Setelah rapat itu, Alex pulang dengan pikiran kacau. Dia sempat berhenti di pinggir jalan dan membeli sekaleng bir. Hatinya gundah setelah melihat rekaman CCTV dan melihat bahwa tuan Harisson memang berada di ruangan yang sama dengan tuan August Salim, ayah Alex sesaat sebelum ajal menjemputnya.
“Kemungkinan itu memang ada, dari beberapa rekan ayah mereka mengatakan bahwa tuan Harisson memang kerap berselisih paham dan bersaing tentang tender. Tapi aku sama sekali tidak menyangka jika dia yang taat ibadah akan melakukan hal sekeji itu terhadap ayah.”
Alex Salim, tidak ada yang begitu mengenalnya, sebab Alex adalah anak dari pernikahan pertama yang ditolak oleh keluarga besarnya. Namun, kejadian tragis di mana ayah beserta istri dan anaknya mengalami kecelakaan dan meninggal secara bersamaan membuat pengacara keluarga bekerja keras mencari keberadaan pria petualang itu.
Alex dan ibunya, mereka semula tinggal di kota lain dan hidup damai setelah berpisah dengan ayahnya, August Salim. Perjodohan dan kelancaran bisnis menjadi dasar perpisahan tuan August dan nyonya Lin. Meski mereka saling mencintai, namun tak lantas membuat keluarga besar mengucurkan restu.
Hingga kecelakaan itu merenggut nyawa istri dan anaknya serta membuat tuan August dalam keadaan kritis, barulah pengacara sibuk mencari pewaris yang sesungguhnya yaitu Alex, sebab wasiat yang tuan August tinggalkan untuknya.
Tuan August, tidak ingin hartanya dan bisnisnya dikuasai oleh saudara tirinya Harry. Dia tetap memikirkan anak-anaknya termasuk Alex meski mereka sama sekali tidak pernah bertemu.
Kaleng itu ia lemparkan ke dalam kotak sampah setelah habis ditenggaknya. Dia berjalan dan kembali memasuki mobil lalu melesat menuju ke apartemennya.
Semua lampu di apartemen menyala terang benderang ketika Alex memasukinya. Rena, dia masih tertidur dengan selimut yang menutup rapat sampai ke ujung kepala.
Alex sama sekali tidak membuka selimutnya dia langsung menggendong Rena begitu saja dan menempatkannya di kamar. Ketika Alex hendak pergi, Alex mendengarkan suara isak tangis. Iya, itu Rena yang menangis kecil.
Entah apa yang dimimpikan oleh gadis itu, yang jelas hatinya sedih. Dia menangis pilu dengan suara yang tertahan dan wajahnya yang sudah sembab. Alex membuka selimut tersebut dan dia melihat wajah Rena yang sudah sembab, entah berapa lama wanita itu menangis sendirian.
“Hei, jangan menangis Rena.” Alex merapikan rambut Rena dan berusaha untuk menenangkannya.
“Apa kau juga akan meninggalkanku?” tanya Rena dan Alex hanya diam.
“Apa kau juga akan membuangku?” tanya Rena lagi dan kali ini Alex tidak bisa menahan gejolak di dalam dadanya. Dia berusaha untuk mengendalikan tetapi tidak bisa. Tatapan mata mengiba dari Renata sukses membuatnya luluh tak berdaya.
“Tidak, aku akan selalu menemanimu. Maaf jika kepergianku terlalu lama,” ucap Alex sudah sambil memeluk Renata dan kali ini Renata membalas pelukannya.
Pelukan yang semula tidak terbalas, kali ini mendapatkan balasan. Pelukan yang semula hanya terasa hambar, kini mulai terasa manis dan hangat.
“Semua membuangku, apa kau juga?” tanya Rena lagi yang kali ini suaranya semakin sengau karena terhalang dada bidang Alex. “Aku hanya punya kau dan calon anakku ini. Apa kalian juga akan pergi?”
