."Gak ada penginapan Nek? Lha terus biasanya kalau ada orang asing yang datang kemari dan kemalaman kaya kita ini biasanya nginep nya di mana?" tanya Darto menyela."Ya kalau gak di rumah warga seperti Nenek ini ya biasanya di balai dukuh dan biasanya orang yang menginap di balai Dukuh itu orang yang sudah bertemu dengan kepala kampung ini," terang Nenek Mirah."Oh gitu ... ya, ya ..." sahut Darso sambil manggut-manggut."Ya sudah saya tinggal kebelakang dulu, nak Darto dan nak Darso silakan menikmati ketela dan tehnya," ujar nek Mirah sambil terus melangkah ke dapurnya.&nbs
Mendengar perkataan dari dua tamunya itu Nenek Mirah pun tertarik untuk mengomentarinya."Kok ada nama Ranti, Galuh, Sumi terus siapa lagi itu tadi ...?" sela sang Nenek."Darsini Nek," timpal Darto terlihat agak malu-malu."Kok banyak amat, memang siapa mereka-mereka itu Nak Darto?" tanya Nenek Mirah yang nampak masih memiliki jiwa kepo itu."Anu Nek, mereka itu saudara dan teman-teman kita, jadi kemaren itu kita berdua kan sempat menggunakan barang-barang mereka, dan belum sempat kita bayar dan kita janji bayarnya ya sepulang dari mencari daun racun maculata ini, lha ini gak tahunya malah jadi kacau seperti ini," tutur Darto terlihat sangat panik."Oh gitu ... memangnya saudara kalian itu jualan apa to? Kok kalian sampai hutang-hutang gitu?" kepo sang Nenek terus berlanjut.Mendengar pertanyaan dari orang yang sudah menol
"Pokok tadi itu aku sudah menyuruh Pranata dan Pranayan untuk datang kemari pagi-pagi, sebelum acara sesembahan itu dimulai mereka berdua sudah aku minta untuk datang, karena aku yakin dua orang asing itu akan datang juga ke acara sesembahan besok itu," jawab Panja yang terlihat sudah memiliki sebuah rencana."Lalu apakah kamu mau menyerang mereka berdua di acara sesembahan itu?" tanya temannya lagi."Ya itu kita lihat saja besok, kalau sekiranya itu memang harus, ya apa boleh buat ...? Aku harus membuat mereka berdua malu, sebagaimana mereka telah membuat malu padaku seperti tadi sore itu," timpal Panja dengan raut muka yang menaruh dendam.Waktu terus bergulir, dan tidak terasa bahwa malam sudah mendekati pertengahan, nampak Panja dan para pemuda teman-temannya itu juga ingin segera istirahat, mereka nampak tidak ingin bangun kesiangan dan datang telat di acara sesembahan besok pagi.&nbs