Share

2. Percobaan Bunuh Diri.

“Hei, biarkan saja, sudah aku bilang jangan ngomongin hal yang tidak berguna di sini. Lagian setelah kita mengantarnya ke tempat itu, urusan kita selesai dengannya. Itu bukan urusan kita, mau di jual ke orang kaya atau di bunuh sekali pun biar kan saja. Aku tidak peduli."

Keringat dingin membasahi kening dan juga punggung Alice. Rasa takut, resah, dan sesak, bercampur aduk di dalam benaknya.

‘Apa … aku benar-benar telah dibuang?"

Alice rasanya tidak mampu membayangkan dirinya benar-benar dibuang oleh keluarganya sendiri. Dia mulai berpikir apakah kedua orang tuanya merasa malu karena Alice dipermalukan di acara pernikahan yang harusnya menjadi pernikahannya itu. Atau ini hanyalah sandiwara untuk menyingkirkan dirinya, ibu tirinya tidak menyukainya sejak kedatangannya begitu juga sebaliknya tetapi Federica adalah orang yang mengajaknya bermain kala itu.

Apa karena alasan itu juga Alice dipermainkan oleh semua orang yang dianggapnya sebagai keluarga? Bahkan Alice seakan masih jelas mendengar suara cemoohan orang-orang yang mengatai dirinya saat di aula pernikahan tadi.

‘Tidak … Ibu dan ayah tidak setega itu, kan? Mereka tidak mungkin membuang ku,’ batinnya, menguatkan hatinya yang rapuh itu.

Hidupnya seakan seperti sebuah boomerang yang siap meledak kapanpun. Bahkan saat ini Alice tidak tahu apa yang sedang menunggu dirinya.

Alice merasakan jika mobil yang di naikinya telah berhenti. Dan tak lama salah satu pria bersuara.

“Sampai. Cepat bawa dia turun sekarang dan buka ikatan tangannya dan penutup di matanya itu.”

“Oke.”

Alice mendongakkan kepalanya saat sebuah tangan kasar memegang pergelangan tangannya. “L-Lepaskan,” lirih Alice, berusaha untuk melepaskan pegangan tangannya yang di cengkram kuat oleh salah satu pria yang membawanya.

“Diam dan turun cepat!” bentak orang itu.

Alice terdiam mendengar bentakan tersebut. Dia meringis kesakitan saat tangannya diremas semakin erat hingga dia yakin akan menimbulkan bekas kemerahan di sana.

‘Kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini? Memangnya apa salah aku sama mereka? Apa yang akan mereka perbuat padaku? Tuhan tolong aku,'

Alice takut. Dia tidak tahu di mana dia berada dan dengan siapa dia saat ini. Tidak ada satu pun suara yang dia kenali di antara dua pria yang saat ini tengah melepaskan ikatannya.

“Ngh ….”

Alice membuka kedua matanya perlahan disaat kain yang membungkus matanya sudah tidak lagi.

“Ini ….”

Terbuka lebar kedua matanya memandang gedung mewah yang berada di hadapannya. Secepat kilat dia mengedarkan pandangannya dan terkejut bukan main ketika mendapati dua pria berwajah seram yang berada di belakangnya.

“S-Siapa kalian? Kenapa aku dibawa kemari?” tanya Alice berusaha menjauhkan dirinya dari kedua pria itu.

Alice menurunkan pandangannya dan menyadari bahwa pakaian yang dia kenakan masih sama seperti saat dia berada di aula pernikahan tadi.

“Sudah aku bilang diam! Ikuti saja kami!” bentak orang yang bersuara sama dengan yang Alice dengar di dalam mobil tadi.

“A-Aku mohon … jangan apa-apakan aku,” lirih Alice.

Terlihat kedua bahunya bergetar ketakutan.

“Ck, bukan kami yang bakal apa-apakan kamu tapi orang yang sudah membeli kamu yang akan melakukannya,” sahut pria tersebut, meraih kasar pergelangan tangan Alice. “Ikuti saja kami karena kamu itu sudah dijual.”

Bola mata Alice semakin terbelalak lebar. “Di … jual?”

“Kasihan sekali kamu, ya. Sudah dijual begini, yah setidaknya orang yang membeli kamu adalah orang kaya, dilihat dari hotel mewah ini.”

Tubuh Alice terseok-seok karena ditarik paksa oleh orang yang menarik tangannya secara kasar itu. Dia tidak sanggup melakukan perlawanan karena memang tubuhnya kecil dibandingkan kedua orang tersebut.

“K-Kenapa … aku dijual?” tanya Alice lirih, dengan kedua mata yang kembali basah akan air mata. “S-Siapa yang menjualku?”

Dalam hati dia terus-terusan berusaha meyakinkan diri bahwa bukan keluarganya yang mempermainkannya seperti ini, bahkan sampai menjual dirinya kepada orang lain.