“Tidak Rena, tidak. Kami akan menjadi kita, dan kita akan hidup bersama. Okay?” ucap Alex sembari memeluk dan dia ingin sekali dalam kesempatan ini bisa memberikan kecupan hangatnya. Namun semua itu ia urungkan sebab Rena masih sering mengatakan bahwa dia belum bisa melupakan Justin.
Menyakitkan memang bagi Alex, tetapi bukan Alex namanya jika dia tidak bisa berlagak dingin dan biasa saja meski hatinya sangat panas membara.
Malam itu Alex terus memeluk Rena sampai keduanya tertidur bersama. Tangis sedih itu nyatanya bisa menyatukan keduanya. Mereka berdua menghabiskan malam bersama di atas ranjang yang sama.
Pagi menjelang, terasa sedikit berat menindih perut ketika Rena ingin beringsut. Dia merasakan hembusan nafas yang lembut membelai pipinya. Ingatannya kembali berpusat pada kejadian semalam.
“Alex, dia memelukku. Dia menenangkanku semalam. Ah ... sekarang bagaimana? aku malu sekali bahkan untuk bergerak saja aku malu. Kalau dia melihatku dalam keadaan berantakan begini bagaimana?” pikir Rena yang mulai memutar otak untuk bisa pergi tanpa membuat Alex terbangun.
Renata mulai bergerak pelan dengan mengangkat sedikit demi sedikit lengan Alex. Namun baru beberapa senti dari atas perutnya, tangan yang semula melingkar itu justru semakin erat.
“Mau ke mana?” tanya Alex dengan suara serak yang seksi khas bangun tidur.
“Mau bangun,” jawab Rena sambil menyembunyikan wajahnya di dalam selimut. Dia sangat malu sekali bahkan wajahnya merona hingga memerah.
“Jangan bangun dulu, biarkan seperti ini sepuluh menit lagi Rena.” Alex terus memeluknya dan dia dengan berani mengecup kening Renata yang membuat wanita hamil itu membeku.
“Alex kau menciumku?” tanya Rena terkesiap dan Alex menatapnya sambil mengulum senyum.
“Apa tidak boleh? Kita suami istri yang sudah berjanji akan sehidup semati, susah senang bersama, dan sehat serta sakit bersama. Kau masih ingat aku mengatakan janji suci itu ‘kan?” tanya Alex.
“I—iya, tap—tapi aku ....”
Belum selesai Rena berbicara mengatakan alasannya, Alex sudah menghadiahi kecupan di bibirnya dengan hangat. Tidak menyesap namun hanya menempel lumayan lama dan Rena membeku dibuatnya.
“Tapi apa Sayangku? Kita suami istri sekarang.” Alex tersenyum setelah mengatakannya.
“Lex, tapi aku belum bisa sepenuhnya melupakan Justin, aku tidak mau kau terlalu banyak berharap dan nantinya sakit hati,” papar Rena dengan alasannya.
“I don't care Sayang. Aku tidak peduli, itu urusanmu dengan perasaanmu. Urusanmu denganku ada di atas ranjang ini dan rumah tangga kita,” pungkas Alex dengan santainya sembari kembali memejamkan mata.
