Berlian sudah berdandan cantik memakai dress sebatas lutut yang membuat gadis itu terlihat tampak anggun. Berlian juga menggerai rambut pendeknya. Gadis itu tidak berhenti menatap ke cermin yang memantulkan dirinya. Mungkin tidak ada yang lebih percaya diri dari Berlian. Sejak tadi, dalam hati Berlian terus memuji dirinya yang sangat cantik. Kalau bukan diri sendiri yang memuji, mau siapa lagi?
Berlian mengambil tas yang sudah dia siapkan, gadis itu segera melenggang pergi begitu saja. Berlian sudah meluangkan waktunya untuk datang ke reuni. Kalau dulu ia jarang datang ke acara teman-temannya, kali ini ia menyempatka datang. Ia punya segalanya, siapa yang akan merendahkannya.
Saat membuka pintu, seorang pria sudah berdiri di sana dengan pakaian hitamnya. "Andre," panggil Berlian. Andre tersenyum menatap Berlian, pria itu mengulurkan tangannya pada Berlian berharap Berlian akan menyambutnya. Namun Berlian segera berjalan terlebih dahulu.
"Ayo!"
Berlian dan Andre memasuki gedung restoran biasa yang dipesan ketua kelas. Saat baru satu langkah Berlian melangkahkan kakinya ke restoran, suara teriakan heboh teman-temannya terdengar nyaring. Berlian segera menghampiri teman-temannya dan memeluk mereka satu persatu. Berlian tidak hapal siapa saja nama-nama mereka. Karena ia pun hampir tidak pernah berhubungan dengan mereka."Berlian, sekarang kamu sombong, tidak pernah mau muncul di grub whatsapp kelas," celetuk salah satu teman Berlian."Aku tidak punya waktu untuk membukanya. Kapan-kapan aku akan buka," jawab Berlian. Semua mata menatap ke arah Berlian, wajah cantik dan dress selutut membuat gadis itu terlihat sangat menawan."Berlian, ayo duduk sini!" ajak ketua kelas menepuk kursi sampingnya. Dengan sigap Andre mendekati kursi, ia ingin menarik untuk Berlian. Namun nasibnya sungguh jelek saat Berlian lebih sigap menarik kursi dan segera duduk di sana.Semua mata menatap ke a
Acara reuni yang harusnya penuh suka cita karena bertemu teman lama yang sudah lama tidak bersapa, kini berbeda dengan acara reuni kelas Berlian yang terus ada keributan. Berlian merasa tidak bebas di acara reuni, karena saat ia akan berbicara, Bara selalu menyelanya. Namun itu hanya berlaku saat Berlian berbicara dengan Andre. Saat Berlian berbicara dengan teman perempuan, Bara juga akan anteng."Berlian, kamu mau ini? Bukankah ini kesukaan kamu saat masih sekolah?" tanya Andre menyerahkan ayam panggang pada Berlian. Berlian sudah ingin menjawab iya, tetapi Bara terlanjur menyela."Berlian tidak suka, sini biar aku yang makan sebagai gantinya," ucap Bara menyodorkan piringnya pada Andre. Suara godaan teman-temannya pun terdengar menggoda Bara dan Berlian.Bagi teman-teman mereka, sikap Bara adalah sikap romantis dengan pasangannya. Namun beda bagi Berlian, Berlian sama sekali tidak mengerti maksud Bara yang bertingkah sesuka hatinya. Bagi Berl
Siang ini Berlin sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Gadis itu terus memikirkan soal Bara yang katanya mempunyai perasaan padanya. Berlian menghela napasnya berkali-kali, gadis itu meletakkan hp di depan layar laptopnya. Di layar laptopnya tengah ada pekerjaannya, sedangkan di hpnya tengah memutar drama romansa dari negeri Tiongkok. Berlian menatap drama idola yang sudah beberapa lama tidak ia tonton. Gadis itu tampak serius menikmati alur dramanya."Dih, ya kali cowok bisa seromantis itu," ucap Berlian dengan sinis. Kalau soal menonton drama, Berlian tidak akan bisa diam. Karena perempuan itu sibuk mengomentari jalan cerita. Baginya, drama romansa hanyalah kebohongan belaka. Di dunia nyata tidak ada cowok yang romantis, tidak ada cowok yang dingin lalu diam-diam peduli dan melakukan segalanya untuk si cewek."Bu Berlian," panggil Bian menginterupsi. Berlian tidak menjawab, gadis itu masih asik menonton film."Bu Berlian," ulang Bia
Berlian berjalan mengedap-edap menuju ruang rawat Azka. Di tangan gadis itu memegang buah-buahan segar yang tadi sempat ia beli setelah dari kantor. Berlian masih memakai stelan lengkap baju kerjanya. Jam masih menunjukkan pukul empat sore dan Berlian sudah kabur dari kantor, tidak seperti Berlian biasanya yang datang paling awal dan pulang paling akhir. Berlian sengaja mendatangi Azka jam empat sore agar ia tidak bertemu dengan Bara.Bara memang tidak mengucapkan kalimat cintanya secara terus terang, tetapi Berlian tidak siap bila harus bertemu dengan Bara. Apalagi saat ia tahu Bara menyukainya. Bagi Berlian itu sebuah kemustahilan, ia tidak yakin, tetapi di sudut hatinya yang lain seolah ada bunga yang bertebaran di sana.Berlian bergegas berlari menyusuri lorong rumah sakit setelah ia berhasil melewati ruangan Bara. Gadis itu sedikit mengencangkan larinya, sesekali gadis itu akan menengok ke belakang untuk memstikan Bara tidak ada di belakang. Hingga ...
