“Om, mau ngapain?”tanya Andin saat membuka mata, wajah Haidar berada sangat dekat dengannya.
“Aku mau melepas sabuk pengamanmu,” jawab Haidar sembari memundurkan tubuhnya. Ia tidak jadi membuka sabuk pengaman sang istri. “Kamu udah ngantuk ya? Terus satenya gimana?” tanya Haidar pada istrinya.
“Aku mau makan dulu, abis makan baru tidur,” jawab Andin sembari membuka sabuk pengamannya.
“Kalau abis makan jangan langsung tidur! Nggak baik untuk kesehatan,” tandas Haidar pada sang istri.
Andin memutar bola mata dengan malas. Ia paling tidak suka kalau dilarang tidur setelah makan. Rasanya tidur setelah makan itu nikmat sekali. Padahal ia juga tahu kalau itu tidak baik untuk kesehatan.
“Astaga!” Andin terkejut saat ingin membuka pintu mobil, sang bodyguard suaminya sudah lebih dulu membukakan pintu untukny
“Kalau mau bermesraan sana di kamar, jangan di sini!” tukas Aldin saat melihat Andin dan Haidar sedang berpelukan di depan pintu saat pintu terbuka.Aldin berjalan melewati Andin dan Haidar. Ia pergi begitu saja setelah meledek adiknya. Ia beharap adik dan suaminya selalu rukun dan bahagia sampai tua bersama.Andin langsung melepas pelukannya dari sang suami. Ia merapikan bajunya yang sedikit berantakan.“Siapa yang bermesraan,” kilah Andin. “Tadi Adek tersandung, Boo nangkap Adek biar nggak jatuh,” kata Andin sedikit berteriak karena Aldin sudah menjauh darinya. Andin berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya karena ia merasa malu ketahuan berpelukan dengan suami yang tidak diinginkannya.“Bermesraan juga nggak apa-apa, Dek,” ledek Bunda Anin sambil tersenyum.Andin merasa senang melihat anak dan menantunya terlihat akur dan mesra. Ia berharap semoga rumah tangga anaknya baik-baik saja. “Semoga
"Maaf, aku nggak sengaja.” Haidar mengusap-usap kening Andin yang terkena benturan siku tangannya. “Lagian kamu mau ngapain sih?” tanya Haidar pada sang istri yang berada di atas tubuhnya.“Tadinya aku mau nyosor kamu, tapi keningku udah disosor duluan sama tangan kamu,” keluh Andin sambil mengusap-usap keningnya.“Lagian nggak sabaran banget sih, jadi cewek mahal sedikit kenapa? Jangan main sosor aja,” kata Haidar sembari menyentil kening sang istri dengan jarinya. Ia merasa gemas dengan sikap sang istri yang terkesan mesum.“Ya ampun, Om! Keningku sakit malah ditambahin lagi,” protes Andin pada suaminya sembari bangun dan terduduk.Haidar juga bangun dan duduk bersandar di sandaran tempat tidur. “Kalau masih manggil Om, aku nggak mau nyium kamu,” protes Haidar sambil melipat tangannya di bawah dada.Haidar sadar kalau ini hanya sebuah kebohongan, tapi ia menikmati kepura-puraan ini. Walaupun Andin
“Kenapa? Kamu terpesona ya dengan ketampanan suamimu ini?” tanya Haidar pada sang istri. Kemudian ia menghampiri istrinya yang masih duduk bersandar di sandaran tempat tidur. Jarinya sibuk menyentuh layar ponselnya.“Pede banget. Aku lagi lihat berita viral minggu ini, pelakor meraja rela. Kalau ada pelakor di antara kita, aku akan unyeng-unyeng rambutnya sampai botak, setelah itu aku tinggalin kamu. Bagiku kesalahan apapun aku akan berusaha memaafkan, tapi kalau udah main dengan wanita lain. Sori dori stroberi ya, pergi aja lo ke laut,” ujar Andin dengan penuh emosi.“Kenapa kamu jadi marah sama aku?” tanya Haidar. “Yang selingkuh siapa yang dimarahin siapa? Lagian kamu nggak ada kerjaan, kayak gitu di tonton. Mending kamu baca novelnya Nyi Ratu, biar awet muda, ketawa terus.”“Nanti aku dikira orang gila, ketawa terus,” sahut Andin. “Om udah baca n
Sebulan sudah pernikahan mereka berjalan, tapi Papi Mannaf belum juga mewariskan semua hartanya kepada sang anak. Haidar pun tidak pernah menanyakan perihal itu, ia menikmati pernikahannya dengan sang istri meski sering terjadi perselisihan di antara mereka.“Boo, Kita udah sebulan menikah, tapi kamu belum sekali pun menyentuh aku. Apa aku sehina itu sehingga kamu nggak mau menyentuh istrimu sendiri,” ucap Andin lirih sembari menundukkan kepalanya.“Kita belum saling mencintai. Aku hanya ingin menyentuh wanita yang aku cintai. Aku nggak mau menyentuh kamu hanya karena nafsu sesaat. Aku akan menyentuhmu kalau aku sudah mencintaimu begitu pun sebaliknya,” jawab Haidar panjang lebar.“Aku udah halal untukmu, Boo,” sahut Andin. “A-apa aku bukan kriteria wa-wanita idamanmu?” tanya Andin terbata. Air matanya mulai menetes di pipinya, isakan tangis terdengar oleh sang suami.
