“Tolong, jangan begini Pak. Bapak bisa minta baik-baik dan saya akan berikan untuk Bapak dengan ikhlas. Tapi tolong … jangan begini.” Alya yang mendapat perlakuan kasar yang lebih tak manusiawi dari sata ia dapatkan pertama kali Evan menggaulinya itu pun mencoba untuk memohon pada sang suami. Berharap, Evan bisa memperlakukannya dengan jauh lebih baik. Buka dengan menyiksa lahir dan batinnya itu secara bersamaan. Sungguh. Alya adalah wanita yang memiliki sisi lemah seperti wanita yang lainnya. Selama ini sudah terlalu kuat bagi dirinya untuk harus menghadapi segala ujian hidup yang berhasil membuat dirinya terpaksa kuat. Dan kini, keteguhan dan dirinya yang selalu bersikap kuat harus dihancurkan oleh tindakan yang Evan lakukan secara tak manusiawi itu terhadap dirinya yang secara sah menurut agama adalah istri dari pria yang berhasil menginjak-injak harga dirinya. “Apa kau bilang? Saya tak butuh meminta baik-baik padamu, Jalang. Saya bisa melakukan apapun atas tubuhmu ini, Hah!”
Alya membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa begitu berat seperti ditindih oleh bongkahan batu yang begitu besar. Tubuhnya terasa sakit semua, remuk redam yang kini Alya rasakan setelah mata kembali terbuka sempurna. Seperti dihantam oleh bongkahan berulang kali. Rasa perih di area intimnya semakin Debaran rasa yang begitu menggebu dan mengharu biru dalam hatinya itu kembali menyesakkan dadanya. Memori itu kembali berputar di kepalanya, mengingatkannya pada kejadian mengerikan yang Evan lakukan semalam. Sungguh, itu adalah mimpi buruk baginya. Seandainya Evan meminta dengan cara yang baik pun Alya pasti akan memberikan pelayanannya. Evan. Nama itu bagaikan racun di telinganya. Pria yang dicintainya, yang dipercayainya, ternyata telah melakukan hal keji terhadapnya. Alya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana bisa Evan melakukan hal itu padanya?Alya mencoba bangkit dari kasurnya, namun rasa sakit yang luar biasa membuatnya meringis. Tubuhnya terasa lemas,
“Bukankah perusahaan ini menyediakan pinjaman untuk karyawannya yang membutuhkan, yang nanti akan dipotong langsung dari gaji bulanan sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan pada perusahaan ini, Pak?” Tanya Alya. Gadis berusia 20 tahun yang saat ini sedang menjadi tulang punggung keluarganya mencoba berargumen pada manajer akunting baru yang tak lain adalah anak dari pemilik pabrik konveksi tempatnya bekerja. Wanita yang sejak beberapa tahun terakhir ini menjadi lemah keadaannya, karena harus mendapati fakta jika sang ibu yang selama ini bekerja keras untuknya dan Safa, adiknya itu harus mengidap penyakit jantung koroner. Pria yang berada di balik meja kerjanya itu menatap tak suka pada Alya yang berusaha mencari simpati kepadanya. Kebijakan baru saja dia buat, tentu saja dia tak akan melakukan pelanggaran atas apa yang sudah diputuskan olehnya. Bagi Evan, permintaan karyawannya itu tak masuk akal. Jumlah yang akan dipinjam bukanlah jumlah sedikit. Melainkan jumlah uang ratusan j
Alya kembali ke ruang kerjanya dengan mata sembab dan langkahnya yang gontai. Banyak pasang mata yang menatap penuh tanya saat melihat kondisi yang terjadi kepada Alya. Tentu saja semua orang yang melihat keadaan Alya tidak seperti biasanya itu saling bertanya satu sama lain. Dan mereka hanya mengira jika sesuatu buruk terjadi pada ibu gadis tersebut.Tiba di ruang kerjanya, sambutan pertama yang Alya dapatkan adalah tatapan cemas dari Vira, rekan kerja satu profesi dengannya yang menjadi desain tiap pakaian yang diproduksi oleh pabrik tekstil tersebut.Vira yang mendapati keadaan temannya yang sedang tidak baik-baik saja itupun tidak tinggal diam. Dia segera mendekat, menatap penuh tanya kepada wanita yang terbiasa ceria itu masuk dengan mata sembab yang masih memerah.“Apa yang terjadi?” Vira yang mendapati sang teman sedang tak baik-baik saja itu pun menjadi panik. Setelah mereka melakukan absensi masuk bekerja, Vira sudah tidak mendapati temannya kembali masuk ke ruang kerjany
