Share

Hasil dari Tawaran

Di malam itu, Alice melayani Cavin dengan penuh hasrat. Di atas tempat tidur, Cavin merasa senang. Entah ke berapa kali Alice melayani kembali pria yang lebih tua darinya. Hal itu bertujuan supaya mendapatkan uang banyak yang telah dijanjikan Cavin sebelumnya.

Setelah beberapa ronde mereka lalui, akhirnya permainan pun selesai. Cavin merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Alice. Pria tersebut sedang mengancingkan kemeja dan memakai jas kembali.

Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Di waktu tersebut, Alice seharusnya sudah tidur. Namun, ternyata dirinya berada di tempat yang tidak diinginkan.

"Ayo, Sayang! Kita harus pulang."

Perkataan Cavin membuat Alice merasa senang. Sudah lama dirinya menantikan hal itu. Ia muak dengan segala yang terjadi di diskotik, terlebih melayani Cavin terus-menerus.

Mereka berdua turun dari lantai dua. Diskotik masih ramai akan pengunjung, mereka tidak lelah sama sekali untuk membuang waktu dan bersenang-senang.

Sementara, Mami Bella menghampiri Cavin dengan jalan yang sengaja dilenggokkan.

"Bagaimana malam kalian? Apa kalian puas dengan kamarnya?" tanya Mami Bella tidak berhenti tersenyum.

"Sangat puas, Mami. Lain kali, Mami siapkan yang lebih spesial lagi supaya aku dan dia bisa bersenang-senang."

Alice menatap nanar mereka berdua. Ia sudah lelah dengan yang terjadi di malam itu. Sungguh, dalam hati merasa kesal karena sudah menerima tawaran itu. Namun, hal tersebut dikarenakan uang sebagai penopang hidup.

Cavin merangkul Alice dan mengajaknya ke luar diskotik. Mereka kembali ke mobil untuk segera pulang.

Di perjalanan, Alice hanya bisa termenung. Ia mencoba untuk melupakan hal yang sudah terjadi. Untuk ke depannya, ia mencoba untuk menolak dan mempertahankan status sebagai perempuan feminim, bukan kupu-kupu malam lagi.

"Kamu sangat bergairah. Baru kali ini, saya menemukan perempuan seperti kamu."

Alice tetap diam saja meski Cavin mengajak bicara. Ternyata, pria itu sudah bertemu dengan banyak perempuan di sana untuk memuaskan keinginan. Sungguh, hal macam apa itu? Memburu berbagai wanita dan membayarnya dengan bayaran yang mahal bukanlah hal yang baik.

Tak beberapa lama kemudian, akhirnya mobil telah sampai di rumah lantai dua. Rumah yang sangat tidak diinginkan oleh Alice karena mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari Tante Mona.

"Sayang, ini bayaran kamu." Cavin memberikan sejumlah uang yang begitu tebal dan banyak.

Alice menerimanya meski tidak mengharapkan uang dari hasil yang tak diinginkan. Lalu, dengan cepat keluar dari mobil tanpa dipersilakan oleh Cavin terlebih dahulu.

"Berhenti!" Tiba-tiba, lelaki tersebut menghentikan langkahnya.

"Lain kali, kamu layani saya lagi, ya!"

Alice merasa ingin marah, ia tidak peduli dengan perkataan tersebut dan segera pergi berlalu menuju rumah. Sementara, Cavin hanya tersenyum jahat memandangi Alice yang berjalan dengan cepat.

Sesampainya di depan rumah, perempuan itu menekan bel. Namun, pintu tak kunjung dibuka. Alice mencoba untuk menekan tombol bel kembali.

"Tante, tolong buka!" teriak Alice sembari mengetuk pintu.

Alice berpikir bahwa orang rumah sudah tidur lelap. Ya, di waktu saat ini pastinya Tante Mona sudah berada di kamar dan tidak mendengar suara bel. Lantas, perempuan itu mencoba untuk mencari cara supaya dapat memasuki rumah.

Akan tetapi, semua jendela dan pintu belakang sudah tertutup. Tidak ada harapan lagi, Alice hanya bisa tidur di luar sambil menunggu orang rumah membuka pintu. Sungguh, nasib malang mulai menimpa gadis tak bersalah itu.

