Arshaka bergegas lari kala mendengar Nandini mengalami kejang. Berbeda dengan Xavier yang berdiri mematung, shock tentu saja. Pria itu tidak menyangka jika perbuatannya akan berakibat fatal pada gadis itu. Lamunan Xavier buyar, kala melihat Arshaka dengan tergesa membawa Nandini dalam gendongannya. Wajahnya terlihat sangat panik, hingga pria itu tidak memperdulikan keberadaan adiknya. Arshaka melesat menuju mobilnya yang masih terparkir cantik di depan halaman Mansion itu, para maid juga ikut khawatir walau bagaimana pun Nandini adalah nona yang baik untuk mereka. "Paman! Cepat buka pintu mobilnya!" Teriak Arshaka. Jordhan pun dengan segera membukakan pintu. Arshaka langsung masuk, dan supir pun melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Mereka pun akhirnya sampai di rumah sakit milik keluarga Romanov yang ada di sana. "Suster! Dokter!" Teriak Arshaka tepat di lobby rumah sakit. Para medis yang melihat kedatangan sang putra dari Tuan Romanov pu
Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Arshaka memilih untuk kembali ke rumah sakit. Apa yang di katakan Xavier terhadap sang kakak berbanding terbalik dengan hatinya. Tentu dia tidak rela jika Nandini jatuh ke tangan kakaknya. "Dasar brengsek! Adik brengsek! Jika aku tahu dia akan berlaku seperti sekarang, sudah ku suruh dia masuk kembali ke perut ibu," ucap Arshaka random. Seorang pria memakai kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya sedang mengawasi rumah Abrian. Pria itu tampak serius memandangi rumah tersebut. Hingga ia melihat seorang wanita paruh baya keluar dari rumah itu. Wanita itu memasuki mobilnya. Dandanannya sangat mencolok. Tidak sesuai dengan usianya, pria tersebut bergidik ngeri membayangkan jika ia di kejar-kejar oleh mahluk seperti itu. "Hii ngeri juga, jika aku di kejar-kejar mahluk seperti itu. Lebih menyeramkan daripada setan," ucapnya sambil bergidik ngeri. Lalu pria itu melangkah mendekati rumah itu. Tak lama ada s
Seorang gadis yang memakai baju kurang bahan nan sexy tampak berjalan berlenggak lenggok. Bak seorang model papan penggilesan. Gincu tebal berwarna merah terang bak cabe yang menempel di atas bibir. Kacamata hitam bertengger di hidung oplasannya. Kulit putih itu tampak pucat kala tersinari oleh matahari. Membuatnya menutup mata silau. "Akhirnya sampai juga aku di kota ini," lirih Meylan. Ya wanita yang baru saja tiba di bandara itu adalah Meylan. Akhirnya ia kembali dari pelariannya. Di tengah langkahnya, ia nampak menghubungi sang kakak. "Hallo, kak!" Ucap Meylan kala sambungan teleponnya di angkat. "Kakak nggak jemput aku di bandara, Kak?" Tanya Meylan. "Kakak sibuk! Naiklah taxy ke rumah, jangan menungguku!" Jawab Abrian di seberang sana, tanpa menunggu jawaban dari Meylan pria itu memutuskan sepihak sambungan teleponnya. Meylan menghala nafasnya kasar. Kakaknya terlihat berubah sejak kepergiannya. Meylan dapat merasakan hal itu.
