Namun kejadian yang serupa dengan Bagaspati pun kembali terulang, setelah berkali-kali menghujani tubuh Eyang Reksa dengan tombaknya itu dan sama sekali tidak bisa melukai, akhirnya tombak dan tubuhnya pun juga ikut hancur dan terbakar.
Sementara itu melihat kedua temannya telah hancur lebur tewas menemui ajalnya dengan sangat mengenaskan, Jakawulung yang sedaritadi masih berdiri ditempatnya itu, kini bermaksud untuk menyelamatkan diri.
'Benar-benar luar biasa pertapa sakti itu. Aku tidak mau mati konyol seperti Kolonyowo dan Bagaspati, lebih baik aku menyelamatkan diri saja,' ucapnya dalam hati.
Namun karena masih merasa penasaran dengan tubuh manusia sakti si Eyang Reksa Jagat, maka Jakawulung pun bermaksud untuk bersembunyi dibalik bongkahan batu dan semak-semak sambil mengawasi tubuh Eyang Reksa itu.
Dan dari tempatnya sembunyi Jakawulung melihat tubuh Eyang Reksa mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan, dan tidak lama kemudian jasad Eyang Reksa Jagat itu nampak bergerak-gerak.
Melihat itu Jakawulung pun mengira kalau mayat Eyang Reksa Jagat itu hidup kembali.
"Oh ... benarkah yang aku liat ini? Apakah Eyang Jagat bisa hidup kembali?" tutur Jakawulung dengan mata melotot, seolah masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Terfikir oleh Jakawulung kalau sampai Eyang Reksa Jagat hidup lagi pasti akan menyerangnya juga.
Sambil merasa ketakutan karena khwatir kalau dia juga akan bernasib tragis seperti kedua temannya itu, Jakawulung terus mengawasi tubuh Eyang Reksa Jagat itu dari tempatnya bersembunyi.
Namun setelah diamati dengan seksama bergeraknya tubuh Eyang Reksa itu tidak menunjukkan bahwa jasad pertapa sakti itu hidup kembali, melainkan seperti ada sesuatu yang menggerakkan.
'Lho kok aneh, gak ada angin gak ada orang, tubuh pertapa itu kok bisa bergerak?' tanyanya keheranan.
Jakawulung pun semakin merasa takjub manakala melihat tubuh Eyang Reksa itu tiba-tiba terangkat ke udara.
Sesaat jasad pertapa sakti itu nampak berputar-putar di udara sebelum akhirnya terbang perlahan memasuki Goa.
Dan begitu jasad sakti itu masuk ke dalam, suasana Goa yang semula gelap gulita itu berubah menjadi terang karena adanya cahaya dari tubuh Eyang Reksa Jagat.
Melihat itu Jakawulung pun merasa semakin penasaran, lalu diapun melangkah dengan mengendap mengikuti jasad Eyang Reksa masuk ke dalam Goa.
Meskipun perasaannya masih diliputi rasa takut namun Jakawulung tetap memberanikan diri untuk terus mengikuti jasad pertapa sakti itu.
Karena keadaan dalam Goa yang berkelok-kelok ditambah dasarnya banyak batu tajam yang berserakan membuat Jakawulung harus berhati-hati dalam menginjakkan kakinya.
Beda halnya dengan jasad Eyang Reksa yang terus bergerak terbang dengan tenangnya meskipun jalanan berbatu dan berkelok laksana pedati yang dikendalikan oleh kusir.
Jasad sakti itu masih terus terbang masuk semakin dalam ke dalam Goa, hingga akhirnya berhenti di atas sebuah batu yang berada di sebuah ruangan yang cukup besar yang berada dalam Goa tersebut.
Jakawulung melihat jasad Eyang Reksa itu nampak bersih dan bersinar, meskipun tadi sempat bertarung namun tidak nampak bekas-bekas kotor apapun yang menempel pada tubuh sakti itu.
Berbeda jauh dengan keadaan tubuhnya yang berpeluh, kotor, dan baju yang robek dibeberapa bagian.
Setelah merasa cukup melihat dan mengamati mayat pertapa sakti itu Jakawulung pun memutuskan untuk kembali keluar dari dalam Goa.
Lalu diapun melangkah dengan agak gontai dikarenakan sudah merasakan lelah, dan sesaat kemudian sampailah dia di mulut Goa.
Namun setelah tiba di situ terkejutlah Jakawulung begitu melihat pintu Goa telah tertutup oleh sebuah yang sangat besar.
Dan karena saking besarnya Jakawulung pun merasa tidak yakin kalau dia bisa mendorongnya, sebenarnya sebagai seorang pendekar dia pun berpikir akan menggunakan kesaktiannya untuk mencoba menggeser batu tersebut.
