Di ruang kerjanya, Arfan lagi-lagi menatap kalender kecil di atas meja. Dia tersenyum tipis melihat tanggal yang ia lingkari dengan spidol merah. Tanggal itu adalah hari ini, tepat di mana Kia berulang tahun.
Arfan masih ingat ketika pertama kali bertemu dengan Kia. Saat itu dia masih bekerja sebagai wakil direktur. Kia begitu kekanakan dengan segala tingkahnya yang membuatnya mengelus dada. Kesan pertama yang Arfan rasakan saat itu adalah tidak percaya. Bagaimana bisa seseorang seperti Pak Surya memiliki anak seperti Kia? Sangat jauh dari sikap dan sifat Pak Surya selama ini.
Sepertinya Arfan mendapatkan karmanya sekarang. Rasa tidak sukanya dulu berubah menjadi rasa sayang. Setelah mengenal Kia lebih dalam, secara perlahan Arfan tahu kenapa gadis itu bisa seperti ini. Itu bukanlah diri Ki
Pagi terasa mencekam bagi Arfan. Dia tidak bisa tidur semalaman hanya karena memikirkan tingkah bodohnya. Jika bisa memutar waktu, Arfan tidak akan menunggu Kia malam itu dan memilih untuk tidur terlebih dahulu. Karena kebodohannya sendiri, Arfan merasakan resah yang luar biasa di hatinya.Pukul enam pagi, Arfan keluar dari kamar untuk bekerja. Dia menatap pintu kamar Kia yang tertutup rapat. Sepertinya gadis itu belum bangun atau yang lebih parahnya adalah menghindarinya."Fan, semalem kamu nggak jadi nunggu Kia?" tanya Ibu Arfan saat melihat anaknya turun."Jadi.""Kok makanannya masih utuh? Kalian nggak makan?"Arfan terdiam mendengar itu. Seketika dia kembali teringat dengan kejadian semalam. Dia seperti bocah yang ketahuan mencuri. Dadanya mulai berdetak dengan kencang."Kia pulang malem jadi nggak sempet makan, dia langsung tidur.""Lagi banyak tugas ya? Kasihan, tadi ibuk juga bawain Kia bekal.""Tadi?" Arfan berta
Tepat jam enam pagi, Arfan sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Dia berdiri di depan sebuah pintu dengan gelisah. Arfan melirik jam tangannya sebentar dan bersandar pada tembok. Dia sudah memutuskan untuk tidak berangkat kerja jika seseorang yang ia tunggu belum keluar.Arfan mengalihkan pandangannya saat mendengar pintu yang terbuka dengan pelan. Wajahnya berubah datar saat tahu apa yang Kia lakukan. Sepertinya gadis itu akan kembali menghindarinya pagi ini, sama seperti hari kemarin.Melihat pintu yang terbuka secara perlahan, Arfan memilih untuk melipat kedua tangannya di dada. Menunggu Kia benar-benar keluar dan melihatnya. Sudah sejak semalam Arfan memikirkan hal ini. Dia ingin memperbaiki semuanya. Dia tidak mau hubungannya dengan Kia semakin memburuk."Mau kabur lagi?" tanya Arfan saat Kia mulai mengeluarkan kepalanya.Kia menatapnya terkejut. Tahu jika sudah tertangkap basah, akhirnya dia membuka pintunya lebar. Dia menghela napas kasar dan m
Hari ini Kia hanya memiliki satu jadwal kelas. Niat ingin kembali menghindari Arfan tidak jadi terlaksana karena secara mendadak dosen tidak bisa hadir hari ini. Mau tidak mau Kia akan seharian berada di rumah. Namun lagi-lagi takdir mempermainkannya. Arfan ada dinas kerja ke Bandung dan mengajak ibunya. Tentu saja Ibu Arfan juga mengajaknya mengingat jika Kia tidak ada kelas hari ini."Cuma ini yang kamu bawa?" tanya Arfan saat Kia memberikan tas ranselnya."Cuma semalem kan?"Arfan mengangguk dan menutup bagasi mobil. Setel
Tidak tidur semalaman membuat kepala Kia sedikit pusing. Dia memilih untuk meringkuk di pelukan Ibu Arfan selama perjalanan pulang. Ini semua karena Arfan, jika saja pria itu tidak bertingkah aneh semalam tentu Kia tidak akan seperti ini. Pria itu dengan santai mengakui rasa cemburunya. Tentu Kia dibuat mati kutu saat mendengarnya."Bangun, Nak. Udah sampe." Ibu Arfan menepuk pipi Kia pelan.Arfan menoleh saat melihat Kia yang masih meringkuk. Dia melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Dia membuka pintu belakang dan meminta ibunya untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu."Biar aku yang gendong Kia ke dalem, Buk.""Ya udah, pelan-pelan. Kayanya Kia capek banget."Di dalam mobil, Arfan tidak langsung menggendong Kia. Setelah ibunya pergi, dia menatap wajah polos itu dengan puas. Senyum tipis kembali menghiasi wajahnya. Perlahan Arfan mendekat dan mencium kening Kia."Kapan kamu pekanya?" gumam Arfan.Dia bukan tipe pria yang b
