Sedang Athalia mengerutkan dahi mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut lelaki itu.
"Aku adalah orang yang terang-terangan. Aku tidak mau menerima ucapan terima kasih saja darimu. Kau harus memberiku imbalan yang pantas kudapatkan. Baru aku akan menerima ucapan terima kasihmu itu." kening Athalia semakin berkerut bingung, ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Mahesa katakan.
"Imbalan apa yang kau maksud? Apa yang kau inginkan dariku? Kau tahu sendiri kalau aku bukan lah orang kaya sepertimu. Aku tidak bisa memberimu imbalan uang, perhiasan, atau pun jam tangan mewah," cerocos Athalia mengutarakan keberatannya terhadap ucapan Mahesa.
Demi mendengar apa yang Athalia katakan, Mahesa mengepalkan sebelah tangannya di depan mulut, menahan kekehannya.
"Memangnya siapa yang bilang kalau aku meminta jam tangan mewah, perhiasan, dan uang darimu? Tidak ada, 'kan? Lagipula aku ini adalah seorang pemimpin perusahaan. Kekayaanku s
"Tentu saja. Jika aku datang ke sini, orang yang ingin kutemui pasti Mahesa. Jadi kurasa kau tidak perlu bertanya lagi." Athalia bingung, wajah Kiran terlihat ketus padanya, wanita itu melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam ruang kerja Mahesa.Melihat kehadiran Kiran yang tidak pernah diundangnya, Mahesa berdecak kesal dan menyentak bolpoint ke atas meja sebagai tanda kekesalannya."Apa kabar, Baby? Aku sangat merindukanmu, Mahesa. Apa kau juga merindukanku?" dengan lancang, Kiran menghampiri Mahesa dan memeluknya dari samping, lalu bibirnya mengecup bibir lelaki itu di depan Athalia.Sontak saja Athalia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, hatinya berdenyut sakit, ia cemburu melihat Mahesa yang berciuman dengan Kiran.Karena tak ingin menambah sakit di hatinya, Athalia pun memilih keluar dari ruangan bossnya itu dan membiarkan mereka berdua di sana.Seperginya Athalia, Mahesa mendorong tubuh Kiran hingga
"Nah, sekarang kemejamu sudah rapi. Ayo, kita berangkat sekarang!" Kiran tersenyum pada Mahesa, lantas kembali mengapit lengan kekarnya dan berjalan meninggalkan Athalia yang tercenung di kursinya.Bola mata Athalia bergerak memperhatikan punggung Mahesa yang berjalan di samping Kiran. Kiran merasa dadanya sesak, seolah ada benda berat yang menghujam dadanya."Mahesa akan pergi makan siang dengan Kiran? Apakah mereka berdua sudah menjalin hubungan sekarang?" gumam Athalia.Mendesah pelan, matanya melirik ke arah kalender meja yang setiap tanggalnya, selalu ia beri tanda silang. Tangan Athalia meraih kalender itu, kemudian ia memberi tanda silang di tanggal hari ini.Melihat banyaknya tanda silang yang mulai memenuhi bulan april, membuat Athalia menelan salivanya berat."Dulu saat pertama kali aku menjadi teman tidurnya Mahesa, aku berdoa semoga waktu satu bulan itu cepat berlalu agar aku bisa lepas dari jeratan Mahesa.
Tapi tidak ada satu orang pun yang datang dan menghampirinya. Karena kesal, Kiran memukul pintu toilet itu dengan tangannya.“Mengapa aku sial sekali hari ini? Sudah gaun mahalku terkena tumpahan lemon tea, lalu sekarang aku terkunci dalam toilet,” rutuknya sambil menghentakkan sebelah kakinya ke lantai.Saat itu, melalui celah pintu toilet, Kiran melihat sepasang kaki wanita yang mengenakan heels berwarna hitam. Kaki itu melangkah dan berhenti tepat di depan pintunya yang terkunci.Matanya langsung melebar senang mengetahui ada orang lain selain dirinya di dalam toilet perempuan.“Hei! Siapa di sana? Tolong keluarkan aku! Pintunya terkunci dan aku tidak bisa keluar!” Kiran mencoba meminta pertolongan.Pikirnya, wanita itu akan menolongnya. Tetapi apa yang dilakukan oleh wanita itu selanjutnya, justru tidak pernah Kiran bayangkan.Dari atas pintu toilet, tiba-tiba seember air tumpah dan mengenai tubuhnya.Ya! W
