Akara kembali menghembuskan angin, memperlihatkan detik-detik Putra Galon menyentuh cairan dingin itu hingga semua orang dapat menontonnya. Tanpa ba-bi-bu pria tua itu membungkuk untuk menyentuhnya dan kreszz...
"Aghh!" teriaknya sambil berdiri kembali, mengangkat tangannya sudah membeku hingga ke lengannya. Kepanikan para penonton terjadi, hingga muncullah seseorang yang membuat mereka semua menoleh ke arahnya."Ketua Aula!" seru mereka sambil membungkuk menghormatinya. Seorang pria tua dengan topi lebar ke samping, tangannya yang keriput memegangi jenggot putihnya dan mengelusnya."Apa yang sedang terjadi?" ucapnya dengan tenang, tanpa melepaskan tangannya di jenggot putihnya. Pandangannya lalu tertuju pada gadis kecil yang sedang memurnikan pil dan Putra Galon di sana....Di suatu ruangan.Akara dan gadis kecil bernama Vania duduk di sebuah sofa. Di depannya ada Putra Galon dengan tangan masih membiru dan di sisi samping, menghadKekuatan di kota Glint jadi tidak imbang, ditambah lagi menghilangnya kepala keluarga Beton. Sekarang hanya Vonci Kates satu-satunya kekuatan besar di sana, membuatnya jadi semena-mena. Akhirnya keluarga lainnya dari kota Glint pindak ke kota Oll Hulu ini, hingga akhirnya bencana aneh muncul setahun terakhir. "Oll hulu? Bukankah masih ada dua kota di hulu sana?" ucap Akara."Benar, namun di sisi lain kota ini merupakan sumber mata air sungai Oll," jelas Joko Melinjo. Mendengar semua penjelasan itu, Vania nampak begitu murung....Akara dan Vania telah keluar dari Aula Alkemis. Melihat wajah murung gadis itu tadi, ia akhirnya bertanya kepadanya."Ada apa? Kenapa tadi murung saat mendengar penjelasan pak tua Joko Melinjo?""Ahh kak Akara?" Ia malah kaget, pikirannya masih berjalan-jalan. "Hanya saja...""Vania!" panggil seorang gadis yang berlari ke arah mereka. Gadis berambut pendek di atas pundak, dengan mata bulat yang inda
Kini mereka telah duduk di sofa, dengan Kana yang duduk menemani kakeknya."Tidak kakek sangka bocah polos saat itu menjadi pemuda yang begitu berbeda!" seru Taji Meranti."Hehe, Kana juga jadi semakin cantik dan imut!" Akara menggoda gadis imut itu, membuat kakeknya mengayunkan tongkat."Kau bocah!" Untung Kana segera menahannya, walau sambil memalingkan wajahnya yang memerah. Akara lalu terkekeh sebelum minta maaf dan memulai pembahasan."Maaf, apa masih ada batu Cryostar seperti sebelumnya?" "Anak muda, batu itu kakek dapatkan di sekitar mata air sungai Oll, tapi sekarang keadaannya sedang seperti ini, tidak mungkin bisa mencarinya lagi," Akara kembali bertanya akan keadaan di sana, kali ini jawabannya berbeda. Sekitar kurang lebih satu tahun yang lalu, ada pancaran energi warna putih yang membumbung hingga ke langit. Pusat pancaran itu berasal dari mata air Oll. Saat para warga penasaran dan mendekat, terjadilah s
Satu tangannya masih menarik lengan Kana ke atas, lalu tangan lainnya merangkul pinggang rampingnya. Jidat Kana tepat berada di depan bibir Akara, hingga membuat gadis itu segera menunduk. Kini tangan Akara yang ada di atas melepaskan lengannya dan beralih pada dagu Kana dan mendongakkan kepalanya. "Mau menahanku dengan apa?" Akara mendekatkan wajahnya, hingga membuat gadis itu panik dan mendorong dadanya."Lepaskan!" serunya."Katanya mau menahanku?" goda Akara, namun melepaskan tangannya hingga dorongan Kana berhasil memisahkan mereka. Akan tetapi, gadis itu dengan cepat memeluk Akara kembali."Tidak akan aku lepaskan jika kamu masih mau pergi ke sana!" Akara hanya bisa menghela napas panjang sebelum berkata. "Sudah aku bilang sebelumnya, akan aku ubah takdirku sendiri. Jadi jangan kira aku masih seperti Akara yang dulu!" Ia meraih pinggang rampingnya lagi, lalu Angin Surgawi menyelimuti tubuhnya mereka. Dalam sekejap keduanya terbang
Mereka tercengang, tidak percaya akan apa yang terjadi dengan tetuanya yang di ranah abadi. Karena kesakitan, ia sampai turun ke bawah dan menutup sayap perinya. "Dramatis sekali kedatanganmu, ternyata hanya di ranah Asmaradana!" ucap Akara sambil terkekeh geli."Hanya katamu!?" teriaknya kesal karena direndahkan, lalu Akara meraih kadal di pundaknya. Ia lalu melemparkannya dan Komo berubah membesar di hadapan mereka. Tidak hanya bentuk dan ukurannya yang membuat mereka bergidik ngeri, namun lingkaran cahaya berwarna oranye di atasnya. Tingkat mistis 3 pola, kadal bodoh itu telah naik tingkat ternyata. "Drake tingkat mistis 3 pola!?" Mereka ketakutan dan ingin kabur, namun apa daya, kaki mereka sudah terluka. Komo mengaum, lalu membuat puluhan kristal seperti tongkat dengan panjang beberapa meter di atasnya. Jleg jleg jleg... Seketika puluhan kristal itu diluncurkan, menancap di depan mereka membuat mereka berhenti dan terbelalak. Beberapa kris