"Oh ... sungguh-sungguh aneh, dari mana asalnya batu besar ini? Kok tiba-tiba ada di sini?" Ujar Jakawulung yang merasa bingung atas keberadaan batu besar itu.
"Bagaimanapun juga aku harus mencoba untuk menggeser batu ini dari mulut Goa. Aku tidak mau terkurung dan mati konyol di sini," ucap Jakawulung.
Kemudian Jakawulung nampak memasang kuda-kuda untuk bersiap menggeser batu itu, lalu dengan sekuat tenaga dia mendorong batu itu.
"Hiiiiiaaaaattt ... hiiiiiaaaaattt ... hiiiiiaaaaattt ..." suara Jakawulung mengerang dan meraung-raung terus menerus.
Namun sampai tenaganya terkuras batu itu tidak bergerak sedikitpun.
Dalam keadaan lunglai tubuh Jakawulung pun roboh di lantai Goa, lalu dalam perasaan yang sedih dia terlihat menangis.
"Oh Dewa Jagat Batara ... ampunilah dosa-dosa hamba ... tolonglah hambamu ini ... selamatkan lah hamba dari kebinasaan yang hina ..." suara Jakawulung terdengar parau.
Karena saking lelahnya akhirnya Jakawulung pun terlelap.
Dan di dalam tidurnya itu Jakawulung bermimpi bertemu dengan Eyang Reksa Jagat, dia melihat seolah pertapa sakti itu berdiri di pinggir telaga yang sangat jernih airnya.
Dia yang merasa kehausan itu mencoba memanggil nama Eyang Reksa.
"Eyang Reksa Jagat ... Eyang Reksa Jagat ... tolong aku ..."
Mendengar panggilan Jakawulung lalu Eyang Reksa Jagat pun menoleh.
"Eyang Reksa Jagat ... maafkan aku ... tolong maafkan ... aku mengaku bersalah ... aku tidak bermaksud membunuhmu ... aku hanya diajak oleh Kolonyowo ..." suara Jakawulung merengek memohon ampun.
Nampak Eyang Reksa Jagat meraih sebuah wadah yang berbentuk seperti cawan kemudian mengisinya dengan air telaga itu, dan langsung berjalan mendekati dirinya.
"Minumlah ..." Eyang Reksa mengulurkan wadah itu, dan kemudian kembali ke tempatnya semula.
Setelah menerima wadah itu Jakawulung pun langsung segera meminumnya.
"Kalau kau ingin kembali kuat datanglah padaku," ujar Eyang Reksa.
Lalu kemudian Jakawulung pun melangkah maju mendekati Eyang Reksa Jagat.
Namun begitu hampir mendekat tiba-tiba tubuh Eyang Reksa itu menghilang.
Twing ...
"Lho kemana perginya Eyang Reksa tadi?" tanyanya kebingungan.
"Eyang Reksa ... Eyang Reksa ... Eyang Reksa ..." seru Jakawulung memanggil Eyang Reksa yang telah menghilang.
Berulang-ulang Jakawulung memanggil Eyang Reksa hingga akhirnya dia terbangun karena mendengar teriakannya sendiri.
"Oh rupanya aku mimpi,"
Lalu Jakawulung pun duduk, dan begitu dia hendak mau bangun dia seperti merasa lebih segar dan kembali bertenaga.
"Hah! Aku kembali kuat. Tenagaku pulih kembali," ucapnya nampak kegirangan.
Kemudian dia pun mencoba untuk berdiri, dan memang benar, kini dia merasa kalau kekuatannya telah pulih kembali dan bahkan malah semakin kuat.
Keesokannya Jakawulung bermaksud untuk mendorong batu itu lagi.
Hep! Hiiiiiaaaaattt ... Regh ... Regh ...
Nampak batu itu sedikit bergerak kira-kira satu jari, dari celah itu sinar matahari pun bisa masuk ke dalam Goa.
Melihat usahanya membuahkan hasil, Jakawulung pun kembali mencoba mendorong batu itu lagi, dan setelah dicoba berkali-kali hingga sore hari batu itu telah berhasil bergeser dan menghasilkan celah kira-kira bisa untuk mengeluarkan tangan saja.
Karena sudah berusaha seharian Jakawulung merasa lelah dan akhirnya diapun tertidur.
Seperti malam kemarin, malam ini pun dia kembali bermimpi bertemu dengan Eyang Reksa lagi, namun kali ini tidak berada di pinggir danau melainkan di pinggir sebuah jurang.
"Eyang Reksa ... tolong aku ..." panggil Jakawulung.