Mengatur napasnya yang memburu karena amarahnya yang memuncak, Kiran mendudukan dirinya di kursi. Matanya menatap sebal pada makanan yang masih utuh di atas meja itu. Seharusnya siang ini ia menikmati makan siang bersama dengan Mahesa. Tapi semuanya gagal total. Hari ini menjadi hari tersial dalam hidupnya.Tiba-tiba saja sebuah nama terlintas dalam benak Kiran. Keningnya berkerut dengan mata yang menyipit, Kiran menduga-duga siapa sosok wanita yang sudah mengerjainya hari ini.Tadi sebelum berangkat ke restoran, Kiran sempat menghentikan langkahnya di depan meja Athalia dan dengan sengaja memamerkan kemesraannya di depan wanita itu.“Athalia. Ya! Tidak salah lagi, pasti orang yang sudah mengunciku di kamar mandi adalah Athalia. Kudengar dari OB yang bekerja di perusahaan Mahesa, Athalia memiliki affair dengan bossnya. Bisa saja karena cemburu, dia lalu menyusul ke sini dan menggagalkan acara makan siang kami,” gumam Kiran menuduh Athalia
“A-apa maksud Anda, Tuan Leuwis? Mengapa Anda ingin aku meninggalkan Tuan Mahesa? Aku sekretarisnya, tentu aku harus selalu mendampinginya.”“Benar. Kau memang sekretarisnya. Tapi aku tidak suka melihatmu bersama dengan Mahesa. Aku yakin kau masih tinggal di apartmen putraku, ‘kan? Berapa harga yang Mahesa bayar sampai kau merasa sulit untuk meninggalkannya?” tanya Leuwis penasaran.Matanya menatap tajam ke arah Athalia.“Aku sedang memberikan penawaran yang bagus, Athalia. Aku akan memberikan berapa pun uang yang kau minta, tapi kau harus pergi meninggalkan Mahesa dan pergi jauh dari kehidupannya,” kata Leuwis yang memberikan sebuah penawaran kepada Athalia.Athalia terkejut mendengarnya. Leuwis ingin agar dirinya jauh dari Mahesa. Sementara Athalia sendiri tidak tahu apa yang membuat Leuwis ingin menjauhkan Athalia dari kehidupan lelaki itu.Mungkin Leuwis pikir, Athalia akan mau menerima uang itu dan men
Athalia terdiam, matanya menatap teduh. Kadang Athalia bertanya dalam hatinya, mengapa Mahesa memiliki ayah seperti Leuwis?Sebelum melanjutkan kata-katanya, Mahesa meremas rambutnya kasar, mengacak-acaknya, lalu kembali menatap Athalia dengan mata yang sendu.“Athalia. Apa menurutmu aku bisa sembuh dari traumaku?” tanyanya. Yang langsung dijawab dengan senyum dan anggukan oleh Athalia.“Tentu. Kau pasti bisa sembuh. Asal kau memiliki niat yang besar dalam hati dan pikiranmu. Kalau kau benar-benar ingin terlepas dari semua masa lalumu yang tidak ingin kau ingat lagi,” balas Athalia, menyentuh punggung tangan Mahesa yang berada di atas paha lelaki itu, lalu mengusapnya dengan lembut.Mahesa menurunkan pandangan, menatap pada gerakan tangan Athalia. Sentuhan itu langsung mengalirkan ketenangan dalam dirinya.***Pagi ini Athalia sudah sibuk di dalam kamar mandi. Setelah beberapa hari tubuhnya sudah terasa me
Bagaimana tidak? Athalia membuatkannya jus buah naga. Padahal ia sangat tidak menyukainya."Tapi jus ini lebih sehat untukmu daripada kopi yang sering kau minum. Cobalah dulu! Aku mohon," pinta Athalia sambil menaruh gelas jus itu di atas meja. Tampaknya ia bersikukuh memaksa Mahesa meminumnya."Aku tidak suka!""Tapi rasanya enak," sela Athalia."Itu dilidahmu. Tapi dilidahku, jus buah itu lebih mirip seperti kotoran bayi," kata Mahesa sambil meringis.Athalia ingin menyemburkan tawa mendengarnya. Tetapi segera ia tahan."Jika kau tidak mau meminum jus ini, maka aku juga tidak mah berangkat ke kantor." Athalia menghempaskan pantatnya di sofa yang berada bersebrangan dengan sofa yang Mahesa duduki.Mahesa mendengus. "Sekarang kau mulai berani mengancamku?""Aku mengancammu demi kebaikanmu," Kata Athalia meluruskan ucapan Mahesa.Biasanya, ketika Athalia membuatkan jus di pagi har
"Aku pikir dia sudah mati. Ternyata dia sedang tenggelam dalam kebahagiaannya bersama dengan keluarganya," sinis Mahesa sembari menyentak bolpoint yang dipegangnya ke atas meja.Saat ini Mahesa sudah berada di kantor. Ia pikir, dengan bekerja bisa menghilangkan perasaan resah dan amarah di hatinya. Tetapi sekalipun Mahesa berusaha menyibukkan dirinya dengan pekerjaan lain pun, hatinya tetap bergemuruh mengingat tentang sosok wanita yang sudah membuat hidupnya hancur.Siapa lagi kalau bukan Sandra Lee?Ya! Sekarang nama wanita itu bukan lagi Sandra Anderson. Melainkan sudah berganti menjadi Sandra Lee karena ia sudah menikah dengan seorang pengusaha kaya asal jepang yang bernama Lee Jae Ho."Dulu aku pernah berpikir kalau Sandra pasti akan merasakan sedih karena tidak pernah bertemu lagi denganku selama belasan tahun. Tapi ternyata aku salah, Sandra sedang terkenal di televisi dan aku tidak melihat sedikit pun raut sedih di wajahnya. Dia