“Om!” teriak Andin.Haidar terjatuh dari tempat tidur karena terus menghindari istrinya. Ia kira sang istri akan memperkosanya, padahal Andin hanya ingin memeriksa suhu tubuhnya.Andin segera turun dari tempat tidur untuk membantu suaminya bangun. “Om, ehm … Boo, kamu nggak apa-apa ‘kan?” Andin terlihat sangat khawatir karena kening sang suami terbentur meja nakas.Haidar diam saja tanpa menyahuti ucapan istrinya sembari memegangi keningnya. Kepalanya terasa sangat pusing, pandangannya kabur. Andin membantunya untuk bangun dan berbaring di atas tempat tidur.“Kening kamu berdarah, Boo,” kata Andin ketika Haidar melepas tangan dari keningnya, ia segera mengambil tisu yang ada di atas nakas. “Aku ambil kotak obat dulu ya.” Andin segera mengambil kotak obat yang ada di kamarnya.“Ada pepatah ‘siapa takut ia celaka’ itu benar dan terjadi padaku,” kata Haidar seraya tersenyum kecil membayangk
TOK TOK TOKKetika nafsu mereka sudah memuncak terdengar suara ketukan di pintu kamar. Untung saja kamarnya kedap suara, jadi tidak perlu khawatir suara desahan mereka terdengar sampai keluar. Haidar dan Andin gagal mengeong karena ketukan pintu.“Andin!” panggil Mami Inggit sembari terus mengetuk pintu kamar. Kalian ada di dalam ‘kan?” teriak Mami Inggit.“Boo, ada Mami.” Andin segera turun dari tempat tidur, lalu memakai kembali baju tidurnya yang semalam. Kemudian ia segera membuka pintu kamar untuk mertuanya. Sementara Haidar masuk ke dalam kamar mandi.“Sayang, kamu sakit, Nak?” tanya Mami Inggit yang melihat keringat mengucur di pelipis Andin. Kemudian ia meraba kening menantunya. “Kamu demam, Sayang,” kata Mami Inggit.Hawa panas di tubuh Andin bukan dikarenakan demam, tapi karena habis olah raga siang bersama Hai
“Sayang, Mami pulang dulu ya,” pamit Mami Inggit pada menantunya. Setelah mencium kening sang menantu, Mami Inggit keluar dari kamar anak dan menantunya.Setelah sang mertua keluar dari kamar. Andin bangun dan terduduk. Ketika ia hendak turun dari tempat tidur, Bi Susi melarangnya.“Jangan bangun dulu, Non! Nona muda istirahat aja, supaya lekas sembuh,” kata Bi Susi pada Andin.“Bi, aku tuh nggak sakit, aku nggak demam,” jawab Andin. “Kalau Bibi nggak percaya, coba periksa kening aku.” Andin meraih tangan Bi Susi, lalu menempelkan pada keningnya. “Nggak panas ‘kan?”“Iya, Non, suhu tubuh Nona normal,” sahut Bi Susi. “Nyonya terlalu sayang sama Nona, jadi dia terlihat sangat khawatir,” imbuhnya sembari tersenyum.“Ya udah, ayo kita keluar. Aku mau masak untuk suamiku,” kata
"Anggap aku anakmu," kata Andin pada Bi Susi sembari menyunggingkan sudut bibirnya.Bi Susi terharu dengan ucapan majikannya. "Nona memang wanita berhati malaikat, semoga Nona selalu diberikan kebahagiaan yang berlimpah, aamiin." Bi Susi mengucap doa dalam hatinya."Sekarang Bibi bawa semua makanan ini ke rumah belakang, aku mau masak dulu," kata Andin setelah melepas rangkulan tangannya di lengan Bi Susi.Andin langsung ke dapur, ia ingin memasak untuk suaminya. Senyum kebahagiaan di wajahnya terus merekah."Kenapa gue bahagia banget kayak gini, kayaknya gue udah jatuh cinta sama berondong alot. Wajahnya selalu ada di ingatan gue, bahkan gue lupa sama Roy. Tapi, apa dia juga merasakan hal yang sama," ucap Andin dalam hatinya.Andin tersadar dari hayalannya. "Bodo amat ah, itu bisa diatur nanti, gue mau masak dulu untuk berondong alot," gumam Andin sembari tertawa pelan.Bi Susi sej