Gadis yang begitu polos, ia ragu-ragu ingin melakukan perintahnya atau tidak. Akan tetapi, retakan melebar."Cepat!" seru Akara, lalu gadis itu langsung duduk di pangkuannya. Begitu kikuk, ia langsung memejamkan mata dan memeluk kedua lututnya. Akan tetapi, retakan tidak menghilang dan perlahan-lahan masih melebar."Kok masih!?" serunya seraya menoleh dan terkejut dengan wajah mereka yang begitu dekat. Ia sontak memalingkan wajahnya lagi."Lepaskan tanganmu!" Akara meraih lengan Kana yang memeluk lututnya. Dengan ragu-ragu dan panik gadis itu menurut, lebih tepatnya pasrah. Akara lalu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kana dan langsung menariknya hingga tubuh mereka bersentuhan. Gadis itu langsung terkejut hingga mematung, dengan wajah dan telinga yang merah padam. Akara melingkarkan kedua tangannya, sambil mengusap lembut perut ratanya. Ia lalu menunduk hingga wajahnya tepat di samping telinga Kana dan berbisik."Diam seperti ini."
Tidak jauh dari gua tempat Akara dan Kana, ada beberapa gua lain dan di salah satunya, ada satu orang yang duduk bersila. Pria tua dengan tubuh kurus kering dan pakaian compang camping, dengan rambut, janggut dan kumis yang panjang tidak terurus. Penampilan layaknya gelandang itu segera membuka matanya saat tidak ada aliran energi yang dapat ia serap."Apa yang terjadi?" gumamnya seraya menoleh ke arah air di sebelahnya. Melihat kedalaman air yang tenang, ia langsung melompat ke sana. Dengan penuh semangat ia berenang keluar."Akhirnya terbebas!" serunya bersemangat dan melihat aliran energi dari Esensi Air Surgawi yang mengalir ke satu titik. Penyerap energi itulah yang menyebabkan arus air jadi berhenti. Tanpa basa-basi, kakek tua itu melanjutkan berenang. Pintu keluar sudah terlihat dengan cahaya yang begitu tipis di sana, membuat semangatnya semakin membara. Akan tetapi, aliran energi tadi tiba-tiba terhenti. Sontak arus air yang sangat deras kembali muncul.
Gadis imut itu telah duduk di depan Akara, dengan pakaian yang sudah lenyap dilahap oleh api. Ia menundukkan kepalanya, lalu Akara membuka matanya dan langsung terbelalak melihat tubuh Kana. Selain pipi yang tembem, aset besar begitu mengguncang gunung kembarnya. Walaupun begitu, ia memiliki perut yang rata dengan pinggang ramping. Bagian pinggul dan pahanya kembali membesar, lalu ada serambi lempit yang juga tembem. Dengan rambut yang begitu tipis, bahkan nyaris tidak ada, surganya benar-benar seperti garis lurus. Akara dengan otomatis bangun dan mendekat, membuat gadis itu menutupi wajahnya. Walaupun begitu, ia masih dapat melihat dengan jelas di antara sela-sela jarinya, lalu tangan lain menunjuk apa yang sedang ia lihat. Akara tidak memperdulikannya, dari wajahnya yang memerah dan tatapan sayu, pemuda ini benar-benar tenggelam dalam nafsu. Ia segera meraih tangan yang menutupi wajah imut itu dan tangan lain meraih dagunya. Ia langsung mencium bibir gadis itu yang merah
Di mata air sungai OllAliran air sudah mengecil kembali, namun masih menyisakan kehancuran di sekitarnya. Pepohonan di sekitarnya sudah ambruk terbawa oleh arus air, dengan orang-orang dari keluarga Galon yang terkapar dalam kurungan Komo. Brushhhh... Sesuatu keluar dari mata air, membuat airnya menyiprat hingga menciptakan sebuah pelangi di udara. Sebuah energi berwarna merah, biru, hijau, ungu dan putih, membentuk sebuah sayap yang begitu indah. Sayap peri membuat terbang pemiliknya yang sedang menggendong gadis imut."Sepertinya lancar sekali!" seru seekor Drake yang ada di pinggir mata air.Pemuda itu terkekeh, sebelum turun, mendarat di dekatnya."Mungkin karena Esensi Surgawi masih baru terbentuk, ditambah lagi sudah kesekian kalinya. Esensi petir kemarin juga tidak sebrutal Esensi Angin, padahal dia lebih tua sampai bisa membentuk tubuh Wyvern, bukan merasukinya," jawab Akara tanpa menurunkan Kana dari gendongannya."Syu