Untuk kedua kalinya Berlian kembali menaiki motor milik Bara. Bedanya, kali ini ia tidak takut jatuh karena Bara memperbolehkan ia berpegangan pada pinggang pria itu. Di tangan kiri Berlian masih menenteng tas kecil milik Bara. Gadis itu tampak melamun menatap jalanan malam. Jalanan tampak lenggang, hanya ada satu dua kendaraan yang kebetulan lewat. Ini sudah dini hari, sudah pasti orang lain sibuk tenggelam dalam alam mimpi mereka. Katanya tidur adalah hal yang paling indah karena bisa menikmati mimpi yang tidak bisa terjadi di dunia nyata. Namun itu tidak berlaku pada Berlian. Berlian tidak pernah merasakan mimpi indah, mimpi yang datang padanya hanya sebatas kecelakaan yang terjadi bertahun-tahun silam.
"Dokter," panggil Berlian pelan.
"Ya?" tanya Bara. Bara melirik dari spion melihat wajah Berlian. Berlian adalah definisi dikasih hati minta jantung. Bara memperbolehkan Berlian berpegangan pada pinggangnya, tapi saat ini Berlian malah menyandarkan kepala
Pagi ini terjadi drama keluarga di kediaman Bara. Pasalnya sudah setengah jam Bara membujuk keponakannya agar mau sekolah, tapi Azka keukeuh tidak mau dan mengatakan dirinya sakit. Ira juga sudah menyiapkan bunga mawar yang besar untuk Azka bawa ke sekolah. Ira akan menggantikan ibu untuk Azka.Melihat Azka yang menangis di ranjang dan keukeuh tidak mau pergi sekolah membuat hati Ira terasa tersayat, perempuan paruh baya itu tidak tega melihat cucunya yang menangis."Bara, sudah jangan dipaksa," ucap Ira menarik Bara agar menjauh dari cucunya."Azka, ayo sarapan dulu, setelah itu kita jalan-jalan," ajak Ira mengelus puncak kepala anaknya.Azka memeluk buku catatan dari Berlian, bocah itu tetap meundukkan kepalanya dengan tangisan yang terisak-isak."Tidak apa-apa tidak ke sekolah, kita pesta sendiri di rumah," ucap Ira lagi. Ira menggendong cucunya dan mengajaknya sarapan. Azka menatap ke belakang di mana omnya juga me
Hari ibu selalu menjadi momok untuk Azka, pasalnya ia masih terbayang-bayang dengan perayakan hari ayah yang membuatnya ingin kabur dari sekolahan. Perayakan-perayaan yang menyertakan ayah dan ibu adalah hal yang paling dibenci oleh Azka. Pasalnya ia tidak mempunyai satu pun dari mereka. Saat ini Azka sudah sampai di sekolah, panggung mewah sudah berdiri di depan sana dengan banyak hiasan. Azka duduk di samping neneknya dengan membawa bunga. Azka berganti menatap teman-temannya yang bersama ibunya masing-masing, hanya dia yang bersama neneknya."Azka, dengan nenekmu ya?" tanya seorang anak laki-laki yang ada di seberang Azka. Azka menganggukkan kepalanya."Ibumu ditanam di tanah, ya? Kamu sih nakal jadi ibumu tidak mau bersamamu," ucap anak laki-laki itu lagi. Ira sudah geram mendengar celotehan anak kecil itu, apalagi orang tua anak itu bukannya menasehati malah menertawakan.Suara tawa dari anak-anak dan orang tua terdengar sangat nyaring kar
Saat ini Ira, Berlian dan Azka tengah duduk bersandingan dengan suasana yang sangat canggung. Hanya saja yang merasa canggung adalah Ira, sedangkan Berlian tampak santai menatap ke depan ke arah guru yang memberikan sambutan. Acara pesta hari guru baru dimulai setelah keributan yang dibuat Berlian."Kakak, kakak keren," bisik Azka pada Berlian. Berlian mengedipkan sebelah matanya pada Azka. Tentu saja Berlian bangga dengan dirinya sendiri yang seberani itu. Berlian cukup berang melihat tingkah para orang tua murid yang sudah berumur tapi masih menertawakan hal yang tidak lucu dan terdengar memalukan."Bu Berlian," panggil Bian berbisik tepat di belakang Berlian. Berlian menolehkan kepalanya, begitu pun dengan Ira yang turut menoleh."Kalau ada acara orang tua naik ke atas panggung, Kita berdua saja yang mewakili, saya ayahnya, Bu Berlian ibunya," bisik Bian."Enak saja kamu. Jangan macam-macam kamu, Bara yang pantas," sentak Ira dengan c
