"Ratu Selatan takkan mampu keluar dari pulau terpencil itu kecuali ada nelayan menolongnya, ia sudah menjadi insan biasa."Jaka menyampaikan kabar itu kepada pejabat yang berkumpul di graha tamu istana terasing."Ratu Selatan berharap mendapat pertolongan dari ketua lama, sebuah harapan yang menjadi mimpi untuk mengisi sisa hidup bersama seekor babi hutan."Khong Jie Na bertanya, "Lalu bagaimana dengan prajurit?""Kalian tunggu kedatangan dua ratus tokoh istana Nusa Kencana dan dua ratus tokoh istana Timur. Kalian menjadi pasukan pendukung dan tidak terlibat secara langsung untuk meminimalkan korban."Jaka memerintahkan tokoh sakti untuk menghadapi kekuatan istana Selatan, meski jumlahnya tidak berimbang. Target utama mereka adalah melumpuhkan tokoh istana sehingga prajurit secara otomatis akan menyerah."Aku meminta pasukanmu berjaga di perbatasan Kotaraja di bawah komandomu untuk menghalau bala bantuan dari kadipaten terdekat.""Titah pangeran patik laksanakan.""Tokoh istana dari
Tiga bangsawan itu bangkit dan meninggalkan restoran.Mereka heran melihat kepala prajurit diam saja dengan mulut ternganga."Apa yang terjadi dengannya?" tanya bangsawan berdasi hitam. "Anak buahnya juga bengong saja seperti ayam kena tetelo." Kepala prajurit dan personilnya baru sadar setelah tiga bangsawan itu keluar restoran."Kenapa mereka dibiarkan lolos?" bentak kepala prajurit. "Cepat kejar!"Kepala prajurit dan anggotanya seakan lupa dengan Jaka. Ia sudah membuat mereka seperti maniken dengan ilmu Selubung Khayali.Tapi kemudian mereka muncul lagi dan mendatangi Jaka."Kau ikut kami, anak muda," kata kepala prajurit. "Gara-gara dirimu tiga provokator itu berhasil kabur."Jaka memandang bingung. "Kok jadi menyalahkan aku? Kalian sendiri membiarkan mereka pergi!""Tapi kau menyuruh mereka pergi!""Lalu kenapa kalian biarkan? Maka itu kalau lagi bertugas mata jangan jelalatan! Baru melihat hutan liar segomplok saja sudah lupa diri"Kebiasaan perempuan di kadipaten ini adalah ti
"Kau ingin di mana, ksatria?"Bao Yu mulai kesal ketika Jaka meninggalkan kota dan memasuki sebuah hutan.Jaka menjawab, "Aku sudah bilang suka-suka aku mau di mana.""Kau tahu risikonya kalau menjebak aku!" gertak Bao Yu."Untuk apa aku menjebak perempuan separuh baya, sementara ada tiga perempuan muda turut bersamamu?""Jangan cari perkara denganku!" bentak Jiang Mi. "Seratus keping emas kemurahan untuk kami berempat!"Jaka tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Jadi kalian juga ingin lost virgin dengan cover boy tertampan di daratan ini! Berapa tarif kalian?""Jaga mulutmu!" sergah Xian Lun. "Aku bisa membunuhmu sekarang juga!""Ha ha ha! Aku bukan play boy mata keranjang yang bisa kau kalahkan dengan selangkangan! Aku adalah pencinta keindahan, dan selangkangan adalah kavling terindah!""Kurang ajar!" geram Yihua. "Mulutmu kotor sekali!"Kemudian ia minta pendapat mereka, "Bagaimana kalau kita benamkan kepalanya ke lumpur hidup?""Akur!""Setuju!"Bao Yu berusaha menenangkan mereka, "
Empat Perawan Pemetik Teh tersipu malu."Kenapa pangeran menyamar jadi bangsawan udik?" tanya Bao Yu. "Adipati menunggu-nunggu kedatangan pangeran."Perempuan bercadar memotong, "Oh, seperti itulah seharusnya, ia cocok jadi ksatria pekon." Bao Yu merasa kemunculan wanita bercadar terlalu cepat. Jika sedikit lambat, ia akan menjadi perempuan paling beruntung di kadipaten ini."Aku dan ketiga sahabatku mohon pamit gusti ratu," kata Bao Yu. "Aku kira perkembangan terakhir di kerajaan Selatan sudah disampaikan lewat sambung kalbu.""Jangan pergi ke arah Timur, Pangeran Indrajaya sedang menuju ke pusat kota. Aku tidak mau kalian dicurigai.""Petuah gusti ratu aku ingat baik-baik.""Jangan lupa kembalikan uangku," kata Jaka. "Transaksi batal.""Oh, iya.""Sudah bawa saja," tukas perempuan bercadar. "Kalian pantas dapat bonus atas pengkondisian di kadipaten ini."Kemudian perempuan bercadar berkata kepada Jaka, "Aku ganti nanti."Keempat bangsawan itu pergi. Mereka berjalan menggunakan gin
