"Apa yang kau lakukan?" teriak salah satu burung."Tidak ada, hanya saja aku ingin mendengar kalian berdua menjelekkan diriku lagi," ujar Elisa sambil tersenyum.Ia membuat kedua burung itu tak bisa bergerak. Sampai akhirnya mereka berdua hanya bisa diam memperhatikan gadis itu."Apa kau seorang penyihir?" tanya salah satu burung yang masih bertengger di ranting tersebut."Apa maksudnya?" tanya burung yang satunya."Entahlah," jawab salah satunya.Elisa hanya tersenyum. Dia tahu jika salah satu dari mereka menyadari kekuatannya. Namun, dia tak perlu takut, dirinya tahu mereka tak akan memberitahukan pada orang lain. Apalagi mereka hanyalah hewan yang bisa terbang dan tidak bisa berinteraksi dengan manusia."Aku ingin tahu apa yang Valeri ingin lakukan padaku, bisakah kalian menceritakannya?" tanya Elisa."Bisa, tapi ada syaratnya," ujar salah satu burung tersebut."Apa syaratnya?" tanya Elisa."Kau harus mengambil buah di sana, di atas tebing itu, kami ingin memakannya," ucap burung i
"Apa benar hanya itu informasi yang kalian tahu?" tanya Elisa sambil terus menatap kedua burung yang masih memakan buah."Apa ada yang lain, Fel?" tanya sang jantan."Emmm, sepertinya kau lupa memberitahu sesuatu, Jef," jawab sang betina."Apa yang kalian bicarakan? Cepat beritahu aku, atau aku akan buang makanan ini ke sungai," ancam Elisa sambil menarik makanan tersebut, membuat kedua burung itu terbang melayang-layang di sekitar Elisa."Valeri sudah membunuh pasangannya lalu di sini," ucap Fel, sang betina."Ah, benar, dan setelah membunuhmu, ia akan mengangkat diri menjadi seorang Luna. Air yang kau minum beberapa hari ini adalah hasil daripada ulah Valeri. Ada beberapa omega yang bekerja sama dengannya," jawab Jef, sang jantan.Elisa mengepalkan kedua telapak tangannya hingga buah di tangan tersebut hancur berkeping-keping. Ia begitu emosi setelah mendengarnya. Pantas saja dirinya merasa lemah beberapa hari ini. Ia harus mencari siapa omega yang melakukan hal itu. Akan ia buat me
Seorang pria memperhatikan gadis yang terbaring di atas ranjang besar. Tubuhnya terlihat lemah, dan bekas luka yang belum sembuh sepenuhnya masih terlihat. Dia merasa iba melihat keadaan buruk yang menimpa gadis itu. Elisa harus melewati berbagai bahaya untuk mencapai kebahagiaannya.Pria itu memperhatikan setiap bagian tubuh gadis tersebut, dan merasa sedih dengan ketidakadilan yang dialaminya. Dahulu, gadis itu juga diperlakukan dengan buruk dan direndahkan hanya karena menjadi seorang penyihir. Bahkan, dia dibunuh atas kesalahan yang tak pernah dilakukannya.Di dalam tas kecil gadis itu terdapat dua buah berwarna merah. Pria itu berharap Elisa bisa memakan buah-buah tersebut dan merasakan kenikmatannya. Itu dapat membantu membuka energinya yang terkunci. Meskipun tidak sepenuhnya, setidaknya buah-buah itu akan membantu sedikit demi sedikit."Tunggulah sebentar lagi, aku akan menjemputmu," ucap pria itu saat berada di hadapan gadis itu. Raut wajah Elisa terlihat lelah, dan kulitnya
"Sapa kau sebenarnya?" tanya Kiana tanpa mengurangi rasa waspadanya. Dirinya terus menggeram penuh amarah. Bentuk tubuh serigalanya memang kecil, tapi jangan meremehkan kekuatan serigala tersebut. Ia pernah mengalahkan dua puluh prajurit sekaligus.Sementara pria itu hanya berdiri santai dan menyilangkan kedua tangannya di perut. Ia menatap gadis yang ditaksir seumuran dengan Elisa. Gadis yang cantik dan anggun. Tentu saja, karena ia adalah putri dari raja dan ratu di pak terkuat itu. Namun, tetap kalah dengan Elisa. Gadis itu memang cantik, tapi tidak sesempurna gadis yang sedang berbaring di kamar itu. Mungkin pria lain akan langsung terpana pada kecantikan gadis yang sedang melototkan mata padanya, tapi tidak dengan dirinya. Ia malah tidak tertarik sama sekali. Jika bukan karena gadis itu teman Elisa, sudah sejak tadi ia ubah menjadi batu."Untuk apa kau tahu siapa aku?" tanya pria itu sambil terus menatapnya santai. Ia tidak suka ada orang lain yang mengetahui identitasnya. Selama
