Terimakasih telah membaca chapter <#36 Latihan...?> ini. Sampai jumpa di chapter selanjutnya! (Kritik dan saran sangat diapresiasi)
-Lantai 140.5, tangga antar lantai- Tep.. tep.. tep.. Haa... Kenapa dari kemarin aku tidak lewat sini... Rosa membatin ketika mengingat pengalamannya sewaktu turun melewati tangga darurat. Berbeda dengan tempat yang kotor dan sempit itu, tangga yang ia lewati terlihat bersih dan terawat. Cukup banyak juga orang-orang yang berlalu lalang naik dan menuruni tangga. Namun, meskipun memiliki umur, penampilan, maupun status pekerjaan yang berbeda, orang-orang itu memiliki satu persamaan yang cukup menojol. Mereka sedang turun tangga tapi mata mereka malah menatap ke layar hp... eh, benda apa ini namanya? Multifunction Gadget? Ah apalah itulah! Apa mereka tidak takut jatuh atau nabrak..? Di bawah sana kan banyak kendaraan lalu-lalang... pikir Rosa setiap kali berpapasan dengan orang-orang yang berjalan berlawanan dengannya. Kemudian dari kejauhan, terlihat sosok seseorang yang tidak asing di matanya. "Hey, Mari!" sapa Rosa. Yang dipanggil hanya menoleh dan mengatakan, "Hm? Kamu...?" "Ak
-Lantai 49, lapangan serbaguna- Klang! Drap- drap- drap- drap- Dengan cekatan Rosa melompat dan menghindari seluruh rintangan yang dilihat oleh matanya. “Delapan langkah, lalu… oop!” teriaknya menghentikan lajunya sekuat tenaga. Jegrak! Setelah hologram yang menyerupai gergaji tersebut kembali masuk ke dalam tanah, ia pun lanjut berlari. Seperti game ‘Larian Kuil’ saja! batinnya setelah melompat, berbelok, dan ngesot berkali-kali. Ketika sudah tampak rintangan selanjutnya di ujung sana, ia menyeringai, lalu memakai hoodie-nya, langsung mempercepat larinya, kemudian mengambil ancang-ancang dan… Tep-Wush! Lompatan yang hampir melebihi tiga meter itu sukses membuat seniornya melongo kaget. Tapi belum cukup sampai disitu Satu dengan Tiga kembali dibuat kaget dengan Rosa yang menempelkan kedua kakinya di salah satu sisi dinding dan kedua tangannya di sisi lainnya untuk berjalan sembari menghindari sinar-sinar yang tampak. Kok bisa begitu…?! batin para senior. Setelah berguling dan ber
Edan! Gila! Kelainan! Psikopat!! Dengan langkah yang terburu-buru, Rosa menerobos kerumunan dan berjalan menaiki tangga. Tak jarang ada orang yang berteriak karena tertabrak olehnya, tapi ia hanya membungkuk sebagai tanda meminta maaf dan lanjut berjalan tanpa menghentikan langkahnya sama sekali. . . . -Lantai 140, Primus blok S-64- Drap drap drap… Ceklek! Brak! Cklak! Dengan kasar ia menutup dan mengunci pintu ruangannya. Samar-samar terdengar teriakan penghuni ruangan sebelahnya, “Hey, siapa itu?! Ganggu tidur saja!” Namun ia sama sekali tidak menghiraukan. Aku ingin muntah…. “Haah… Haah…” Tapi tidak ada yang bisa kumuntahkan… Peristiwa tersebut masih teringat jelas olehnya. Lantas, berbagai pertanyaan terlintas di benaknya. Siapa sebenarnya orang-orang itu? Kenapa mereka dibawa dan di-isolasi di lantai itu? Dan kenapa orang-orang lain yang di luar lantai itu terlihat menjauhi dan menganggap mereka sebagai hal yang tabu? “!!” Tiba-tiba ia terpikirkan sebuah ide. Ia
Alam bawah sadar, sesuatu yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup, entah itu hewan maupun manusia. Berisikan akan kenangan, memori, perasaan, hasrat, maupun trauma yang tidak mengenakkan sekalipun. Dan alat ini, adalah alat yang dapat memvisualisasikan 'hal yang paling ditakutkan' tersebut. Mind Interpreting System, atau yang biasa disebut sebagai MIS ini, kerap kali digunakan dalam bidang psikologis. Namun, diperlukan sebuah kondisi sebagai salah satu syarat utama untuk menjalankan sistemnya, yakni orang yang akan ditafsirkan harus dalam keadaan tertidur… atau tidak sadarkan diri. | Bip.. bip.. bip.. Bunyi sebuah mesin dengan monitor yang menampilkan layar hitam kosong. “Bagaimana?” tanya Dua. “Seperti yang kau lihat, tidak ada respon apapun dari otaknya.” jawab Empat. “Ini sudah yang kedua kalinya lho… Kemarin hasilnya juga seperti ini…” ujar Satu. “……” Tiga hanya diam. Tiba-tiba Barrelth keluar dari ruangan pengawas, berjalan masuk ke dalam ruangan pasien dan mulai mencab