“Rena, jangan pergi Rena! Rena!” teriak Justin yang terbangun dari mimpinya. Dia terhenyak begitu saja di saat jam masih menunjukkan pukul 02 dini hari.Di sampingnya, seorang wanita sudah duduk dengan tangan yang bersedekap dan menundukkan kepala lengkap dengan isak tangisnya. Dia Derina, wanita bermuka dua yang sudah berhasil merebut kebahagiaan Rena. Dia memang berhasil memiliki raga dari lelaki kesayangan Rena namun tidak dengan hatinya.“Justin, apa tidak bisa kau mengkondisikan igauanmu itu? Dari semenjak kita menikah kau terus saja setiap malam mengigau memanggil nama Rena. Apa dia kurang sadis menyakiti perasaanmu sehingga kau tidak bisa melupakannya?” tukas Derina dengan kemarahan yang memuncak di kepala.Justin menoleh cepat dan dia menatap sinis Derina. “Apa lagi yang kau harapkan dari pernikahan ini Derina? Tidak ada yang bisa diambil baiknya dari pernikahan ini! Kau hanyalah istri pengganti tidak lebih! Jadi jaga batasanmu!” tukasnya.“Hemh, sekarang kau meremehkanku? Ist
Kamu CantikMenatap sinis seorang laki-laki kepada wanita yang tengah duduk di belakang meja kasirnya. Rena tengah bekerja dan Rio bersama Hera sedari tadi memperhatikannya."Ah, rasanya seperti menyimpan bom waktu saja.""Ini karena Bos besar mempercayakan istrinya untuk kita jaga Bos Rio," sahut Hera tiba-tiba yang membuat Rio terkejut."Aish! His! Ku bom juga kepalamu ini nanti. Seenaknya saja mengganggu. Aku sedang fokus tadi." Rio mendengus kesal.Hari ini Rena bahkan datang diantar oleh Alex yang menitipkannya kepada Rio dan Hera untuk menjaganya dengan baik. Keduanya merasa memiliki beban yang berat atas tugas dan misi tersebut. Mereka harus membantu Alex menyembunyikan jati dirinya. Anak dari seorang August saingan dari tuan Harisson.Berdering ponsel Rio dan dia kembali tersentak kaget. Dia sampai memegangi dadanya dan menggeleng cepat. Mengusap wajah yang sempat menegang."Ada apa lagi Bos Alex me
“Aku harap setelah ini kau lebih bisa menerima dan menjalani kehidupan ini. Meskipun kau belum siap memilikinya, namun aku akan tetap bertanggung jawab dan akan terus menjaganya. Katakan padaku kalau kau benar-benar tak menginginkannya. Setelah dia lahir nanti, jangan sia-siakan dia, kalau kau tak mau, berikan saja padaku, aku ayahnya.” Alex berbicara dengan nada dingin dan datar sembari melepaskan sepatunya sedangkan Rena berdiri di ambang pintu tepat setelah mereka memeriksakan kandungan. Perasaan Rena kacau, dia belum siap dengan janin yang tumbuh semakin besar dalam kandungannya. Bahkan janin itu kini sudah menginjak 3 bulan. Tadi dia melihat janin itu berbentuk seperti gumpalan da
"Ap–apa, kau alergi bunga?" Rio bertanya dengan matanya yang membulat sempurna bahkan nyaris melompat dari tempatnya."Tap–tapi, kata Alex pernikahan impianmu adalah menggunakan tema garden party. Bukankah dengan tema seperti itu akan melibatkan banyak bunga?""Bunga dalam rancangan dan angan-anganku itu adalah bunga palsu, hidungku tidak bisa dibohongi berdekatan sebentar saja sudah bisa membuatku bersin. Aku mempunyai alergi serbuk sari, " terang Rena dengan sejujurnya.Alex sendiri bahkan tidak mengetahui tentang fakta tersebut. Satu hal yang diingatnya adalah Rena yang selalu memakai masker setiap kali ada kelas melukis tanaman.Alex tidak tahu jika Rena mempunyai alergi dan sekeras itu dia terus berusaha menghargai dan melakukan keinginan ayahnya.Melukis sebenarnya bukanlah bakat yang ingin Rena dalami. Akan tetapi tuan Harrison sangat menginginkan Putri cantiknya it
