Share

Bab 6

Anna merasa haus. Akan tetapi, badannya juga tidak mengizinkan Anna beranjak dari tempat tidur. Kasur ini seolah memiliki magnet, Anna benar-benar di posisi yang sangat nyaman dengan bantal guling dalam pelukannya. Meski fisiknya nyaman dan tenang, suasana hati Anna seperti petasan yang meledak-ledak. Ia terus terngiang-ngiang sentuhan bibir Alex yang lembut. Anna benar-benar ingin berteriak sekarang juga, ia senang sekaligus gugup, bagaimana ia harus bersikap di depan Alex.

Usai pemberkatan pernikahan dan penobatan, mereka mengadakan perjamuan untuk para rakyat dan baru saja selesai sekitar setengah jam lalu. Sekarang, waktu sudah menunjukkan pukul 23:00. Sepanjang perjamuan, mereka berdua tak memiliki kesempatan untuk berbincang. Para pekerja istana dan rakyat selalu mengajak mereka untuk berinteraksi nyaris tanpa henti. Meski lelah, Anna bahagia pernikahannya mendapat berkat dari banyak orang. Ia tak berhenti untuk tersenyum.

“Lex, boleh minta tolong ambilkan air putih?” tanya Anna pada Alex yang baru saja membuka pintu kamar tidur mereka.

“Okeee…” kata Alex yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Meski agak heran karena permintaan mendadak Anna, Alex tetap mengambilkan segelas air putih untuk sang istri.

Anna refleks meminta tolong Alex untuk mengambilkan air. Mendengar langkah kaki yang tertuju ke kamar mereka membuat otak Anna bekerja ekstra berpikir harus bagaimana terhadap Alex. Akhirnya, hanya kalimat itu yang terucap dari mulutnya.

“Terima kasih,” kata Anna sambil menerima gelas berisi air dari suaminya.

“Na… Aku akan tidur di sofa, kau bisa beristirahat dengan nyaman.”

'Deg!'

Anna sangat terkejut.

Alex tak menginginkanku? - pikir Anna.

“Kenapa? Mengapa kau tidak tidur di sampingku?” tanya Anna dengan mata berkaca-kaca, ia hampir menangis.

Alex hanya diam dan menatap Anna sedih.

“Tidurlah, kau pasti lelah,” ujar Alex berbalik badan menuju sofa.

“Alexander von Pieterburg, aku akan sekali lagi mengulang pertanyaanku. Kenapa kau tak tidur disampingku?”

Anna mencengkram kuat lengan baju Alex dengan masih duduk di tempat tidur. Bertahun-tahun mengenal Anna, Alex sangat paham bahwa ketika Anna menyebut nama lengkap seseorang, perempuan itu sedang sangat marah.

“Kalau kau tetap pergi tidur di sofa tanpa memberi penjelasan apapun padaku, aku pastikan dokumen pengajuan cerai kita akan ada di mejamu besok pagi. Kau orang yang paling tahu bahwa aku tak pernah main-main dengan perkataanku,” kata Anna tenang. Meski Anna tak mengatakannya dengan nada tinggi, Alex paham bahwa ini adalah ancaman dari istrinya. Alex pun menoleh dan menatap Anna lama sebelum akhirnya duduk.

“Aku benar-benar takut ketika kau memasang wajah seperti itu.”

Anna diam, dia tidak butuh pengalihan topik ataupun basa-basi. Dia hanya butuh penjelasan mengapa suaminya itu enggan tidur disampingnya.

“Akkuuu… takut akan menyakitimu,” kata Alex.

“Menyakitiku, memang apa yang akan kau lakukan?”

“Aku… tak akan melakukannya.”

“Oke, akan kuganti pertanyaannya. Memangnya apa yang ingin kau lakukan sehingga akan menyakitiku?”

Wajah Alex memerah, pria itu juga menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Tunggu, jangan-jangan maksudmu?.…..”

Anna tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Sepertinya Anna mulai mengerti apa maksud Alex. Wajah Anna juga mulai memerah.

“Kau pasti sangat lelah, Na. Selain itu, aku juga tak ingin memaksamu melakukan itu dengan orang yang tak kau cintai, jadi aku akan menunggu,” kata Alex.

Mengetahui Alex yang tak sadar bahwa Anna mencintainya, membuat Anna berpikir untuk sedikit menjahilinya.

“Benar kau akan menunggu? Bagaimana kalau dalam setahun atau dua tahun kemudian kau masih harus menunggu?” tanya Anna seraya mendekatkan wajahnya pada Alex.

Alex spontan menjauh. Namun semakin ia menjauh, Anna semakin mendekatkan wajahnya. Wajah Alex terlihat begitu imut sekarang.

“Tak masalah, kau akan di sisiku setiap hari. Itu lebih dari cukup.”

“Kau tak memiliki keinginan untuk merayuku agar aku menyukaimu lebih cepat?”

“Akuuuu… tak ingin memaksamu. Kau boleh melakukan semua yang sukai, termasuk jika itu berarti kau tidak mencintaiku. Kau sudah melalui tahun-tahun penuh tekanan, aku tak ingin kau mengalami itu lagi. Aku sungguh berharap kau bahagia, Na.”

