Distrik Schtiria, Kota Trossbourgh, Vitania Utara.Beberapa hari berlalu semenjak peristiwa aneh yang mempertemukan mereka berdua dengan gadis penyihir misterius itu. Kini Isabel dan Renata kembali menjalani rutinitas mereka sehari-hari.“Huh, hari ini lebih dingin ya, Kak,” ujar Renata.“Wajar saja, semalam 'kan hujan deras sekali,” jawab Isabel.Mereka berdua pun berniat untuk pergi ke pusat kota demi kembali berdagang. Namun disaat mereka baru saja keluar dari halaman rumah, tetangga mereka Paman Ricardo yang tengah duduk di halaman depan rumahnya menyahut Isabel.“Isabel, tolong kesini dulu,”Ia pun menghampiri pria itu yang tengah memijat-mijat kakinya yang terkilir kemarin.“Iya, ada apa Paman Ricardo?” tanya Isabel.“Paman boleh minta tolong ke kamu tidak?”“Minta tolong apa, Paman?”“Kaki paman 'kan masih sakit ini, jadi paman tidak bisa mengantarkan barang-barang itu pada Bibi Estelle di Wiensmark. Paman boleh minta tolong ke kamu untuk mengantarkannya gak? Kamu bisa mengendar
Distrik Constantina, Vitania Tengah.Di sebuah distrik kecil di tengah hutan taiga yang berjarak 10 kilometer sebelah timur kota Salzyburg itu, sekelompok gadis remaja berkumpul di sebuah lapangan untuk dirapalkan. Mereka berasal dari berbagai daerah yang cukup dekat dengan base camp tersembunyi itu, salah satunya dari Trossbourgh. “Ibunda, maafkan aku karena aku tak bisa menyelamatkannya. Maafkan aku yang tak bisa menyelamatkan keluarga kecil kita. Sekarang Ibunda lebih baik tinggal bersama Paman Arnold saja. Maafkan aku karena ketidakmampuanku ini,”Isabel Campania juga ikut dalam kelompok itu. Setelah kehilangan adiknya yang sangat ia sayangi, gadis itu memutuskan untuk menjual seluruh peninggalan mendiang ayahnya, termasuk rumah dan kebun. Dirinya juga memutuskan untuk pergi ke selatan dan meninggalkan sang ibu.“Aku akan pergi ke tempat yang cukup jauh dari sini, dan entah kapan diriku akan kembali lagi, aku tidak tahu. Yang jelas, sekarang aku akan berjuang untuk menebus semua d
Distrik Constantina, Vitania Tengah.Isabel Campania, seorang gadis penyihir senjata yang mampu menghentikan waktu seketika berubah 180 derajat di mata semua orang. Gadis bergaun putih yang awalnya benar-benar diremehkan hingga sempat terusir dari base kini berubah jadi sosok yang paling ditakuti di tempat itu.Bukan tanpa alasan. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan saja, ia sudah jauh melampaui kemampuan Alexa ‘De Cutter’ yang awalnya merupakan gadis penyihir terkuat di base itu. Sihir waktunya yang mengerikan dan kemampuannya dalam bermain pisau menjadikannya tak terkalahkan. Dan hanya dalam waktu kurang dari satu tahun, Isabel kini dikenal sebagai salah satu gadis penyihir terkuat di Brigade Penyihir Garis Depan Vitania.Kecakapannya dalam bertarung akhirnya membuat dirinya menjadi petinggi Base Constantina, menggantikan Alexa yang dipindahkan ke base lain. Namun dalam gaya kepemimpinannya, ternyata ia lebih bengis daripada pengguna gunting raksasa itu.BRUKK“Aghh...”“Lemah s
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Saat itu hujan sedang turun dengan derasnya disertai petir yang menggelegar. Isabel tengah menulis dan memberikan cap stempel pada sejumlah berkas di kantornya yang baru. Ia nampak ditemani oleh seorang gadis muda berambut panjang yang seumuran dengan mendiang adiknya.“Wah, Ketua Isabel memang teliti sekali memeriksa berkas-berkas itu,” puji gadis muda itu.“Yah, mau bagaimana lagi, Milla. Ini memang sudah jadi tugasku sebagai seorang sekretaris utama,” jawab Isabel.“Hehe...”Milla tersenyum hingga gigi putihnya terlihat. Isabel nampak memberikan cap stempel pada sebuah berkas.“Ngomong-ngomong, kau juga harus belajar pemberkasan seperti ini. Jadi kalau aku mati nanti, kau bisa menggantikanku sebagai sekretaris utama,” celetuk Isabel.“Ihh... Kenapa Ketua Isabel bicara seperti itu?”“Ya siapa tau saja.”“Hal itu mustahil 'lah. Ketua Isabel 'kan gadis penyihir terkuat kelima di Vitania ini. Hampir tidak ada yang bisa mengalahkanmu,” kata Milla.Mendeng
