Pintu utama dari sebuah rumah yang megah itu terbuka lebar di kedua sisinya oleh security. Lantas dua orang yang tadi berdiri di depan pintu, kini melangkah masuk ke dalam.
Dialah Athalia dan Dean. Sambil berjalan, Athalia mengedarkan pandangannya ke sekeliling bagian dalam rumah itu. Semua furniturenya terlihat mewah. Bisa dikatakan, rumah Dean tak kalah mewahnya dari rumah Tuan Leuwis yang pernah dilihatnya. "Athalia, di sebelah sana kamarmu," tunjuk Dean pada pintu kamar yang letaknya tak jauh dari anak tangga. "Meskipun kau tidak menginap di sini, tapi kau bisa tidur siang atau beristirahat di sana saat Dirly sekolah," kata Dean. Athalia mengangguk pelan. Tidur siang? "Ikut aku, biar kutunjukan kamarnya." Dean melangkah lebih dulu, Athalia mengekor dari belakang. Kemudian tangan Dean membuka pintu kamar itu, Athalia sempat tertegun melihat kamar itu yang akan menjadi kamarnya. Pasalnya, menurMobil mewah keluaran eropa milik Dean berhenti tepat di depan pelataran restoran 'AlmaDirly' miliknya.Setelah memarkirkan mobilnya dengan rapi, Dean turun dan melangkah memasuki restoran itu.Tangannya masuk ke dalam saku celana kanannya, merogoh sesuatu dari sana."Aku belum memberitahu dia kalau sebentar lagi Dirly ulang tahun," gumam Dean sambil mengulum senyum tipis.Masuk ke dalam lift, Dean menekan tombol lift dan segera menempelkan ponselnya ke telinga kanan.Menunggu seseorang di ujung sana mengangkat panggilannya."Hallo, Mahesa! Maaf mengganggumu, apa kau sedang sibuk?" ternyata Dean menghubungi Mahesa."Tidak, kau sama sekali tidak menggangguku. Aku baru saja selesai menandatangi laporan. Ada apa, Dean? Aku tahu, jika kau menghubungiku, itu tandanya ada sesuatu yang penting." suara Mahesa terdengar dari seberang telpon."Kau benar, memang ada hal penting yang ingin kuberitahukan padamu. Karena kau tidak akan mungkin datang ke sini,
Akan tetapi, tentu saja sebuah perjanjian berada di balik semua itu. Andai Mahesa memutuskan hubungannya dengan Kiran, maka Tuan Gwen tak akan berpikir dua kali untuk mencabut semua bantuannya pada Leuwis.“Entahlah, Pa. Aku lelah, ingin mandi dan tidur,” ucap Mahesa yang kalah dengan ucapan Leuwis.Baru saja Mahesa menapakkan kaki di anak tangga pertama, tiba-tiba ia menarik dirinya dan kembali menghadap Leuwis.“Kenapa?” Leuwis menatap heran. Seperti ada sesuatu yang hendak Mahesa katakan.“Aku hanya bingung. Mengapa dulu aku sampai jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan Kiran? Padahal setelah aku tahu sifatnya sekarang, aku rasa itu tidak mungkin,” kata Mahesa mengerutkan dahinya.Sementara wajah Leuwis langsung salah tingkah.*** Dirly baru saja tertidur, Athalia tersenyum dan menaikan selimutnya hingga sebatas leher.Sesaat Athalia memandangi wajah polos itu saat sedang terlelap, ta
Dengan dibalut kesunyian malam, Dean terbaring sendirian di tengah-tengah ranjangnya.Sengaja ia buka pintu balkon lebar-lebar, mempersilakan pada angin untuk menyeruak masuk mendinginkan malamnya.“Alma, sayangku.” Dean berucap lirih, mendekap sebuah foto di atas dadanya. Sedangkan matanya lurus menatap pada plafon kamar yang berkeluk rumit di atas sana.“Dia Athalia. Baby sitter baru untuk Dirly. Sejak pertama kali aku melihatnya, aku merasa seperti kembali pada waktu dimana saat pertemuan pertama kita. Dia sangat lembut, penyayang, juga senang pada anak kecil. Dia benar-benar mirip sepertimu. Sampai aku tidak tahu apa yang bisa kujadikan sebagai tanda dari perbedaan kalian.” Dean menarik napas dalam, lalu menghembuskannya pelan.Dean mengangkat foto itu dan menatapnya lekat. Terlihat wajah cantik Alma yang memenuhi indera penglihatannya.Wajah itu, wajah yang selalu membuatnya menyerukan kata rindu beberapa tahun belaka