Setelah beberapa jam, akhirnya fajar mulai menyingsing. Terlihat Alice yang tertidur bersandar di samping pintu utama. Kedua tangannya menyangga lengan sebagai pertanda bahwa dirinya kedinginan. Hal itu wajar saja karena perempuan itu berpakaian yang ketat.

Pintu pun terbuka, terlihat Tante Mona yang baru saja terbangun dari tidur. Wanita itu terkejut ketika melihat Alice yang tidur di luar.

"Hei, bangun!" Tante Mona menggoyangkan tubuh gadis tersebut dengan kasar.

Alice perlahan membuka mata. Akhirnya, ia merasa senang setelah Tante Mona keluar dan membuka pintu. Ia bangkit dan merasakan tubuhnya yang demam.

"Mana uang hasil kerja kamu?" Tanpa berpikir panjang, Tante Mona langsung menadahkan tangan dan meminta uang yang didapat dari Cavin semalam.

Alice hanya membulatkan mata. Tidak disangka jika tantenya tidak peduli dengannya. Ia hanya memedulikan uang dari hasil malam tadi.

"Mana uangnya? Cepat!"

Tante Mona langsung merebut uang yang sejak tadi disembunyikan oleh Alice di belakang. Ia tampak bahagia ketika melihat jumlah dan ketebalan uang tersebut. Lantas, dirinya segera masuk kembali ke rumah tanpa bertanya kepada Alice apakah membutuhkan sesuatu atau tidak.

Gadis itu menitikkan air mata, ia menangis sedalam mungkin. Setelah ditahan semalaman, akhirnya ia bisa mengeluarkan emosi dengan puas. Dengan cepat, Alice pergi menuju kamar dan meluapkan segala kesedihan di dalam.

Setelah berada di dalam, ia langsung merebahkan tubuh di kamar secara tengkurap. Air mata semakin deras tanpa harus diundang terlebih dahulu. Entah mengapa Tante Mona berani berbuat sekeji itu padanya. Ia merindukan kedua orang tua yang saat ini mungkin sudah berada di surga. Andai jika kedua orang tuanya tidak pergi dengan begitu cepat, kehidupannya tidak seperti sekarang.

"Kenapa aku harus melalui kehidupan seperti ini?" Alice merutuk, ingin rasanya pergi dari dunia ini untuk menyusul sang ayah dan juga ibunya.

Setelah sedih berkepanjangan, Alice pun seketika tidur. Ia merasa lelah dengan apa yang dilakukan kemarin malam. Sungguh, malam itu merupakan kejadian yang terburuk dan tidak ingin terjadi lagi di masa yang akan datang.

Sementara, Cavin saat ini sedang berada di rumah. Ia menghadap jendela dengan pandangan yang tertuju pada halaman dan kolam renang yang begitu luas di pekarangan. Di tangannya terdapat sebuah ponsel. Ia sedang mencari kontak Tante Mona untuk dihubungi.

"Halo?" Cavin mendekatkan ponsel ke telinga untuk berbicara dengan lawan bicaranya.

"Halo, Cavin. Apa kabar? Bagaimana malam kemarin? Apa kamu senang dengan Alice?" tanya Tante Mona begitu penasaran.

Cavin hanya tersenyum kecil saja. Lelaki bertubuh jangkung itu sangat menyukai Alice. Ia memuji kecantikan dan pelayanan gadis itu. Tidak heran jika dirinya memberikan bayaran yang begitu banyak terhadapnya.

Tiba-tiba saja, Tante Mona menawarkan kembali Alice untuk dijadikan sebagai wanita kontrak. Bahkan, ia akan mendaftarkan Alice sebagai klien tetap kepada Cavin.

"Apa Tante nggak keberatan kalau dia menjadi klien tetap saya?" tanya Cavin sekali lagi.

"Nggak, dong. Demi kamu, apa pun bisa diperoleh."

Akhirnya, Cavin menyetujui usulan tersebut. Tante Mona merasa senang karena bisa mengeruk banyak uang dari Cavin. Dirinya tinggi membujuk Alice supaya menerima kembali tawaran atau bahkan menjadi wanita pemuas untuk selamanya.

"Anak yatim piatu itu membawa keberuntungan juga ternyata," batinnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status