“Yah, siapa lagi kalau bukan orang yang tidak menyukai kamu,” jawab pria tersebut.

Timbul tanda tanya di dalam benak dan pikiran Alice. Namun belum selesai kebingungannya, Alice merasa semakin gelisah dan resah saat melihat dirinya dipaksa masuk ke dalam lift.

“Tidak,” lirih Alice, sambil menggerakkan tangannya sekuat tenaga agar dilepaskan oleh pria di depannya itu.

“Sial! Dia ini tidak mau diam!”

Pria itu langsung mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jaketnya. Ditodongkannya pistol tersebut tepat di depan wajahnya Alice.

“Jika kamu masih berisik, pistol ini benar-benar akan mengenai wajah kamu,” bisik pira itu, mengancam Alice.

Wajah Alice seketika memucat. Dia tentu merasa takut jika saja peluru dingin itu sampai menembus tepat di wajahnya.

Namun Alice sendiri juga enggan mengikuti kedua orang yang mengatakan bahwa Alice telah dijual.

“Patuhlah maka kami juga ti—akh!”

Gigitan kuat Alice berikan kepada pria tersebut. Pistol yang sebelumnya berada di tangan pria itu pun terjatuh ke atas lantai.

Dengan sigap Alice meraih pistol itu lalu melangkah mundur, menjauhi dua pria yang sedang menatap tajam padanya.

“J-Jangan mendekat,” ucap Alice, menodongkan pistol tersebut ke arah kedua pria itu.

Namun sayangnya kedua tangannya terlihat semakin bergetar karena ini pertama kalinya dia memegang kedua pistol itu.

Keributan itu membuat beberapa orang yang berada di hotel langsung berbisik-bisik sembari menatap ke arah Alice dan dua orang pria berbadan kekar itu. Menyadari hal itu salah satu pria bicara agar pada pengunjung hotel.

"Maaf, jika nona kami ini menganggu kenyamanan anda semua. Nona kami ini sebenarnya kurang waras, dia merasa jika suaminya di culik saat akan menikah. Itulah sebabnya kami ingin mengantarnya ke sini untuk istirahat, karena dia menganggap apa yang dilihat itu musuhnya dan orang asing seperti temannya. Mengenai pistol itu, itu cuma mainan hanya sama persis seperti sungguhan." ujarnya memastikan tidak ada yang curiga.

“Hei, kamu itu lemah, jadi tidak mungkin bisa menembakkan pistoll itu ke kami. Lebih baik serahkan pistol itu sekarang, selagi kami memintanya baik-baik,” ucap salah satu pria tersebut, dengan menahan rasa geramnya karena Alice malah membuat keributan.

Alice terdiam dengan kepala yang tertunduk. Perlahan dia menurunkan pistolnya itu.

“Nah, begitu. Cepat kema—”

“A-Aku tidak akan ikut dengan kalian,” ucap Alice, memotong cepat ucapan pria itu.

Tanpa diduga, Alice mengangkat kembali pistol dengan sebelah tangannya yang bergetar. Dia sekali lagi menodongkan pistol tersebut, namun kali ini ke arah kepalanya sendiri.

“Apa yang mau kamu lakukan?!” bentak pria itu panik.

“L … Lebih baik aku mati, daripada harus ikut dengan kalian,” lirih Alice dengan air matanya yang tidak henti-hentinya mengaliri wajahnya.

“Jika hidupku memang tidak berarti untuk siapapun, lebih baik aku pergi dari dunia kejam ini.”

Saat Alice menarik pelatuk pistol tersebut, seketika dia merasakan pukulan yang sangat keras pada tengkuk lehernya.

Kedua mata Alice terbuka lebar dengan mulutnya yang ikut sedikit terbuka. Tubuhnya pun limbung ke depan dan pistolnya juga terlepas dari genggaman tangannya.

“Sudah aku bilang yang patuh tapi dia malah bikin ribut kayak gini,” geram pria itu mengambil kembali pistolnya. “Seret dia!”

Rekan pria itu pun tanpa ragu menarik rambut Alice dan menyeret tubuh Alice begitu saja, hingga masuk ke dalam lift yang sudah menunggu mereka itu.

Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat Alice menangis dalam diam. Penglihatannya pun mulai mengabur karena rasa pening di kepalanya saat ini.

Belum lagi saat tubuhnya kembali diseret keluar dari dalam lift, membuat kesadaran Alice kian menipis.

‘Aku … tidak tahan lagi.’

Perlahan kedua matanya terpejam, namun sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, Alice mampu mendengar suara yang masuk ke indera pendengarannya. Suara itu berbeda dari kedua pria yang menyeret dirinya.

“Tuan, wanita itu ada di dalam."

Deg!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
siapa ya kira2 yang membeli Alice? apa mungkin Alice akan diperlakukan dg baik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status