Berlian tersenyum seorang diri sembari mengaduk kopi di tangannya. Hari minggu Berlian yang biasanya bangun kesiangan kini bangun lebih awal. Gadis itu menyeduh kopi sembari tertawa kecil. Terhitung dua minggu sudah hubungannya dan Bara sangat dekat. Sejak pengakuan Bara pada Andre bahwa Bara menyukainya, Bara benar-benar memperlakukan Berlian dengan baik. Kalau biasanya saat bertemu mereka akan bertengkar, kini meski sering adu mulut tapi langsung berbaikan lagi. Setelah dari kantor, Berlian selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk Azka. Sepuluh persen menjenguk, sepuluh persen mengejek Bu Ira dan delapan puluh persennya untuk bertemu Bara. Berlian terkikik geli mengingat kelakuannya.Berlian bagai abg yang tengah dirundung asmara, Berlian tidak pernah segila ini saat pacaran dengan mantannya. Namun berbeda dengan Bara, gadis itu membawa kopinya ke sofa, menyesapnya perlahan dan terus mengusung senyumnya.Ting!Bunyi notifikasi dari h
Hujan deras mengguyur kota jakarta sore ini. Hujan deras disertai angin yang kencang juga suara petir terdengar menyambar-nyambar. Azka duduk di kursi kamarnya seraya menatap jendela dengan pandangan sendu. Bocah usia lima tahun itu menatap air hujan yang tampak deras. Pikiran Azka berkecamuk memikirkan banyak hal. Azka berjalan kecil membuka jendela kamarnya, tepat di samping kamarnya yang berhadapan dengan jendela adalah rumah teman Azka."Haidar, lempar bolanya kesini!" teriak seorang perempuan muda yang tengah basah kuyup karena berlarian di bawah air hujan bersama Haidar. Pun dengan Haidar, sang bocah berusia lima tahun itu hanya memakai kaos dalam berwarna putih sembari menendang bola dengan kencang."Ibu, tendang lagi ke sini!" teriak Haidar pada ibunya.Seorang pria datang dengan menaiki motornya seraya memakai jas hujan lengkap. Pria itu menghentikan motornya tepat di depan rumah Haidar. Tatkala helm itu dilepas, Haidar berteriak nyari
Senyum cerah terbit di bibir Azka sejak setengah jam yang lalu saat ia mengetahui kehadiran Berlian. Saat ini bocah berusia lima tahun itu tengah duduk di pangkuan Berlian dan tengah membaca buku lagu yang dibelikan Berlian. Bocah itu tampak semangat mengamati buku lagunya."Kakak, aku mau ambil biola dulu, ya," ucap Azka. Azka segera berdiri dari pangkuan Berlian dan melompat turun dari ranjang untuk mengambil biola. Berlian tersenyum kecil melihat Berlian. Gadis itu menatap seluruh kamar Azka yang sangat sederhana, hanya beberapa mainan kecil yang ada di sana.Berlian merasa bersalah dengan Azka saat melihat jejak-jejak air mata pada bocah itu. Sudah pasti Azka menangis karena menunggunya. Kendati demikian, Berlian tidak mendengar Azka menyalahkannya."Kakak, dengerin, ya. Kalau kakak suka, aku akan mainkan biola terus untuk kakak," ujar Azka kembali naik ke ranjang dan bersiap dengan biolanya. Berlian menganggukkan kepalanya.Az
"Bu Risa merestui hubungan saya dengan Berlian?" tanya Bara memastikan. Risa yang semula menunduk pun kini menatap Bara."Apa yang bisa saya lakukan selain memberimu restu?" tanya Risa. Bara tercekat, pria itu mengubah duduknya agar lebih nyaman."Saya mengaku salah sudah membuat Berlian seperti ini, setiap saat saya hanya bisa menyusahkan Berlian. Sekarang mau dia apa, saya tidak akan menuntut banyak. Tapi untuk kamu, saya hanya memberi kamu kesempatan. Kalau kamu hanya membuang-buang waktu anak saya, lebih baik segera sudahi," jelas Risa. Bara mengangguk-anggukkan kepalanya."Saya janji akan serius dengan Berlian," ujar Bara penuh keyakinan. Sejak awal bertemu Berlian, Bara sudah menyukai gadis itu. Hanya saja Bara selalu mengelak perasaannya. Hingga dalam waktu yang lama mereka bersama membuat Bara yakin dengan perasaannya. Terlebih saat Berlian sempat mengindarinya membuat Bara kalut.Setelah berbincang kecil, Bara pamit undur