“Maaf.” Vira yang sebelumnya terlihat antusias mendengar keluhan dari Alya itu tiba-tiba meminta maaf pada temannya. Dia menatap sendu pada Alya, setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh rekan kerjanya tersebut. Vira tidak mampu berbuat banyak. Sebagai teman yang baik dia hanya mampu mendoakan semoga kalian bisa melewati ujian hidup yang terjadi pada dirinya dan keluarganya tersebut.“Kenapa Mbak minta maaf. Mbak ga salah apa pun loh,” kata Alya. Wanita yang semula sudah bersiap menumpahkan cairan kristal di balik kelopak matanya itu tiba-tiba terkekeh pelan. Dia mengulas senyum cantiknya, menatap pada sang teman karena Vira yang sama sekali tidak melakukan kesalahan malah meminta maaf kepadanya.“Al.” Wanita yang menetap sendu kepada Alya itu bukan suara, masih dengan tatapan nanarnya. Dia berucap, “mbak minta maaf. Kali ini habis tidak bisa membantu lebih untukmu dan keluargamu. Jujur saja Mbak juga habis memberikan pinjaman kepada Mas Emir untuk biaya pendidikannya. Jad
Alya merasa lemas seketika, saat harus menyadari panggilan untuk datang ke sekolah Safa, adiknya. Selain tak bisa mengabaikan masalah biaya yang harus ia dapatkan untuk pengobatan ibunya. Alya juga tidak bisa membiarkan Safa mengalami kesulitan di ujung kelulusan yang sudah di depan mata.Ternyata seperti ini rasanya sekolah di swasta. Semua harus serba dengan uang. Bahkan, saat harus mengikuti ujian akhir pun. Uang masih harus menjadi prioritas yang harus diselesaikan. “Ada apa lagi?” Tanya Mbak Vira pada Alya. Alya menoleh pada sang teman, menghela nafas beratnya, sebelum akhirnya membuangnya dengan perlahan.Dia menatap pada Vira sekilas, sebelum akhirnya mengalihkan tatapan pada jalanan menuju ke ruang kerja mereka.“Panggilan dari sekolah Safa, Mbak. Sebentar lagi Safa akan ujian akhir, wali kelasnya meminta Alya untuk datang ke sekolah mengenai perihal uang akhir tahun Safa yang belum terbayar lunas.” Alya sama sekali tidak menutupi gambar yang baru saja ia dapatkan dari wal
“Woi! Lo bisa nggak naik motor!” Teriak seorang pejalan kaki yang hampir saja tertabrak oleh Alya yang tidak menyadari lampu merah menyala di perempatan jalan yang sedang dilaluinya.“Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Saya kurang berhati-hati,” ujar Alya yang hampir saja menabrak pejalan kaki yang hendak menyerang jalan yang ia lalui untuk kembali pulang menuju ke rumah sakit. “Al. Kamu tidak apa-apa kan? Kamu harus hati-hati mengendarai sepeda motor. Kamu pasti sedang ngelamun, makanya hampir saja menabrak orang.” Alya menoleh, dia mengangguk pelan. Membenarkan kalimat Mbak Vira akan fakta yang terjadi pada dirinya. “Iya, Mbak. Alya minta maaf,” jawab Alya. “Apa ganti mbak saja yang bawa motornya?” Tawar Mbak Vira untuk berganti membawa sepeda motornya. Alya menggeleng, “Tidak perlu Mbak. Alya akan lebih berhati-hati lagi.” Tanpa mereka sadari, kejadian yang baru saja mereka alami tersebut tak luput dari sepasang mata yang memperhatikan mereka dari dalam mobil mewah yang dikendar
Mendadak detak jantung Aliya berhenti seketika, saat harus mendapatkan penawaran yang semula ia pikir berupa angin segar untuknya itu nyatanya salah. Harapan yang semula ia pikir jika Evan akan berubah pikiran dan akan membantunya dengan sukarela untuk meminjamkan uang perusahaan padanya itu salah. Melainkan yang Alya dapatkan adalah sebuah penawaran gila yang tak akan pernah dia lakukan sebagai seorang wanita yang memegang penuh prinsip untuk selalu menjaga harga diri dan mahkota berharga yang dia miliki sebagai seorang wanita. Di zaman yang sudah sangat maju, dengan banyaknya kebebasan yang sering dilihatnya di depan mata. Alya semakin tidak ingin mengikuti pergaulan bebas yang terjadi di kehidupan yang ada di sekitarnya. Biarlah, dia dianggap norak dengan tidak pernah memiliki seorang kekasih. Dari pada harus kehilangan mahkota berharga yang selalu menjadi kebanggaan seorang wanita yang dia punya. Tidak mengapa bagi Alya harus miskin harta. Tetapi dia tidak akan miskin h