Air mata Anna mulai mengalir. Ternyata pria ini benar-benar mencintainya.

“Na… Kau kenapa? Heiiii… jangan menangis,” ucap Alex lembut. Dia pun mulai memeluk Anna dan menepuk-nepuk pundaknya pelan. Anna menangis tersedu-sedu dalam pelukan suaminya.

“Lex, apa kau mencintaiku?” tanya Anna setelah tangisnya berhenti.

“Kenapa kau diam?” tanya Anna lagi setelah tak mendapat jawaban dari Alex.

Anna melepaskan pelukan suaminya. Wajah Alex murung.

“Bisakah aku tak menjawabnya?” tanya Alex.

“Kenapa?”

“Karena jawabanku akan membebanimu, Na.”

“Aku mencintaimu bodoh! Akan kutanya sekali lagi, apa kau mencintaiku Alexander von Pieterburg?”

“Na, aku tak salah dengar kan? Baru saja kau bilang kau mencintaiku kan?”

“Ya, aku mencintaimu, bahkan sudah sejak lama. Mengapa kau tak sadar itu? Kau sadar bahwa Valencia menyukaimu tapi tak menyadari perasaanku padamu?”

“Valencia terlalu berambisi, terlihat jelas apa yang dia inginkan. Sementara kau, aku tak bisa menebak apa yang kau pikirkan. Kau senang dan menangis seperlunya, kau memperlakukanku sama dengan orang lain.”

Anna tak bisa menyangkal itu, dia memang memperlakukan Alex sama seperti teman sekolahnya yang lain. Ia sebisa mungkin menyembunyikan perasaannya. Jika tidak, Ratih tak akan segan untuk mencambuknya.

“Sebisa mungkin aku memang tak ingin orang-orang di kediaman Sanjaya mengetahui perasaanku, Lex. Apalagi Valencia suka padamu, hanya akan menambah masalah di kehidupanku yang sudah penuh dengan masalah itu. Justru aku terkejut kau menyukaiku. Aku mengira kau tak menganggapku spesial, kau saja membalas pesan w******p ku paling cepat tiga hari.”

“Aku bersekolah di darat sambil mengurus kerajaan, aku menghubungimu secepat yang kubisa. Namun ternyata paling cepat itu tetap membutuhkan tiga hari.”

“Para dayang bercerita bahwa kau sudah menyukaiku sejak dulu. Berarti ucapan mereka benar?” ucap Anna tersenyum jahil.

“Jika kau sudah tahu, mari kita sudahi obrolan ini sekarang. Pria ini sudah menyukaimu sejak lama, dia tidak akan bisa tahan lebih lama lagi melihat wanita yang ia cintai mengenakan baju mini dan tembus pandang itu. Mari kita tidur.”

“Aku tak ingin tidur.”

“Karena aku tidur di sofa?” tanya Alex.

“Baiklah, aku akan tidur di sampingmu,” lanjut Alex setelah tak mendapat jawaban apapun dari Anna.

“Aku menginginkanmu,” jawab Anna. Ia melingkarkan tangannya ke leher Alex dan duduk di pangkuan suaminya. Anna dapat merasakan ada sesuatu dari balik celana Alex yang membesar.

“Kau akan kesakitan besok.”

“Cium aku,” kata Anna dengan tatapan menggoda.

Alex menyambut permintaan Anna dengan senang hati. Tak hanya bibir yang ia lumat habis, ia bahkan meninggalkan jejaknya di tubuh Anna sebanyak yang ia bisa.

***

Anna melewatkan sarapan, pinggang dan area kewanitaannya sakit luar biasa. Sepanjang pagi Anna sudah merintih dan menangis. Anna juga melarang Alex untuk memanggil dokter, dia malu jika ada yang tahu dirinya sakit karena malam panas yang telah dilalui dengan suaminya.

“Kau masih bisa tersenyum setelah membuat istrimu kesakitan seperti ini?” tanya Anna sambil mencubit pipi suaminya dengan kencang.

“Hehehe.”

Alex yang baru selesai meletakkan gelas bekas minum Anna ke meja kecil sebelah tempat tidur mereka, perlahan menindih tubuh mungil istrinya.

“Berraaattt, Lex. Kau tak sadar bahwa tubuhmu lebih besar dariku?” tanya Anna dengan bibir yang sudah mengerucut.

Alex pun kembali menautkan lidahnya dengan lidah sang istri. Bibir Anna sudah merah dan bengkak karena ulahnya.

“Tentu aku sadar bahwa aku lebih besar darimu. Tapi aku suka begini, aku paling suka berada di atasmu. Aku bisa melihat wajahmu sepuasnya. Na, aku sangat merindukanmu. Bertahun-tahun kita tidak bertemu. Aku akan benar-benar gila jika tahun ini kau belum berusia 21.”

“Bohong, kau bahkan menyuruhku mempertimbangkan ulang untuk menikah denganmu,” kata Anna sedih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status