"Apa maksudmu berkata seperti itu? Apa ada pria yang masuk tanpa izin?" tanya Daren.Kiana menatap kakaknya sebelum mengatakan sesuatu. Ia ingin melihat ekspresi Daren saat ini. Ia tersenyum kecil ketika melihat wajah sang Alpha arogan tersebut. Mungkin ia tak salah melihat dan menilai. Kakaknya begitu khawatir. Terlihat jelas dari tatapan pria itu."Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa?" tanya Daren, berubah menjadi kesal pada adiknya itu.Apa ada yang salah dengan dirinya? Mengapa Kiana senang menertawakan dirinya seperti itu? Apa ia seorang badut?"Kakak khawatir?" tanya Kiana, mencoba memperhatikan raut wajah Kakaknya sekali lagi. Benar saja, kali ini wajah Daren berubah menjadi salah tingkah. Bahkan pria itu membuang wajahnya ke arah lain, agar Kiana tak melihat. Namun, bukan Kiana jika tak tahu. Ia terkekeh ketika melihat semburat merah di pipi Kakaknya, meskipun hanya sedikit. Itu juga sudah menandakan jika Kakaknya mulai ada perasaan pada Elisa.Ia begitu senang melihatnya saat i
Elisa melihat tas milik Arya. Ada sesuatu di dalam tas tersebut. Dia menggapal dan merogoh ke dalam tas. Dua buah buah berwarna merah sudah berada di tangannya. Dia memperhatikan buah yang masih belum diketahui namanya itu. Rasa penasaran pun hadir seketika itu juga.Buah itu terlihat begitu segar. Begitu siap untuk dimakan. Seakan-akan mengatakan 'makan aku.' Elisa kembali memandangi buah tersebut. Setelahnya, ia mulai membuka mulut dan menggigit daging buah itu. Mengunyah dengan perlahan-lahan. Menikmati rasa manis dari daging buah tersebut.Tiba-tiba saja dirinya merasakan sesuatu yang aneh. Dia tak bisa menjelaskan apa itu. Namun, rasanya seperti ada kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya. Elisa menatap buah merah itu dengan seksama. Dia memikirkan sesuatu yang mustahil. Meskipun begitu, ia masih ingat ucapan kedua burung yang ditemuinya saat berada di hutan hitam."Apa semuanya karena buah ini?" tanyanya pada diri sendiri. Dia kembali menggigit buah itu, hingga hanya tersisa seper
"El! Apa yang kau lakukan padaku?" teriaknya terkejut.Pagi ini, Kiana dibuat kesal oleh seseorang. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala gadis yang sedang menertawainya.Dengan santainya gadis itu mengerjainya. Wajahnya begitu banyak coretan. Bahkan dirinya terkejut ketika melihat bayangan di kaca."El, kau apakan wajahku!" teriak Kiana pada temannya itu.Ia begitu murka dengan Elisa. Gadis itu benar-benar telah mengubah wajahnya seperti gembel sekarang. Warna hitam di bagian matanya membuat siapapun yang melihat akan tertawa. Belum lagi gambar kumis di atas bibirnya semakin menambah kengerian.Kiana berusaha menghapus lukisan tersebut. Namun, bukannya bersih, warna hitam itu semakin menyebar hingga hampir menutupi sebagian mukanya. Pada akhirnya, ia hanya pasrah saja. Elisa benar-benar keterlaluan kali ini."Kau marah?" tanya Elisa terkekeh.Sebenarnya ia tak perlu bertanya tentang itu. Dari raut wajah Kiana sudah mengatakannya tanpa bicara. Gadis itu begitu lucu. Meskipun kesal, t
Meskipun mereka berbaikan, Kiana masih merasakan kesal pada Lisa tentang keluhan gadis itu. Namun, keduanya masih berjalan bersama. Kiana mendorong pintu yang berdiri kokoh itu. Saat pintu terbuka, Elisa pun masuk ke dalam setelah Kiana."Wow, banyak sekali. Apa ini perpustakaan terbesar?" tanya Elisa.Ia kagum dengan pemandangan yang dilihatnya. Buku-buku berbaris dengan rapi, berdasarkan judul dan tema. Rak-rak tinggi menghiasi perpustakaan tersebut. Suasana di sana begitu damai dan tenang. Beberapa orang berjalan-lalu-lalang dan duduk dengan tenang sambil membaca buku yang mereka pilih."Itu dia," tunjuk Kiana pada rak-rak buku yang berjejer rapi di ujung tempat itu.Kiana langsung menarik tangan Elisa menuju salah satu rak bertuliskan tentang tanaman herbal. Elisa mengikuti ke mana tarikannya.Setelah sampai di depan rak, tangan Kiana melepas genggamannya. Gadis itu mulai mencari buku-buku yang diinginkan.Tidak hanya Kiana, tapi Elisa juga mulai mencari beberapa buku yang diingin