Tidak tidur semalaman membuat kepala Kia sedikit pusing. Dia memilih untuk meringkuk di pelukan Ibu Arfan selama perjalanan pulang. Ini semua karena Arfan, jika saja pria itu tidak bertingkah aneh semalam tentu Kia tidak akan seperti ini. Pria itu dengan santai mengakui rasa cemburunya. Tentu Kia dibuat mati kutu saat mendengarnya.
"Bangun, Nak. Udah sampe." Ibu Arfan menepuk pipi Kia pelan.
Arfan menoleh saat melihat Kia yang masih meringkuk. Dia melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Dia membuka pintu belakang dan meminta ibunya untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
"Biar aku yang gendong Kia ke dalem, Buk."
"Ya udah, pelan-pelan. Kayanya Kia capek banget."
Di dalam mobil, Arfan tidak langsung menggendong Kia. Setelah ibunya pergi, dia menatap wajah polos itu dengan puas. Senyum tipis kembali menghiasi wajahnya. Perlahan Arfan mendekat dan mencium kening Kia.
"Kapan kamu pekanya?" gumam Arfan.
Dia bukan tipe pria yang b
Hari sabtu menjadi hari bahagia untuk Kia. Dia terbangun di pagi hari dengan senyuman. Entah apa yang membuatnya senang tapi pikirannya kembali tertuju pada kejadian semalam. Di mana dia menghabiskan malam dengan berbincang santai bersama Arfan. Kali ini mereka tidak menggunakan urat melainkan dengan kelembutan.Setelah mencuci muka, Kia mengikat rambutnya asal dan bergegas keluar kamar. Saat membuka pintu, dia dikejutkan dengan Arfan yang juga keluar dari kamarnya. Mereka berdua sama-sama terkejut dan saling bertatapan. Namun tak lama mereka berdua tersenyum dan Kia dengan cepat mengalihkan pandangannya."Selamat pagi." Arfan berjalan mendekat dan menepuk pelan kepala Kia, "Tumben udah bangun?""Nanti mau anterin Mbak Dinda kan? Aku mau ikut."Arfan memiringkan kepalanya, "Bangun pagi demi ikut anterin Dinda?""Nggak boleh ya? Ya udah aku tidur lagi." Saat akan kembali ke kamar, Arfan dengan cepat menarik kerah baju tidur Kia."Ayo sarapan.
Kadang takdir yang telah digariskan Tuhan membuat banyak orang bertanya-tanya. Bagaimana dan kenapa semua ini bisa terjadi? Dengan semudah membalikkan telapak tangan, takdir bisa berubah dalam waktu satu detik.Kia masih ingat saat dia begitu membenci Arfan dulu karena sifat mengaturnya yang di atas rata-rata. Dia yang sudah terbiasa hidup bebas seolah masuk ke dalam penjara setelah tinggal bersama Arfan. Namun siapa sangka jika kebersamaan mereka membuat Kia mulai terbiasa? Secara perlahan dia mulai menghargai pelajaran-pelajaran penting yang Arfan berikan. Di detik ini juga Kia sadar jika apa yang pria itu lalukan padanya semata demi kebaikannya.Ada hal lain yang mengganggu Kia, yaitu perasaannya pada Arfan. Meskipun menyebalkan, tapi rasa itu tetap tumbuh di hatinya. Sekeras apapun menolak atau menyangkal, Kia malah dibuat yakin dengan perasaannya sendiri. Apalagi setelah Arfan mulai berubah dan melunak padanya. Tidak ada alasan bagi Kia untuk membenci Arfan. Peras
Takdir kembali menunjukkan kuasanya. Kebahagiaan yang Kia miliki seketika sirna dalam hitungan detik. Fakta yang ia ketahui semalam benar-benar membuatnya tidak bisa berkata-kata. Sekarang dia sadar kenapa Arfan memiliki kuasa penuh pada dirinya. Pria itu memiliki status paten yang tidak bisa diganggu gugat. Mulai dari setiap peraturan yang diberlakukan, masalah keuangan, pendidikan, bahkan hingga kisah asmaranya. Kia baru sadar jika Arfan selalu ikut campur.Yang membuat Kia semakin marah adalah dia satu-satunya orang yang tidak mengetahui semua ini. Bahkan Mbok Sum dan Ibu Arfan ikut andil dalam menyembunyikan rahasia ini. Kia mulai ragu untuk percaya pada semua orang. Apa ada kebohongan lain yang tidak ia ketahui?Menikah dalam keadaan koma bukanlah impian Kia. Meskipun dia sudah mencintai Arfan tapi bukan berarti jalan ini yang ia inginkan. Jika saja semuanya mengalir apa adanya tanpa pernikahan konyol itu, mungkin hubungan mereka akan baik-baik saja saat ini