"Oh, honey...!"Perempuan bercadar mencengkram rumput menerima hunjaman yang sangat ganas sampai bokongnya memantul-mantul di atas rerumputan."Fuck me, honey...!"Perempuan bercadar belum pernah bercinta senikmat ini. Ada kebahagiaan tersendiri melihat ksatria itu merem melek merasakan lezatnya sentuhan.Perempuan bercadar menyindir, "Kau bilang serabi ku tanpa taste dan becek...! Apakah demikian yang kau rasakan...?"Perempuan itu rupanya sakit hati dengan ucapan Jaka beberapa waktu lalu, padahal ia hanya bercanda supaya perempuan itu muak dan tidak mengikutinya."Oh, honey...!"Perempuan bercadar merintih nikmat mendapat hunjaman bertubi-tubi.Bokongnya sampai melesak ke rerumputan.Jaka melihat di kejauhan putera mahkota kerajaan Selatan dan beberapa tokoh istana memacu kuda dengan kencang menuju ke arahnya."Brengsek!" maki Jaka. "Ada saja gangguan!""Cepatlah...!""Belum apa-apa...!"Perempuan bercadar memandang kagum. Alangkah perkasanya ksatria itu. Padahal ia sudah beberapa
"Capek banget!" Cakra duduk menggelosor di bawah pohon jengkol dengan nafas tersengal-sengal. Ia biasa menggunakan ballpoint untuk menulis di atas kertas, pada saat menggunakan cangkul untuk bekerja di atas lahan tentu saja ia keteteran. "Sekarang kau merasakan perjuangan mencari sesuap nasi itu sangat berat!" Abah tertawa melihat anaknya sangat kepayahan, padahal baru sebentar bekerja. Abah adalah petani kecil, tinggal di rumah bilik di kaki gunung, dengan beberapa tetangga bernasib sama. Bedanya petani ini mampu menelurkan anak jadi sarjana. Wisuda bulan kemarin adalah pengukuhan Cakra jadi seorang pengangguran. Cakra sudah melayangkan lamaran ke beberapa kantor perusahaan di kota, tapi belum ada panggilan. Untuk sementara, ia mencangkul di ladang membantu ayahnya. Abah satu-satunya warga kampung yang bahagia jadi orang miskin. Hidup dalam keterbatasan membuatnya nyaman. Sungguh orang tua aneh, sebab durhaka untuk disebut gila. "Cita-cita Abah akhirnya kesampaian," kata Ambu
Ratu Purbasari tampak murung memandang cermin besar di sudut kamar. Cermin ajaib itu terlihat kosong tidak memberi petunjuk apapun. Ia kuatir Cermin Mustika murka karena situasi kerajaan sedikit kacau dengan adanya pemberontakan di wilayah barat. Negeri gemah ripah loh jinawi terkotori oleh tangan-tangan serakah. "Kekacauan terjadi bukan karena kesalahan kerajaan," hibur Pangeran Wikudara. "Ketamakan Tapak Mega untuk memisahkan wilayah barat membuat rakyat tercekam. Jadi tidak ada alasan Cermin Mustika murka kepada dinda." "Besok malam adalah purnama yang dijanjikan," keluh Ratu Purbasari. "Tanggal 23 kliwon adalah hari leluhur kita bersumpah di altar kehidupan." "Dengan demikian pemuda itu sudah genap berusia 23 tahun," kata Pangeran Wikudara sambil duduk di kursi bertahtakan permata. "Apakah peristiwa seperti ini pernah terjadi sebelumnya di jaman mendiang ibu suri?" "Belum pernah," sahut Ratu Purbasari dengan wajah mendung. "Cermin Mustika biasanya memberi kabar setiap perkemba
"Ayo segera siap-siap," kata Ambu sambil masuk ke kamar Cakra. "Sebentar lagi perlombaan galah asin dimulai." Galah asin adalah permainan tradisional yang dimainkan tiga sampai lima orang. Biasa dilombakan pada saat bulan purnama. "Kita hidup di abad berapa, Ambu?" Cakra menatap ibunya tanpa gairah. "Orang sudah bolak-balik ke bulan, kita masih berkutat di abad kegelapan." "Permainan galah asin adalah identitas kampung." "Tidak ada identitas yang lebih bergengsi?" sindir Jaka. Ambu memandang heran. "Ada apa denganmu? Biasanya tiap purnama main galah asin sampai larut malam." "Malam ini aku mau menghadiri ulang tahun pacarku." "Sudahlah, lupakan Priscillia. Ia tidak cocok untukmu." "Orang tuanya juga ngomong begitu," sahut Cakra keki. "Kalau cinta sudah berkibar, apa bisa berhenti?" Larangan itu muncul lantaran ia anak petani miskin. Puteri hartawan secantik Priscillia turun derajat kalau naik motor butut, padahal mereka yang merasakan bahagia itu. Mereka tidak peduli tahta dan