Berlian merenung di ruang tamu ibunya, gadis itu tampak diam melamun. Di pangkuannya ada bingkisan yang tadi sempat ia beli sebelum ia datang. Risa tidak ada di rumahnya, sedangkan Berlian dengan lancang masuk ke rumah ibunya yang kuncinya pun ia punya. Pikiran Berlian berkecamuk memikirkan kalimat maaf yang akan ia ucapkan pada sang ibu.
"Ibu, anakmu sudah salah, maafkan aku," ucap Berlian seorang diri. Berlian buru-buru menggelengkan kepalanya karena ia rasa kalimat itu tidak tepat.
"Ibu, selama ini aku tidak tahu kalau ibu- Akhhh ...."
"Maafkan aku, aku sudah salam sama ibu. Aku pikir ibu yang sudah jahat sama aku dan menyembunyikan ayah. Aku mengaku salah, aku minta maaf."
Berlian terus berbicara seorang diri. Gadis itu bejalar berbicara maaf pada sang ibu. Tetapi Berlian merasa aneh dengan dirinya sendiri, seolah kata maaf memang tidak cocok dengan dirinya. Berlian menghempaskan tubuhnya di sofa, gadis itu menjambak rambutnya
Risa menyiapkan makanan yang dibawakan Berlian pada dua piring. Selama menyiapkan makanan itu, senyum tidak kunjung redup dari bibir Risa. Tanpa sadar perempuan itu tersenyum. Berlian menatap tidak berkedip ke arah ibunya. Untuk pertama kalinya Berlian melihat senyum ibunya. Senyum yang tulus tanpa raut sinis dan tanpa mencemooh di wajahnya. Dada Berlian terasa sangat nyeri seolah ada yang menghantamnya. Di luar sana, banyak anak yang sedih kehilangan orang tuanya, terlebih seorang ibu. Bahkan teman-teman Berlian mengatakan kalau hidupnya hancur tanpa seorang ibu. Sedangkan Berlian, ibunya masih ada, tetapi ia sudah banyak menyia-nyiakan waktu dengan berperilaku tidak baik pada ibunya.Sekarang Berlian tahu apa yang membuat ibunya bahagia, yaitu dengan kepedulian kecil darinya. Ibunya tidak pernah tersenyum setulus ini saat memenangkan tander, berhasil dalam bisnisnya atau karena hal lain. tetapi ibunya tersenyum hanya karena Berlian memberikannya sedikit makanan. Risa
"Dokter Bara, ada seratus lima pasien yang mendaftar untuk besok. Angka orang yang mengidap gangguan kejiwaan sangat banyak akhir-akhir ini. Kami sudah menggeser jadwal konsultasi untuk dibagi ke beberapa waktu. Tingkat gangguan ini juga beragam, ada yang sedang, parah dan ada yang membutuhkan perawatan khusus," ucap rekan Dokter Bara. Bara menganggukkan kepalanya."Atur saja, jam saya sudah habis, saya mau pulang," kata Bara. Rekan dokter Bara itu pun segera undur diri.Bara menatap pergelangan tangannya di mana ada jam tangan hitam yang melingkar di sana. Pikiran Bara kembali berkecamuk. Menjadi Psikiater adalah cita-citanya, dan mengobati orang adalah bagian dari pengabdiannya. Bara menatap Dokter Evan yang masih belum beranjak dari duduknya. Ia baru saja mengatakan pada Dokter Evan kalau ia tidak akan pergi, tapi sesaat kemudian pikirannya berubah."Aku permisi, Dok," ucap Bara pamit undur diri. Bara segera berlari kembali memasuki rumah sa
"Berlian, sudah, jangan menangis lagi," kata Risa mengendurkan pelukannya pada sang anak. Risa menangkup wajah Berlian, wajah anaknya tampak sayu dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Dengan lembut Risa mengusap air mata yang membanjiri wajah anaknya."Bu, kenapa ibu tidak mengatakan apapun padaku? Selama ini ayah lah yang salah, tetapi aku malah bersikeras mencarinya. Kesulitan apa yang ibu alami selain ini? Aku akan menebusnya.""Berlian, lupakan saja hal yang sudah terjadi. Ibu tidak keberatan.""Tapi aku keberatan, Bu. Selama ini aku yang sudah menganggap ibu jahat, aku menganggap ibu tidak menyayangiku. Tapi kenyataannya ibu lah yang sudah berjuang besar untukku. Sedangkan ayahku? Ayahku tega menjual aset ibu, bahkan ayahku membuat berita bohong tentang ibu. Ibu sudah dicap jelek di luar sana. Aku tidak bisa menerimanya, Ibu.""Sayang, semua sudah berlalu. Kalau pun sekarang ibu bilang ke seluruh dunia kalau berita tentang