Melarikan diri dari masalah bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Kia menyadari itu semua. Namun entah kenapa hingga saat ini dia masih belum siap menerima semuanya, menerima fakta jika dia sudah menikah dengan Arfan.Sambil mengeratkan jaketnya, Kia menghirup udara segar di pagi haru. Kebun teh yang membentang di hadapannya membuat perasaannya tenang. Dari kejauhan dia bisa melihat teman-temannya yang tampak bersemangat mengabadikan momen dengan kamera. Kia ingin bergabung tapi dia masih ingin menikmati udara pagi."Ki! Ayo sini!" teriak teman-te
Perjalanan ke Bogor sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama. Namun kali ini Arfan membutuhkan waktu lebih lama karena terjebak macet. Mungkin karena dia berangkat di saat jam pulang kantor. Tidak ada persiapan apapun yang Arfan lakukan sebelum berangkat. Setelah mendengar keinginan Kia untuk bertemu, tanpa pikir panjang dia langsung berangkat. Bahkan ia tidak sempat untuk mengabari ibunya. Arfan terlalu senang karena akhirnya bisa melihat Kia lagi. Meskipun tidak sabar, tapi dia tetap melajukan mobilnya di kecepatan rata-rata. Arfan menghentikan mobilnya di depan penginapan Kia, sesuai dengan alamat yang gadis itu kirim sebelumnya. Arfan melihat ke sekitar sebentar dan memutuskan untuk masuk. Dia memilih untuk duduk di lobi dan mengirimkan pesan singkat untuk Kia. "Saya sudah di lobi." Arfan memasukkan ponselnya dan menggerakkan kakinya gelisah. Sesekali dia menarik napas dalam untuk mengurangi rasa gugupnya. Ini konyol! Hanya beberapa hari t
Dengan bersenandung, Kia mulai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Di pagi yang cerah ini dia tampak bersemangat mengemasi barangnya. Apa lagi jika bukan karena akan menghabiskan waktu seharian bersama Arfan? Setelah menikmati hari berdua, mereka akan kembali ke Jakarta."Liat, Vit. Dari semalem dia nggak berhenti senyum," ucap Sandra.Vita mengangguk setuju. Semua teman wanita Kia tengah melihat gadis itu dengan pandangan bingung. Apa semudah ini Kia kembali membuka hatinya? Memang dahsyat kekuatan cinta."Lo yang ngajak liburan, tapi lo sendiri yang balik duluan," ujar Vita sedikit kesal."Ya gimana dong? Kan gue ngikutin saran lo.""Apa saran gue?" Kening Vita berkerut."Bulan madu.""Gila!" ucap semua temannya kompak. Kia tertawa keras mendengar itu."Tenang, kalian nggak usah khawatir. Sebagai permintaan maaf, gue udah perpanjang penginapan ini buat dua hari.""Lo serius?" tanya Sandra.Kia mengan
Dengan lemas, Kia mulai memasukkan pakaian Ibu Arfan ke dalam koper. Sangat terlihat ekspresi enggan di wajahnya. Malam ini Kia tengah berada di kamar Ibu Arfan, membantu wanita itu untuk mengemasi barangnya. Entah kenapa setelah hubungannya dan Arfan membaik, Ibu Arfan ingin kembali ke desa."Ibuk nggak mau tinggal di sini aja?" tanya Kia menarik pakaian yang akan dimasukkan Ibu Arfan ke dalam koper."Ibuk udah lama di sini, Nduk.""Nggak papa, tinggal di sini aja ya? Temenin aku."Ibu Arfan tersenyum dan mencubit pelan pipi Kia, "Kan udah ada Arfan yang temenin kamu."Kia mendengkus dan melirik Arfan yang tengah merebahkan diri di atas kasur, terlihat santai sambil memainkan ponselnya."Mas Arfan beda sama Ibuk. Dia banyak ngomelnya.""Saya denger," gumam Arfan tak acuh."Udah waktunya Ibuk balik ke kampung. Ibuk udah kangen sama Bapak, pasti makamnya nggak ada yang urus selama ini."Kia menunduk sedih, "Maaf kalau aku
Kia memasuki rumah dengan lemas. Meskipun hari ini hanya satu kelas tapi dia terlihat sangat lelah. Ini karena dia harus naik kendaraan umum untuk pulang sehingga waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Bisa saja dia menerima ajakan Roland tapi dia tidak mau melakukannya. Sekarang Kia tahu jika Arfan cemburu. Dia tidak mau dekat dengan pria lain lagi dan membuat suaminya semakin marah."Mbak Kia udah pulang?""Capek banget, Mbok." Kia dengan manja memeluk kaki Mbok Sum. Posisinya yang tengah merebahkan diri di sofa membuatnya terlihat sangat nyaman."Mau Mbok bikinin es sirup?""Mau!" Kia tersenyum lebar."Ayo sekalian makan. Mbok masak capcaiseafoodtadi.""Tapi ini masih jam 11, Mbok.""Tadi belum sarapan kan? Ayo makan dulu."Dengan semangat Kia bangkit dari tidurnya. Seperti anak kecil, dia berlari menuju meja makan. Jika orang lain melihat tingkahnya maka tidak ada yang sadar jika dia sudah menjadi seora