Nampak Eyang Reksa Jagat hanya menoleh sambil berucap.
"Kalau kau ingin mendapatkan kekuatan datanglah padaku," ujar Eyang Reksa sambil memalingkan wajah menghadap ke dalam jurang.
"Eyang Reksa mau kemana?"
"Aku mau menolong orang yang terjatuh ke dalam jurang," jawab Eyang Reksa sambil melompat ke dalam jurang.
"Eyang Reksa ..." teriak Jakawulung dengan kerasnya hingga diapun terbangun karena mendengar suaranya itu.
Bersambung ...
Lalu begitu terbangun jakawulung melihat sinar rembulan dari celah batu yang berhasil dia geser kemarin.Kemudian dia pun bangkit dan berjalan mendekati celah itu."Oh ... kiranya ini sudah hampir fajar, semalam aku tertidur pulas sekali dan badanku sekarang terasa sakit dan pegal-pegal," tutur Jakawulung dengan mata menerawang keluar goa.Lalu diapun menghentak-hentakkan kakinya ke lantai goa sambil mengibas-ngibaskan tangan untuk sekedar melemaskan otot-otot."Perutku terasa lapar sekali sudah dua hari ini aku belum makan," ujarnya sambil kembali duduk bersandar pada batu yang menutup mulut goa itu."Eyang Reksa ... kenapa semalam engkau tidak memberiku minum seperti kemarin? Andai saja engkau memberiku minum tentu hari ini aku bisa melanjutkan mendorong batu ini," ujar Jakawulung sambil menatap langit-langit goa yang mulai terlihat karena dapat sorot dari celah batu.
Namun dia tidak merasa sakit sedikit pun apalagi terluka. Tidak sama sekali.Setelah tubuh dan kepalanya menghantam dinding Goa itu, Jakawulung seperti tersadar dari kegilaannya, dia bahkan merasa sangat malu dengan mayat sakti itu, karena baru saja dia telah lancang dan berani untuk menendang mayat Eyang Reksa Jagat, padahal kekuatan yang dimilikinya juga berasal dari mayat sakti itu.Dan dia juga telah sadar bahwa untuk sekedar menyentuhnya pun dia tidak akan pernah bisa apalagi sampai menendang.Bahkan dia sendiri juga sudah merasakan ganjaran dari tindakan kurang ajarnya itu."Oh iya, dari pada aku menghancurkan tembok dan bebatuan ini bukankah lebih baik aku menghancurkan batu yang menutupi mulut Goa itu? Yah, aku akan coba menghancurkan batu itu," ujar Jakawulung sambil bergegas menuju ke mulut Goa.Dan tidak lama kemudian Jakawulung pun sudah berdiri di depan bat
Dia berjalan menyusuri jalanan desa, meskipun mukanya sudah ditutupi dengan cadar dia terlihat masih menundukkan kepala sepanjang perjalanannya itu.Dan setibanya di pasar Biswara langsung mencari Nenek Tlenik."Oh itu rupanya Nenek Tlenik, aku akan langsung saja ke sana," tutur Biswara sambil berjalan menghampiri wanita tua itu. Dia yang semula bermaksud menitipkan dagangannya itu, kini malah ingin menjualnya sendiri.'Lebih baik aku jual sendiri saja dagangan ku ini, aku gak mau ngerepotin Nenek Tlenik,' ucapnya dalam hati."Nek... aku ikut jualan disini ya?""Lho ini tempat jualannya Pak Sumitro dan Mbok Jamban...""Iya Nek.. tapi saya sudah minta ijin," balas Biswara."O ya sudah kalau gitu, silahkan saja, memang Pak Sumitro dan istrinya kemana to Ngger...?" tanya Mbok Tlenik."Beliau
Dan tidak lama kemudian asap yang berbentuk macan itu pun menyingkir dan tiba-tiba hilang.Setelah itu Biswara pun segera melangkah masuk ke dalam Goa, dan begitu sampai di ruangan tempat jasad Eyang Reksa berada Biswara melihat ada seorang laki-laki yang sedang tergeletak tidur dilantai.'Oh ... ini rupanya pendekar yang di maksud oleh Eyang Reksa, kasihan sekali. Dia terlihat sudah kumuh sekali, rambut, jenggot dan kumisnya juga sudah memanjang,' ucap Biswara dalam hati.'Dia nampaknya benar-benar tidur dan sama sekali tidak mengetahui kedatanganku. Yah ... lebih baik orang ini segera aku bangunkan saja.'Kemudian Biswara pun segera duduk berjongkok di samping Jakawulung yang sedang tidur dengan pulsanya itu dan langsung membangunkannya."Pak ... bangun Pak ... Pak tua ... bangun ..." ujar Biswara sambil memegang kaki orang tua yang tidak lain adalah Jakawulung si pen