Pagi ini, Athalia kembali datang ke rumah Dean. Ia telah selesai membantu Dirly memakaikan baju, juga menyisirkan rambutnya seperti kemarin.Kini, Athalia berdiri di samping kursi yang Dirly duduki. Mengoleskan selai kacang di atas setangkup roti dan meletakannya di atas piring milik Dirly.“Terima kasih!” mata Dirly terangkat, mengedip pada Athalia.Athalia tersenyum. “Sama-sama.”Dean pun diam-diam tersenyum melihat kehangatan dua orang di hadapannya.“Athalia, duduk di kursimu dan sarapan. Dirly, habiskan sarapanmu!”“Baik, Pa.” Dirly mengangguk.Athalia mendudukan dirinya di sebelah Dirly. Lalu mengalasi piringnya sendiri.Saat rotinya tinggal setengah, Dirly menjeda sarapannya sebentar, meraih gelas dan meneguk airnya, lalu menatap ke arah Dean yang duduk di seberangnya.“Pa!”“Hemm … ada apa?” Dean pun menghentikan sarapannya sebentar, sejenak memusa
Pulang dari sekolah, Athalia dan Dirly langsung pergi ke toko buku.Sementara sopir menunggu di baseman, mereka menaiki lift, menuju lantai dimana ratusan rak buku berjejer di sana.Setelahnya pintu lift terbuka, Dirly langsung terperangah dan melompat keluar dari lift.“Dirly, hati-hati!” jantung Athalia nyaris dibuat copot, karena bocah itu berlari tanpa mempedulian tadi ia hampir tergelincir.Tapi saat Dirly sudah berjalan ke arah rak buku, Athalia mendesah lega dan tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.“Hhh anak itu.” “Yeay! Aku dapat!” Dirly berhenti di depan sebuah rak, lalu mengambil salah satu buku dari sana.Athalia mempercepat langkah untuk mencaritahu buku apa yang diambil oleh tangan mungil itu.“Komik?” Athalia mengangkat sebelah alisnya.Dengan tanpa dosanya, Dirly menoleh dan mengangkat komik itu tinggi-tinggi, menunjukannya pada Athalia.“Ini komik o
Selesai membeli komik untuk koleksi Dirly, Athalia membeli beberapa buku pelajaran untuk bocah usia satu tahun. Dengan senang hati Dirly membantu membawakan buku-buku itu.“Sini, Dirly. Biar aku yang membawa buku-bukunya.” Athalia menjulurkan tangannya, hendak mengambil alih buku-buku dari tangan Dirly.Namun Dirly menggelengkan kepala seraya menjauhkannya dari jangkauan tangan Athalia.“Tidak perlu, biar aku saja yang membawanya.”“Kau yakin? Sejak tadi kau yang membawanya, apa kau tidak merasa keberatan?” Athalia menautkan kedua alisnya.Dirly nyengir lebar, sekali lagi kepalanya menggeleng. “Tentu saja tidak. Meskipun aku masih, tapi ototku sudah sekuat Papa,” ucapnya membanggakan diri.Athalia nyaris tersedak tawa, tapi kemudian ia mengangguk-anggukan kepala.“Oh, oke. Baiklah. Terserah kau saja kalau begitu.” dengan gemas, Athalia mengacak pelan rambut Dirly, membuat si empunya langsu
Dean menyipitkan mata, menunggu jawaban Athalia.“Emhh … itu Pak Dean.”“Itu apa?”Suara klakson mobil terdengar dan mengejutkan mereka sebelum Athalia bicara lagi. Perhatian Dean segera teralih, keningnya berkerut sekarang.“Kenapa Pak Sardi membunyikan klakson,” gumam Dean, lalu berjalan menuruni tangga dan meninggalkan Athalia.Buru-buru Athalia menghela napas lega.“Hah, untung saja Pak Sardi menyelamatkanku,” ucap Athalia.Sementara itu, langkah Dean bergerak keluar teras. Ia melihat sopirnya baru turun dari mobil dan menutup pintu mobil itu hingga rapat.Dean sudah menduga, pasti lelaki setengah baya itu yang membunyikan klakson mobilnya.“Kenapa klaksonnya bunyi, Pak Sardi?” tanya Dean, sambil membenamkan kedua tangannya ke dalam saku celana, sedangkan matanya lurus menatap pada Pak Sardi yang mengusap tengkuknya dengan malu.“Maaf, Pak Dean.
“Apakah aku terlihat tampan?” tanya Dirly, sambil berputar setelah mengenakan stelan jas yang pas dengan tubuhnya.Dean yang duduk di tepi ranjang pun menahan senyum.“Sepertinya pertanyaan itu akan lebih cocok jika kau tanyakan pada Tante Athalia,” kata Dean.Dirly mengerutkan kening. Mendekat selangkah pada Dean agar Dean bisa merapikan dasi kupu-kupu merah yang mengikat di depan lehernya.“Kenapa harus Tante Athalia?”“Karena dia perempuan. Tentu dia akan tahu pria tampan itu yang seperti apa,” jawab Dean sambil meraih sisir yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu mulai menyisir rambut Dirly yang sedikit basah.Dirly manggut-manggut mendengar celotehan ayahnya.“Baiklah, kalau begitu, nanti akan kutanyakan pada Tante Athalia jika dia sudah kembali,” ucap Dirly penuh semangat.Entah mengapa, hari ini bocah itu merasa dirinya paling berkarisma di sini. Mungkin karena sekaran