Berlian berjalan-jalan seorang diri di taman yang biasa ia kunjungi dulu sebelum ia putus dengan Deon. Taman air mancur yang terletak tidak jauh dari rumahnya selalu membuatnya tenang. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan Berlian masih keluyuran. Berlian tidak bisa tidur meski sudah berusaha memejamkan matanya. Berlian menatap air yang tampak mengucur deras dari atas di bundaran air mancur. Gadis itu menghela napasnya, di tangannya menggenggam squisi yang terus ia remas.Berlian menatap dalam diam air mancur itu, perasaannya tetap sama, tidak baik-baik saja. Ia sudah move on dari Deon, tapi ada hal yang terus mengganjal di hatinya, yaitu ia yang tidak bisa diterima di keluarga manapun. Karena keegoisan orang tuanya, semuanya membencinya. Berlian adalah definisi cantik yang tidak berguna, banyak orang yang mengejarnya, tapi ketika akan memperjuangkannya, mereka memilih menyerah.Kalau boleh memilih, Berlian ingin menjadi orang biasa yang menjal
"Kamu ngapain sih ganggu aku?" tanya Berlian ketika sudah sampai di pintu rumahnya bersama dengan Bara."Aku tidak mengganggu," jawab Bara. Berlian menatap Bara yang masih mengenakan kemeja dan celana kain hitam. Tubuh Bara juga tercium bau obat-obatan."Kamu habis dari rumah sakit?" tanya Berlian. Bara menganggukkan kepalanya."Ya, aku ke sini juga mau mengambil kotak makan yang kamu bawa. Tadi aku sudah ke sini, tapi saat aku memencet bel tidak ada yang membukakan pintu, jadi aku ke taman air mancur, dan seperti dugaanku kalau kamu ada di sana," oceh Bara bertubi-tubi. Berlian memicingkan matanya mendengar ocehan Bara."Hanya karena kotak makan, kamu tengah malam harus kemari?" tanya Berlian tidak percaya."Kenapa tidak? Kotak makan itu sangat berharga untukku. Meski aku membelinya khusus untukmu, tentu saja tidak harus kamu bawa," jawab Bara."Ya sudah masuk sana, aku ambilkan," kata Berlian membuka pin
Pukul satu dini hari, bukannya Bara pulang ke rumahnya, Bara masih berada di rumah Berlian. Suara teriakan-teriakan saling bersahutan keluar dari bibir Bara dan bibir Berlian. Kedua orang dewasa itu tengah bermain game bersama. Berlian tengah serius memegang hpnya seraya memencet ikon-ikon di sana, begitu pun dengan Bara. Mereka memainkan game Sausage Man. Terkadang Berlian akan tertawa seorang diri tatkala melihat kelucuan dalam game itu. Ini kali pertamanya ia bermain game dan itu karena Bara. Biasanya saat ia tidak bisa tidur, ia akan datang ke taman air mancur atau menonton drama idola. Namun akhir-akhir ini ia tidak menonton drama karena hanya akan menertawakan kisah hidupnya."Aku tidak akan membiarkamu menang, Berlian," ucap Bara dengan serius."Baik di dunia nyata atau pun di dunia game, kamu tidak akan bisa mengalahkanku, Dokter," jawab Berlian. Permainan semakin lama semakin seru, kedua orang itu tidak ada yang mengalah dan terus berusaha menjadi
"Berlian, sampai kapan kamu akan seperti ini? Kamu tidak perlu pura-pura kuat dan menyembunyikan masalahmu sendiri. Aku siap membantumu, Berlian," ujar Bara."Aku tidak butuh berobat lagi, Dokter. Lihat, aku sudah sembuh. Aku sudah sehat-sehat saja. Bahkan aku tidak keberatan lagi saat melihat barang-barang berserakan. Buat apa lagi aku berobat?" oceh Berlian menunjuk dirinya sendiri."Tapi lihatlah dirimu sekarang, kamu punya gangguan kecemasan, sulit tidur dan makan yang tidak teratur. Kalau begini terus kesehatanmu yang akan dipertaruhkan.""Buat apa dokter memikirkan kesehatanku? Aku sudah biasa.""Hanya karena laki-laki kamu sampai seperti ini, Berlian.""Siapa yang begini karena laki-laki? Aku sudah membayarmu mahal selama berbulan-bulan dan aku tidak melanjutkan berobatku, kamu masih untung, Bara. Atau kamu mau uang, aku bisa berikan tanpa kamu memaksaku untuk berobat.""Ini bukan masalah uang
Pukul tiga dini hari, Azka sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Masalah administrasi Berlian lah yang sudah mengurusnya. Bara sudah berusaha menolak, tapi Berlian tetap keukeuh. Saat ini Berlian tengah berdiri bersandar di samping pintu, gadis itu menatap Azka yang sudah tertidur lelap. Sedangkan Bara, pria itu tidur di kursi sampaing ranjang Azka. Bara tampak pulas dengan kepala yang bertumpu pada ranjang. Menoleh ke ranjang khusus keluarga pasien, Ira juga tampak tertidur dengan wajah yang mengarah pada cucunya.Perasaan Berlian sungguh campur aduk dengan perkataan Bara yang masih terekam jelas di ingatannya. Bara mengatakan di depan Dokter Andre kalau Azka adalah anak mereka. Berlian tertawa seorang diri, ia pernah membayangkan menikah, lalu punya keluarga kecil dan anak-anak yang sangat lucu. Hal itu sangat menyenangkan saat terlintas jelas di pikiran Berlian. Namun lagi-lagi ia harus mengenyahkan bayangan itu. Berlian kembali menatap Bara yang tampak terlelap, seh