Hari sabtu menjadi hari bahagia untuk Kia. Dia terbangun di pagi hari dengan senyuman. Entah apa yang membuatnya senang tapi pikirannya kembali tertuju pada kejadian semalam. Di mana dia menghabiskan malam dengan berbincang santai bersama Arfan. Kali ini mereka tidak menggunakan urat melainkan dengan kelembutan.Setelah mencuci muka, Kia mengikat rambutnya asal dan bergegas keluar kamar. Saat membuka pintu, dia dikejutkan dengan Arfan yang juga keluar dari kamarnya. Mereka berdua sama-sama terkejut dan saling bertatapan. Namun tak lama mereka berdua tersenyum dan Kia dengan cepat mengalihkan pandangannya."Selamat pagi." Arfan berjalan mendekat dan menepuk pelan kepala Kia, "Tumben udah bangun?""Nanti mau anterin Mbak Dinda kan? Aku mau ikut."Arfan memiringkan kepalanya, "Bangun pagi demi ikut anterin Dinda?""Nggak boleh ya? Ya udah aku tidur lagi." Saat akan kembali ke kamar, Arfan dengan cepat menarik kerah baju tidur Kia."Ayo sarapan.
Kadang takdir yang telah digariskan Tuhan membuat banyak orang bertanya-tanya. Bagaimana dan kenapa semua ini bisa terjadi? Dengan semudah membalikkan telapak tangan, takdir bisa berubah dalam waktu satu detik.Kia masih ingat saat dia begitu membenci Arfan dulu karena sifat mengaturnya yang di atas rata-rata. Dia yang sudah terbiasa hidup bebas seolah masuk ke dalam penjara setelah tinggal bersama Arfan. Namun siapa sangka jika kebersamaan mereka membuat Kia mulai terbiasa? Secara perlahan dia mulai menghargai pelajaran-pelajaran penting yang Arfan berikan. Di detik ini juga Kia sadar jika apa yang pria itu lalukan padanya semata demi kebaikannya.Ada hal lain yang mengganggu Kia, yaitu perasaannya pada Arfan. Meskipun menyebalkan, tapi rasa itu tetap tumbuh di hatinya. Sekeras apapun menolak atau menyangkal, Kia malah dibuat yakin dengan perasaannya sendiri. Apalagi setelah Arfan mulai berubah dan melunak padanya. Tidak ada alasan bagi Kia untuk membenci Arfan. Peras
Takdir kembali menunjukkan kuasanya. Kebahagiaan yang Kia miliki seketika sirna dalam hitungan detik. Fakta yang ia ketahui semalam benar-benar membuatnya tidak bisa berkata-kata. Sekarang dia sadar kenapa Arfan memiliki kuasa penuh pada dirinya. Pria itu memiliki status paten yang tidak bisa diganggu gugat. Mulai dari setiap peraturan yang diberlakukan, masalah keuangan, pendidikan, bahkan hingga kisah asmaranya. Kia baru sadar jika Arfan selalu ikut campur.Yang membuat Kia semakin marah adalah dia satu-satunya orang yang tidak mengetahui semua ini. Bahkan Mbok Sum dan Ibu Arfan ikut andil dalam menyembunyikan rahasia ini. Kia mulai ragu untuk percaya pada semua orang. Apa ada kebohongan lain yang tidak ia ketahui?Menikah dalam keadaan koma bukanlah impian Kia. Meskipun dia sudah mencintai Arfan tapi bukan berarti jalan ini yang ia inginkan. Jika saja semuanya mengalir apa adanya tanpa pernikahan konyol itu, mungkin hubungan mereka akan baik-baik saja saat ini
Melarikan diri dari masalah bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Kia menyadari itu semua. Namun entah kenapa hingga saat ini dia masih belum siap menerima semuanya, menerima fakta jika dia sudah menikah dengan Arfan.Sambil mengeratkan jaketnya, Kia menghirup udara segar di pagi haru. Kebun teh yang membentang di hadapannya membuat perasaannya tenang. Dari kejauhan dia bisa melihat teman-temannya yang tampak bersemangat mengabadikan momen dengan kamera. Kia ingin bergabung tapi dia masih ingin menikmati udara pagi."Ki! Ayo sini!" teriak teman-te