Ketidakadilan, sebuah kata yang terus terdengung di telinga gadis penyihir terkuat kelima di Vitania itu. Mengingat masa lalunya yang sangat menyedihkan itu membuat batin dari seorang kakak yang secara langsung menyaksikan kematian adiknya tersebut tak bisa dibendung lagi.“Kenapa? Kenapa hal ini terjadi padaku? Kenapa hal ini bisa terjadi pada keluargaku? Pada adikku?” rintih Isabel.“Kak Isabel...”Air mata mulai menetes dari matanya, meluncur melewati pipinya.“Kenapa kita diperlakukan tidak adil seperti ini? Bahkan hanya untuk bertahan hidup saja, kenapa?”Ekspresi wajahnya kini tak karuan. Antara sedih dan marah, semuanya bercampur aduk. Floria yang menyaksikan hal itu berusaha untuk menenangkannya.“Ketua Isabel, aku mohon kendalikan dirimu,”Tapi gadis bergaun putih itu tak mendengarnya.“Seandainya aku menyadari hal ini sejak awal, aku pasti bisa mencegahnya. Aku pasti masih bisa melihatnya. Dia pasti masih hidup bersamaku. Tapi... tapi...”Ia terus memegangi pipinya dengan eks
Hembusan angin kencang akibat mantra Spell itu menghilang, berganti dengan hembusan angin laut yang dingin. Gadis bergaun putih bernama Isabel itu nampak bersimpuh, sementara Alisa terlihat tengah telungkup tepat di depannya.“ALISA!!”Flo berlari ke arah gadis itu dan meraih tangannya. Meskipun terlihat sangat kelelahan, gadis Karelia itu masih mampu untuk menjawabnya.“Hehe, aku berhasil, Flo,”“Hadeh, kau ini benar-benar membuatku khawatir,” kata Flo sambil menghela napas.Dengan tongkat emas yang tergeletak di depannya, Isabel nampak bersimpuh dengan tatapan kosong.“Apa yang telah aku lakukan?”“Ketua Isabel,” gumam Flo.“Semua ini, semua ini adalah kesalahan. Tidak seharusnya aku melakukan semua ini,” kata wanita bergaun putih itu. Gaya bicaranya benar-benar berubah.“Tidak seharusnya aku menjadi mesin pembunuh,” lanjutnya.Mendengar hal itu membuat Alisa tersenyum. Sepertinya Isabel sudah sadar dengan apa yang telah ia lakukan selama ini. Gadis Karelia itu langsung menghampiriny
Angin dingin berhembus melewati celah-celah pepohonan yang rindang itu. Hawa dinginnya begitu menusuk kulit orang-orang yang mungkin ada di sekitarnya. Apalagi ini merupakan wilayah hutan di atas garis lintang utara Planet Kamina yang cukup dekat dengan kutub utara. Suara kicauan burung-burung liar yang hidup di hutan tepi pantai itu begitu terdengar jelas di telinga.“Uh, dimana ini? Apa yang terjadi?”Alisa perlahan membuka matanya. Ia masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Gadis Karelia itu terbangun di sebuah hutan yang terletak di pinggir pantai. Hembusan angin laut masih begitu terasa di tempat itu.Alisa pun menoleh ke arah samping. Terlihat sahabatnya Floria tengah terbaring di atas sebuah rakit yang sudah rusak. Ia pun baru menyadari peristiwa yang terjadi pada mereka.“Ah iya, kita terhempas dari Pantai Kirkau,”Gadis itu pun menghampirinya dan berusaha membangunkan sang sahabat.“Flo, bangun Flo,”“Uh, Alisa?”Gadis Vitania itu pun terbangun.“Dimana ini?” tanyanya.“Aku
Bukit Victoria, sebuah bukit yang langsung menghadap Selat Timur Laut dan Kepulauan Edinberg itu juga merupakan ujung timur dari Distrik Orc, Kota Telhi, Daerah Otonom Karelia. Kota yang hanya terdiri dari 3 distrik itu seharusnya dapat terlihat dengan jelas dari puncak bukit ini. Tapi kini, semuanya telah sirna.“Eh, dimana Telhi?”Alisa Garbareva, seorang gadis yang pernah dibesarkan di panti asuhan Distrik Kartava itu sangat terkejut dengan apa yang ia lihat pada malam itu bersama sahabatnya, Floria Fresilca.Kota Telhi yang seharusnya dipenuhi oleh ladang-ladang, rumah-rumah penduduk, serta lampu-lampu yang menerangi jalanan kecil itu seakan lenyap tak tersisa. Sekarang yang terlihat hanyalah sebuah lubang galian besar dengan ukuran hampir seluas kota itu. Ada beberapa lampu besar menyinari jalan berpasir, terlihat juga sejumlah kendaraan besar yang berlalu lalang sambil membawa bebatuan berwarna hitam.“Apa? Tidak mungkin,”Flo yang memandangi tempat itu juga seakan tak percaya de