Tidak pernah ada di pikiran Berlian kalau ia bisa berdekatan dengan ibunya tanpa rasa canggung di dalam hatinya. Pun dengan Risa. Kini tangan Berlian dan Risa tengah bertautan dengan erat satu sama lain. Kedua perempuan beda usia itu tengah berada di ranjang yang sama dan saling menatap langit-langit kamar Risa. Pencahayaan yang sedikit gelap membuat kedua perempuan itu harus menajamkan penglihatannya."Ibu, boleh aku tahu apa yang membuat ibu tahan menyembunyikan semuanya?" tanya Berlian. Ibunya cerita hanya sepotong-potong membuat Berlian masih penasaran. Bagaimana ibunya yang terkenal tidak berperasaan ternyata menyembunyikan hal besar. Berlian pun sadar diri kalau ibunya bercerita tanpa ia mengetahui faktanya, ia tidak akan percaya. Malah sebaliknya ia akan membenci ibunya karena ia nilai mengarang cerita."Kamu dan kakakmu. Ibu tidak ingin kamu tahu kalau kamu memiliki ayah yang tidak bertanggung jawab, bagaimana pun Evan juga ayahmu. Awalnya ibu masih
"Yeyy banyak makanan," pekik Azka dengan senang tatkala melihat banyaknya bahan makanan di dapur mewah rumah orang tua Berlian."Nak Azka mau makan apa? Nanti nenek masakin yang enak," tanya Risa menarik pipi Azka dengan gemas."Aku mau apapun yang nenek masak," jawab Azka antusias.Berlian dan Bara sudah memperkenalkan Azka pada Risa, pun dengan Risa yang sudah dikenalkan pada keluarga Bara. Ira salah besar menilai kalau Risa adalah perempuan angkuh, ternyara Risa sangat ramah. Awal datang ke rumah besar bak istana milik Risa, Ira merasa sangat canggung, tetapi kini ia tampak biasa saja saat Risa juga baik padanya dan pada Azka. Bahkan Risa menyuruh Azka memanggilnya dengan sebutan nenek. Risa menyukai Azka sejak mereka bertemu. Azka sangat pintar dan menggemaskan."Ibu, perlu bantuan memasak?" tanya Berlian yang datang menuju dapur bersama Bara."Memangnya kamu bisa memasak? Yang ada kamu menghancurkan dapur."
Ruang makan ricuh dengan segala canda tawa dari Bara, Berlian, Bian dan Bintang. Keempat orang dewasa itu saling melemparkan candaannya satu sama lain membuat ramai suasana. Azka yang tidak mau kalah pun juga sibuk mencari perhatian pada Berlian. Bocah itu terus melakukan sesuatu agar Berlian mau meliriknya. karena sejak tadi Berlian terus meledek Bian."Bian, pesona kamu memang sudah luntur, buktinya Bintang tidak mau sama kamu," ledek Berlian menjulurkan lidahnya."Bintang mau sama aku, memangnya kamu gak ada yang mau." Bian balas meledek atasannya. Kali ini tidak berada di jam kantor membuat Bian merasa bebas merundung Berlian."Enak saja, Om Bara mau sama Kak Berlian. Om Bian jelek gak usah ngatain Kak Berlian," teriak Azka dengan sewot."Azka, kamu pintar banget. Tos dulu," ajak Berlian mengulurkan tangannya untuk tos dengan Azka. Azka pun menyambut tos dari Kak Berlian dengan riang."Yey sok tau lu bocah," sinis
"Berlian, jangan pergi!" cegah Bara mencekal tangan Berlian. Berlian berusaha melepaskan cekalan tangan Bara, tetapi cekalan tangan Bara sangat kuat membuat tubuh gadis itu terhuyung menubruk tubuh Bara."Aku bisa jelasin semuanya, Berlian. Kamu dengerin dulu," titah Bara."Apa yang perku kamu jelasin, Bara. Kamu mau menjelaskan atau mau mengarang bebas? Semua sudah selesai, aku tidak butuh kamu lagi," teriak Berlian mendorong tubuh Bara dengan kencang sampai cekalan tangan Bara terlepas. Namun itu hanya sepersekian detik, setelahnya Bara kembali menarik tangan Berlian. Bukan hanya menarik, tapi juga merengkuh tubuh gadis itu."Berlian, aku akui pertama kali aku mendekatimu karena desakan dari Bian, tapi itu hanya bertahan dua hari, Berlian. Dua hari aku dipaksa, tapi aku jatuh cinta sama kamu setelah tiga hari sama kamu," ujar Bara dengan jujur."Bohong!" sentak Berlian. Berlian sudah berusaha untuk tidak menangis, tetapi nyatanya
Sudah satu minggu Berlian mengunci dirinya di rumah, gadis itu tidak membiarkan siapa saja datang ke rumahnya. Setiap hari ada saja yang mencarinya, tetapi Berlian enggan membukakan pintu. Hpnya pun terus bergetar dan berdering nyaring menandakan ada pesan bertubi dan telfon. Berlian hanya meliriknya sekilas. Panggilan suara dari Bara dan Bian bergantian masuk. Sekali pun Berlian tidak ada niatan untuk mengangkatnya.Sudah satu minggu juga Berlian mangkir dari pekerjaanya, pekerjaan diambil alih oleh ibunya. Berlian sudah tidak menangis lagi, gadis itu hanya sedang berdiam diri di rumah sembari mengerjakan merk barunya seorang diri. Berlian juga menolak kerja sama dengan Kenan, kerja sama yang lalu Berlian putuskan dengan sepihak. Gadis itu hanya ingin melakukannya seorang diri, tanpa gangguan dari siapapun. Berlian mengerjakan semuanya dari rumah, berhubungan dengan orang-orang penting pun hanya via surel.Sekarang Berlian tahu kenapa banyak pria yang ingi