“Hmm~ hmm~ hm~~” Dengan langkah kecilnya ia berlari-lari kecil menyusuri koridor. Sebuah robot berbentuk rakun berwarna putih bercampur biru melayang dan mengikutinya dari belakang. Lalu ia mengintip melalui celah-celah jendela kaca yang berada di depan sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terlihat seorang anak perempuan remaja yang sedang duduk di balik layar sebuah komputer. Melayang dua buah layar hologram di sebelah kiri dan kanannya. “??” Anak itu menyadari kedatangannya. Lalu ia terlihat mengucapkan satu atau dua patah kata dan pintu ruangan pun terbuka. “Kakak!” teriaknya berlari masuk dan langsung melompat ke pangkuan sang kakak. “Hmm? Ada apa?” balas sang kakak. “Tidak. Manggil aja! Ehehe!” Sang kakak tersenyum. “Bagaimana dengan kelas senimu hari ini?” Kemudian ia menjelaskan dengan panjang lebar dan tingginya. “Wa-wah… seru ya…” ucap sang kakak yang bingung harus merespon apa setelah mendengar kisah tak jelas tersebut. “Oh iya, kak! Hari ini mama buat kue ungu lagi
-Lantai xxx, ruang ABCD- Serpihan-serpihan cahaya biru keputih-putihan mulai bermunculan di sudut ruangan, semakin banyak dan semakin banyak hingga berkumpul menyerupai seorang manusia. “Aku masih tidak terbiasa melihat ini. Silau sekali seperti cahaya Ilahi.” ujar Sharon yang sudah beranjak dari tempat duduknya. “Wajar, kamu kan selalu datang yang paling terakhir setiap kita kumpul-kumpul di sini.” balas Monic. “Enak saja! Kalian kadang juga datang yang paling terakhir! Kali ini saja Haylee yang datang terakhir…” Monic hanya menangguk-angguk dan menggumamkan, “oh... gitu, oh… gitu… iya iya iya…” iya-in aja dah. Kembali ke serpihan-serpihan cahaya. Ketika penggabungan telah sempurna, cahaya tersebut meredup dan menampilkan sebuah avatar dengan kode nama… [ Hei ] “Haylee, Haylee! Jadi apa yang kalian bicarakan bulan kemarin…?!” ujar avatar dengan kode nama ‘Sharr’ itu bahkan sebelum ia selesai membuka matanya. “…..tu-tunggu dulu. Sabar.” jawab Haylee berjalan melewati. Kemudian ia
-Lantai 75, Brown’s Manipedi- Pukul tujuh malam, dimana merupakan jam-jam tersibuk kedua pada setiap toko publik, baik yang pusat maupun yang cabang, di berbagai lantai. Setiap staff melakukan tugasnya masing-masing tak terkecuali. “Selamat datang di Brown’s Manipedi!” Hazzel menyambut setiap tamu. “Apa anda ingin menggunakan desain yang kami rekomendasikan ataukah ingin membuat desainnya sendiri?” Fuschia menunjukkan sebuah layar berisi jejeran desain-desain cat kuku yang pernah dipoles di dalam toko tersebut sejak 27 tahun yang lalu. Sang pelanggan pun terkagum-kagum. “Kita lanjut ke proses evaporasi ya kak…” ujar seorang staff lain yang memasangkan sebuah alat seperti helm ke kepala salah seorang pelanggan. “Kayaknya dia ketiduran…” gumam seorang staff lain memaku pandangannya pada sang pelanggan yang sedang mengorok. “Yasudah, biarkan dulu saja lah.” sahut staff yang lain. Pip! “Azure! Kalau sudah selesai, tolong tangani nomor 27!Carob! Nomor 43 sudah siap untuk ke proses s
“…lalu berikutnya Tuan Anomen!” Terdengar suara tepuk tangan yang cukup meriah dari layar. Visera yang mendengar itu langsung berbalik dan menatap tajam ke arah layar. Dilihatnya sosok pria paruh baya yang terlihat sangat familiar itu sedang tersenyum ramah dan menyapa para khalayak. Itu… papa…? Visera terdiam. Pandangannya masih terpaku ke layar. “Vis? Ada apa?” tanya Dan ikut menoleh ke layar. Terlintas sebuah pertanyaan di benaknya. Ingin ia menanyakan hal tersebut. Namun segera ia urungkan, mengingat banyaknya mata dan telinga yang bisa saja melihat dan mendengar perkataannya. Dan hanya bisa menatap secara bergantian kedua pasang mata berwarna jingga keemasan tersebut. “???” Visera kebingungan dengan tingkah laku Dan. “Yuk, pulang.” ajak Dan. Visera menoleh dan menatap uluran tangan tersebut. “Atau kamu mau daftar ke akademi itu?” tanya Dan lagi. Visera menggeleng. “Tidak, ayo pulang.” ucapnya berjalan mendahului Dan. Dan lalu menurunkan tangannya dan kemudian berjalan menyusul