Seharian, Rena bekerja dengan nyaman. Rio dan Hera, keduanya menjaga dengan baik istri bos mereka. Sama sekali tidak ada yang membuat kesulitan. Hanya saja sesuatu yang tidak diharapkan justru terjadi saat jam pulang kerja.Alex menjemput Rena seperti biasa. Dia datang ke resto & cafe miliknya. Alex tidak pernah menyangka jika Justin rupanya sudah mengintai Rena sampai sejauh itu. Justin menunggu Rena di depan cafe.“Sudah selesai? Ayo mari kita pulang,” kata Alex sembari membawakan tas Rena.Sikapnya begitu lembut layaknya suami yang begitu mencintai istrinya. Sikap yang begitu alami tanpa ada sesuatu yang dibuat-buat. Perhatian dan sikap manisnya ia tunjukkan dengan sepenuh hati. Namun Rena, dia masih belum mau membuka hatinya meski
"Siapa yang bilang kau orang ketiganya? Kau suamiku," ralat Rena yang duduk dan memasang sabuk pengaman dan menatap ke luar jendela. Alex terdiam, dia sesekali melirik memandang Rena, menelusuri garis wajah cantik yang selama ini hanya bisa dikaguminya. "Sejujurnya, aku tidak memahami pola pikirmu. Malam itu, malam itu kau menciumku. Tapi sekarang kau menempatkan dirimu sendiri sebagai orang ketiga dalam hidupku. Aku tak pernah menempatkan mu sebagai orang ketiga." "Tapi aku masih bisa melihat pancaran rasa cintamu kepadanya. Kau sangat mencintainya Rena," ujar Alex sembari menahan ledakan amarah dalam dirinya. "Kalau dia benar-benar mencintaimu seharusnya dia tidak terpengaruh dengan kejadian malam itu dan mencoba untuk mencari tahu. Tapi apa? Dia justru ikut menghakimi." Alex kembali mengingat peristiwa yang memalukan itu. "Dia hanya terbawa emosi. Bayangkan saja jika kau yang ada di posisinya." Rena terkesan membela Justin.Alex seketika membuang pandangan, mendengar pembelaan
Bagian 13~~~*~~~“Seharusnya kau lebih berhati-hati,” ucap Hera ketika mengantarkan Rena pulang.“Iya, aku merasa kurang fokus hari ini, entahlah. Maafkan aku ya sudah merepotkan kalian,” kata Rena ketika dia turun dari sepeda motor Hera dan melepaskan helmnya. Rena berjalan masuk ke dalam apartemen dengan perasaan yang kacau. Pertengkaran dengan Alex nyatanya membuatnya kehilangan fokus dalam bekerja hingga membuat tangannya terluka.Entahlah, perasaan apa itu Rena pun tidak ingin tergesa-gesa memutuskan. Sedangkan sebelah sisi hatinya sebenarnya masih dipenuhi oleh nama Justin.Di satu tangannya dia membawakan kue untuk Alex, Rena berharap hari ini dia mempunyai kesempatan untuk bisa memperbaiki suasana dengan suaminya itu. Ayahnya, dari dulu selalu mengajarkan tentang bagaimana sikap saling menghargai antar suami istri. Beberapa kelas pembinaan sebelum berumah tangga pun sempat diikuti, Rena hanya perlu sedikit niat untuk berubah dan menerapkan pelajaran yang pernah diperoleh.
Bagian 14~~~*~~~“Oh, tasnya tertinggal.”Alex yang tadinya ingin mendiamkan Rena, mau tidak mau mengambil tas wanita itu dan mengikuti ke mana mobil yang Rena tumpangi melesat pergi.“Rumah sakit mana yang dia tuju?” gumam Alex sendirian sembari terus memperhatikan arus lalu lintas.Jarak mobil mereka lumayan jauh sehingga Alex sedikit kesulitan dan tiba lebih lama. Sementara keributan sudah terjadi di dalam rumah sakit dan Rena memutuskan untuk pergi. Dia keluar melalui pintu samping.Langit menghitam, alam seolah tahu dan bisa merasakan kesedihan yang Rena alami. Ibunya tertahan dengan keberadaan ayahnya. Sementara dirinya terlempar keluar setelah adanya Derina.“Tuhan, sampai detik ini aku masih tidak tahu apa salahku? Kenapa semuanya begini? Apakah niat baikku yang ingin keluarga kami kembali