Dengan cepat, Louis menoleh ke samping. Ia meletakkan telunjuknya di bibir untuk memberi kode pada kakaknya agar diam. Setelah itu pemuda itu menarik lengan kakak sulungnya menjauhi kamar perawatan.Mereka kini berada di ruang kerja William. Louis langsung mengunci ruangan tersebut begitu mereka telah berada di dalam.“Apa kamu juga mencurigai wanita itu?” tanya Frederix.“Curiga? Pada Keyna?” Louis menjawab.“Ck, kebiasaan. Selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan juga,” keluh Frederix.Tangan Louis menyugar rambutnya yang agak memanjang di bagian depan. Bukannya menjawab pertanyaan sang kakak yang penasaran, ia beranjak ke lemari pendingin di pojok ruangan. Di sana, ia mengambil dua kaleng soda dan memberi salah satunya pada Frederix.“Kamu belum menjawab pertanyaanku, Lou.” Frederix menerima kaleng tersebut dan langsung membuka penutupnya.“Tidak. Aku tidak mencurigai Keyna,
Frederix mondar-mandir di dalam kamar Louis. Sementara, adik bungsunya tersebut telah minum obat dan berganti pakaian. Pemuda itu duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan kakaknya.“Apa kakak mau tidur di sini saja? Aku sudah mengantuk.”“Tidurlah. Sebentar lagi, aku keluar.”Louis mengangguk. Lelaki muda itu naik ke ranjang lalu menutup matanya. Ia membiarkan sang kakak dengan rasa curiganya yang besar sendirian.Satu jam sudah, Frederix menunggu di kamar adiknya. Louis sudah dipastikan telah berada di alam mimpi. Akhirnya, putra pertama William itu memutuskan untuk keluar dan pergi ke kamarnya.Ruang perpustakaan itu kini telah tertutup. Frederix masuk ke dalam. Gelap. Lelaki itu mengusap sensor lampu membuat ruangan itu menjadi terang benderang.Meja di mana tadi Keyna meletakkan buku-buku yang dibacanya kini telah rapi. Tidak ada tanda-tanda seseorang menggunakan ruangan ini barusan. Frederix sungguh penasaran b
Frederix masuk dan memandang William serta Keyna bergantian. Saking seriusnya berbincang tadi, baik William maupun Keyna sampai tidak menyadari bahwa ada yang membuka pintu dan masuk ke dalam kamar perawatan.“Perjanjian kerja Keyna,” William menjawab.“Boleh aku lihat perjanjian itu?”“Untuk apa?”“Hanya agar aku pun bisa mengingatkan Keyna pada tugasnya, Dad. Apalagi, Daddy sedang sakit.” Frederix memberikan alasan diplomatis.Keyna menahan napas mendengar permintaan Frederix. Tidak mungkin ‘kan, William memberikan berkas perjanjian pernikahan kontrak mereka? Matanya menatap tuannya dengan pandangan cemas.“Boleh saja. Kamu bisa minta Bastian memberikannya.” Dengan santai William mengizinkan putranya melihat surat perjanjian itu.Mata Keyna melebar mendengar pernyataan William. Namun, lelaki yang terbaring di ranjang itu memberikan kode untuk tidak protes sehingga ia menutup mulutnya yang akan berbicara.“Sa-saya permisi untuk mengambil sarapan Tuan William.” Keyna menundukkan kepal
“Hai.”Keyna yang sedang duduk di pinggir kolam renang dan termenung menatap air kolam sedikit berjengit kaget. Ia menoleh dan melihat Louis berdiri dengan senyum manisnya. Wanita itu balas tersenyum.“Oh, hallo, Tuan Muda Louis.”"Maaf, mengagetkanmu.""Tidak apa-apa, Tuan Muda."“Boleh aku bergabung?”Keyna menjawab dengan anggukan kepala. Louis lalu duduk berjarak di samping perawat Daddynya. Kaki mereka mengayun pelan memainkan air kolam.“Daddy sama siapa?” tanya Louis.“Dokter Jaslan.”“Biasanya jika Uncle Jaslan memeriksa Daddy, kamu selalu membantunya.”“Pemeriksaan sudah selesai. Mereka hanya sedang berbincang masalah … entah aku kurang paham obrolan keduanya,” kilah Keyna. Saat itu, Keyna kembali mengingat ucapan William yang membuatnya sedih.“Oh. Mereka bersahabat. Daddy sangat mempercayai Uncle Jasl