Abrian menatap nanar pada gadis yang sedang terbaring di atas brankar pasien. Jordhan menepi memberikan ruang untuk pria itu. Ingin sekali Abrian membawa pergi Nandini, tapi ia tidak ingin mengambil resiko. Abrian tahu bagaimana jika Xavier marah. Pria itu akan dengan sangat menjadi kejam. Dan Abrian tidak ingin jika Nandini lagi yang menjadi korban kekejaman Xavier, jika dirinya bisa menggantikan penderitaan Nandini tentu dengan sangat senang hati Abrian akan sangat rela berkorban. "Sayang," sapa Abrian ketika ia duduk di samping sang adik. "Hei, kakak kembali, maafkan kakak karena beberapa hari yang lalu tidak pernah menemuimu lagi di rumah suamimu. Karena kakak sedang sibuk. Sekarang di saat kakak kemari untuk menjengukmu! Kamu malah kembali terbaring di sini," ucap Abrian lirih. Saat ini, Nandini sedang tertidur setelah meminum obat. Abrian mengambil tangan yang kecil itu. Hatinya tersayat kala mengingat bagaimana menderitanya Nandini. "Sayang,
Suara tamparan itu terdengar menggema di ruangan tengah kediaman Wijaya. Abrian menatap datar ibunya. Hubungan keduanya pun renggang semenjak kejadian pernikahan antara Xavier dan Nandini. Abrian muak dan jengah. Perilaku ibunya membuatnya benci. Dan sekarang kelakuan Meylan pun sudah di luar batas. "Pukul saja bu, sampai kau puas! Tapi ingat satu hal bu, kelak apa yang ibu lakukan pada Nandini pasti akan berbalik pada ibu. Bertobatlah bu, sebelum terlambat. Jangan sampai kelak ibu menyesal," ucap Abrian dingin. Lalu ia beranjak dari sana. Abrian sudah memutuskan jika ia tidak akan tinggal lagi di sana. Ia memutuskan akan tinggal di apartemen saja. Abrian hanya berharap, jika ibu dan adiknya akan segera berubah. Karena yang namanya karma pasti akan menghampiri. Entah kapan itu waktunya. "Aku pergi! Pikirkan lagi ucapanku! Jangan sampai ambisi ibu dan Meylan malah akan membuat kalian hancur," Abrian pamit meninggalkan sang ibu yang menatapnya nan
Xavier menatap datar perempuan yang sekarang berada di hadapannya. Lebih tepatnya duduk di kursi depan mejanya. Wanita dengan penampilan pakaian yang sangat seksi. Sedang wanita itu dengan tidak tahu malunya. Ia menebar pesona juga senyumnya. Berharap jika pria tampan nan dingin di hadapannya akan tergoda olehnya. "Apa kabar Xavier sayang?" Tanyanya dengan suara yang ia lembutkan bahkan terkesan manjah. Xavier hanya diam. Menatap dingin pada wanita tidak tahu malu itu. Dan lihatlah dari cara ia berpakaian sudah seperti wanita malam. "Kenapa diam saja hmm! Apa kamu tidak merindukanku?" Meylan berbicara dengan tidak tahu malunya. "Untuk apa saya merindukan anda!" Jawab Xavier yang sengaja berbicara formal dengan wanita itu. Ya yang datang ke perusahaan Xavier adalah Meylan. Sang calon istri yang kabur di hari pernikahan mereka. Dan sekarang dengan tidak tahu malunya mendatangi dirinya. Meylan tersenyum tipis. Kala X
Abrian sontak berlari dengan cepat, di susul oleh Xavier. Mereka tidak perduli dengan Meylan. Yang ada dalam pikiran mereka saat ini, hanyalah bagaimana keadaan Nandini. Kini keduanya menaiki mobil milik Abrian. Dengan Abrian sendiri yang mengendarainya. Xavier terdiam dengan sejuta pertanyaan dalam benaknya. "Apa yang terjadi Tuhan! Aku harap keadaan gadis itu baik-baik saja!" Batin Xavier berteriak. Sementara Abrian pun diam. Ia lebih memilih fokus menatap jalanan. Sesekali pria itu melirik bos dan yang sekaligus ipar dan sahabatnya itu. "Bagaimana keadaan Nandini!" Tanya Xavier datar. "Entahlah, aku pun tidak tahu. Hanya saja, tadi aku mendengar orang-orang berteriak memanggil namanya. Dan aku reflek berlari karena khawatir terjadi sesuatu padanya," jawab Abrian dengan datar pula ia hanya melirik sekilas pada pria di sampingnya. Xavier menggeram. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras, lalu ia mengambil ponselnya mengeti
Arshaka Dewangga Romanov seorang pria yang berusia 29 tahun. Ia merupakan kakak dari pria yang bernama Xavier Romanov. Seorang CEO dari Romanov Corp. Arshaka lebih memilih fokus kepada restoran dan juga cafe-cafenya yang menjamur di seluruh negara I. Pria itu lebih memilih untuk mengurusi bisnisnya sendiri dari pada bisnis keluarganya. Sehingga sang adiklah yang saat ini mengurusi perusahaan raksasa itu. Arshaka merupakan pria yang terkenal karena keramahannya. Ia sangat menghargai mahluk yang bernama perempuan. Apalagi saat ini, dia mempunyai seorang adik ipar yang tentu harus dia sayangi sebagaimana mestinya. Awalnya Arshaka tidak percaya jika Xavier berbuat kasar pada istri kecilnya. Perempuan yang dengan ikhlas dan tulus, menggantikan mempelai wanita yang memilih kabur. Tapi sayang, sang adik tidak bersyukur. Arshaka geram. Karena Xavier semakin keterlaluan, menyiksa sang istri. Beruntung ketika Nandini tenggelam, Arshaka berada di sana.