"Jadi gini Tuan, soal matinya Eyang Reksa itu bukan karena Tuan Jakawulung dan kedua teman Tuan itu yang telah membunuhnya ...""Lha wong saya ikutan menyergap kok! Dan waktu itu eyang Reksa langsung jatuh ketika kita akan menggabungkan Ajian Parjanya Astra ..." terang Jakawulung nampak kukuh dengan pendapatnya itu."Lha kalau memang benar yang membunuh Eyang Reksa adalah Tuan-tuan bertiga, lalu kenapa kedua teman Tuan itu malah terbunuh dan hancur tubuhnya setelah Eyang Reksa menjadi mayat?" tanya Biswara membungkam pendapat Jakawulung."Lha iya itu yang saya tidak habis pikir sampai saat ini," jawab Jakawulung nampak terlihat bengong."Hehehe ... jadi gini Tuan Jakawulung ... kalau Tuan ingin tahu kejadian yang sebenarnya ...""Iya, iya gimana kejadian yang sebenarnya?" sahut Jakawulung sambil membenahi posisi duduknya."Sebelum Eyan
"Mungkin sudah tiba saatnya aku untuk mati ...""Jangan bilang begitu Kanda Raja, saya kira penyakit Kanda Raja masih bisa disembuhkan ...""Saya akan tetap mengusahakan bagaimana mana caranya Kanda Raja bisa sembuh, saya akan menyuruh Senopati Adhinata untuk mencari mayat sakti seperti isyarat yang kudapatkan lewat meditasi kemarin malam," tutur Permaisuri Bhanuwati."Terus masalah urusan negara bagaimana? Aku tidak ingin membebani rakyat dengan pajak atau upeti dalam hal apapun," titah Raja Jayantaka."Iya Kanda Raja, kemarin saya juga sudah memerintahkan kepada Paman Patih Badrika untuk mengumpulkan para punggawa Kerajaan guna membahas masalah ini, dan nanti akan saya sampaikan kalau masalah pajak itu hanya akan dibebankan kepada semua para pejabat saja, mulai yang ada dilingkungan istana sampai ketingkat lurah yang ada di desa-desa dengan disesuaikan tingkatannya dan kondisi wilayah masing-masing," t
"Baiklah Gusti Ratu kalau begitu saya akan berangkat sekarang untuk mencari mayat sakti seperti yang Gusti Ratu Bhanuwati maksud.""Bagus Senopati Adhinata, aku percaya padamu, doaku menyertaimu semoga kamu berhasil.""Sendiko dawuh Gusti.""Berangkatlah ...!"Lalu kemudian Senopati Adhinata pun langsung bergegas ke rumahnya untuk sekedar mengambil beberapa perlengkapan yang mesti dibawanya, dan karena dia memang masih hidup sendiri alias masih belum punya istri maka dia hanya berpamitan kepada pelayan dan prajurit penjaga saja."Hei, prajurit dan pelayan ... kemarilah ...!"Lalu prajurit penjaga yang berjumlah tiga orang dan dua pelayan perempuan itupun bergegas mendekat memenuhi panggilan Sang Senopati."Iya Gusti Senopati ... ada titah apa yang harus kami lakukan?" jawab prajurit sembari menundukkan kepalanya."Aku akan memberi
Setelah memperhatikan para murid Ranggawuni yang sedang berlatih, Senopati Adhinata tidak melihat sahabatnya ada di situ, lalu kemudian dia mendekati para murid yang terlihat sedang duduk istirahat.Dan begitu melihat ada orang asing yang hendak menghampirinya, murid yang sedang duduk itu pun langsung berdiri."Ada perlu apa Tuan? Ada yang bisa dibantu?""Ee... maaf saya mau ketemu guru kalian Tuan Ranggawuni. Apakah beliaunya ada?""Tuan guru Ranggawuni sedang pergi Tuan, saya ditugaskan untuk mengawasi para murid yang sedang berlatih.""O begitu, apakah Dimas tau Tuan Ranggawuni perginya kemana?""Tuan guru Sedang pergi ke hutan berburu, apakah Tuan ada perlu? mungkin nanti bisa saya sampaikan, atau mungkin Tuan mau menunggu Tuan Guru Ranggawuni pulang?""Ya, saya akan menunggu sampai guru kalian pulang, karena saya ada keperluan yang sangat penting dengan Tuan Ranggawuni""Oiya kalau begitu silakan duduk dulu Tuan."