“Ma-maksud Tuan?” Keyna mengerutkan kening dalam-dalam mendengar permintaan William.“Tidur di sini,” ulang William sambil menepuk sisi ranjangnya.Keyna menggeleng. Ia malah mundur tiga langkah. Dadanya berdegup kencang sekali.“Kamu di sini untuk menjalankan perintahku, Key! Lagipula kita adalah sepasang suami-istri,” ucap William dengan tegas.Akhirnya, Keyna mengangguk. Ia naik ke ranjang hidrolik dan membaringkan tubuhnya di sisi William. Awalnya ia bimbang, bagaimana posisi yang baik. Dengan kikuk, wanita itu meringkuk di dekat dada suami pura-puranya. Menurutnya, akan tidak sopan jika ia memunggungi William.“Tidurlah, Key.”Keyna menatap wajah William yang kini sangat dekat. Harum cologne yang digunakan setelah Tuannya setelah mandi menguar penciumannya. Ternyata, berbaring di samping William membuatnya nyaman. Wanita itu memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Jika Keyna bisa tertidur, tidak dengan William. Lelaki yang tidak muda lagi itu memperhatikan wanita di sampi
Mungkin seharusnya, Keyna tidak mendengarkan perbincangan antara ayah dan anak bungsunya ini. Mereka kini sedang membahas keuangan. Suatu hal yang membuat telinga wanita itu panas mendengar angka-angka fantastis yang diucapkan keluarga kaya raya itu dengan santai.“Ehm, Tuan. Maaf. Sudah semakin panas. Tuan mau masuk?” Keyna terpaksa menginterupsi kedua lelaki di sampingnya.Tanpa menjawab, William mengangguk. Ia membalik kursi rodanya sendiri lalu mengarahkan benda beroda itu masuk. Keyna menunduk santun pada Louis dan pamit untuk menemani William.“Terima kasih karena telah menghentikan perbincangan membosankan tadi,” bisik Louis sebelum Keyna benar-benar pergi.Keyna hanya tersenyum sedikit. Ia lalu menderap langkahnya mengikuti William yang telah mendahuluinya masuk ke dalam kamar perawatan.Sesampai di kamar, Keyna langsung membantu William berbaring di ranjang hidrolik. Kemudian, perawat itu menyiapkan peralatan mandi tuannya. Selesai membilas tubuh William, ia juga membantu mem
Keyna menoleh cepat pada asal suara. Sacha berdiri dengan kedua tangan saling bersilang di perut ratanya. Putri kedua William itu menatap perawat Daddy-nya dengan pandangan tak bersahabat.“Nona Sacha,” sapa Keyna sambil menunduk dalam.“Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa pekerjaanmu sebenarnya?” ulang Sacha.“Sa-saya perawat, Nona,” jawab Keyna terbata dengan masih menundukkan kepalanya.“Daddy sepertinya sangat menikmati pijatanmu. Seorang perawat seharusnya tidak memijat yang membuat tuannya mendesah puas begitu, bukan?” cecar Sacha.“Saya belajar tehnik pijatan untuk merelaksasikan otot yang tegang, Nona. Kebetulan, karena terapi tadi pagi, otot-otot kaki Tuan William terlihat agak tegang, jadi saya memijatnya.”“Apa kamu juga menggoda Daddy dengan usapan tanganmu hingga ke pangkal pahanya?” tuduh Sacha.Keyna menggeleng keras. “Tidak, Nona. Saya tida
Keyna duduk si samping ranjang hidrolik. Wanita itu mencerna ucapan William barusan. Secara tidak sengaja, tuannya itu mengatakan bahwa ia perhatian pada putra-putrinya hingga mengetahui jam tidur mereka.“Sejak remaja, Fred memang senang bergadang. Ada saja yang dilakukannya. Aku membiarkannya karena hal itu tidak pernah mengganggu aktifitas rutin,” imbuh William.“Oh. Itu sebabnya Tuan Muda Frederix begitu candu pada kopi. Mungkin karena beliau membutuhkan kafein tinggi untuk beraktifitas malam.”“Kamu memperhatikan juga? Iya betul, Fred memang pecandu kopi. Seharian ia bisa meminum sampai lima gelas kopi bahkan kadang lebih.”Mulut William begitu lancar menceritakan tentang putra sulungnya. Bagaimana Frederix lahir dan kemudian menjadi anak berprestasi di bangku sekolah. Hingga akhirnya suara sendunya terdengar saat mengenang putra sulungnya itu berpamitan untuk berkarir di luar negeri.“Fred baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Aku sudah berencana memberikan sat