[Jangan menghubungiku. 3 HARI LIBUR!] Ethan berdecih pelan. [Sombong amat!] Aluna hanya melihatnya. Tidak ada tanda-tanda mengetik apalagi membalas pesannya. Ethan melempar ponselnya begitu saja. Prak! “Santai bro!” Wiliam menggeleng pelan. Seperti biasa, tempat mereka nongkrong memang di klub. Ditemani beberapa perempuan cantik di sekeliling mereka. Sayangnya dari banyaknya perempuan cantik, tidak ada yang bisa menarik perhatian Ethan. Pria itu malah dibuat uring-uringan oleh seorang perempuan yang entah di mana keberadaannya. “Pawangnya hilang bro!” Bobby meminum vodkanya dengan santai. “Di mana si selingkuhanmu itu?” tanya Wiliam dengan senyum miring. “Kau sudah bosan dengannya?” Ethan menatap Wiliam tajam. Wiliam tertawa. “Kalau bosan, bisa berikan saja padaku. Lumayan buat mainanku, aku sedang bosan—” Duk! Bobby menendang kaki Wiliam yang berada di hadapannya. Memincingkan mata, sebagai kode agar diam saja. “Berani bayar berapa?” tanya Ethan pada Wil
Pagi hari, Aluna dan Gio sudah bersiap-siap akan pergi ke taman hiburan. Aluna dan Gio menatap cermin. Gio mengusap rambutnya ke belakang. Aluna malah teringat dengan Ethan. Ketika pria itu menghadap kaca, pasti melakukan hal yang sama. Mengusap rambut dan menatap kaca dengan wajah yang datar. “Sudah siap?” tanya Aluna. Gio mengangguk. “Siap lets go!” “Minum obat dulu…” Aluna membawa obat yang harus diminum oleh Gio. “MAMA…..” rengek Gio yang enggan meminum obat. Aluna mengusap pipi putranya. “Minum ya, nanti kalau enggak minum takut Gio sakit pas main. Oke? minum dulu.” Akhirnya setelah dibujuk mau juga minum obat. Aluna juga tidak ingin anaknya terus meminum obat. Tapi mau bagaimana lagi, untuk kesehatan putranya sendiri. Jarak dari apartemen ke taman hiburan tidak terlalu jauh. Aluna berangkat menggunakan taksi hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Sampai di sana. Mereka turun di depan. “Mama tunggu.” Gio menghentikan Aluna. “Beli itu ya Ma?” menun
“Mau main apa?” tanya Aluna. Mereka sudah masuk ke dalam taman bermain. Aluna masih teringat dirinya yang bermain di sini dengan Ethan. “Kuda-kuda itu mama!” menunjuk sebuah wahana bernama Turangga rangga. Turangga rangga adalah sebuah komedi putar yang dilengkapi dengan 40 kuda tunggangan serta dihiasi ribuan lampu yang membuat meriah. Wahana ini boleh dinaiki semua usia dan akan berputar beberapa kali. “Gio naik sendiri Mama!” Gio yang kekeh naik sendiri tanpa bantuan Aluna. “Mama naik sendiri.” Gio mengusir Aluna yang ingin naik ke kuda yang sama dengannya. Aluna mencebikkan bibirnya. Namun ia menuruti keinginan anaknya. Mereka tertawa dengan riang. Aluna tidak berhenti memotret Gio yang berada di belakangnya. Tidak lupa merekam mereka berdua. Berganti. Namun sebelum itu, Aluna meminta agar istirahat dahulu sebelum ke permainan selanjutnya. “Tunggu ya, istirahat dulu kamu.” Aluna mengambil sebuah bangku dan menyuruh anaknya duduk. “Es krim mama!” menunjuk es
“Hei kalian.” Otomatis Aluna, Gio dan Ethan menoleh. “Kalian keluarga yang lucu.” Aluna menggeleng bersamaan dengan Gio. “Tidak!” Penjual es krim turki itu tersenyum. “Hei boy, kau begitu mirip dengan ayahmu!” Aluna melotot. Reflek menutup telinga Gio. “Sudah-sudah ayo..” Aluna menggandeng kiri kanan tangan dua laki-laki itu. Pokoknya harus menjauh dulu. Aluna tidak ingin setelah mendengar perkataan penjual es krim itu, Ethan menjadi sadar bahwa Gio memang mirip dengannya. “Mau naik apa?” “Tidak usah naik,” balas Ethan. Mengabaikan wajah kesal Ethan. “Lah!” Aluna melotot. “Aku bertanya pada Gio.” Ia menunduk. “Mau naik apa sayang?” Gio menatap sebuah wahana berputar di udara. “Itu!” “Gio…” lirih Aluna. Gio menghela nafas pasrah. “Tapi Gio ingin naik, Mama.” “Cari wahana lain saja ya?” Aluna menatap sekitar. “Di sana ada mobil-mobilan untuk anak kecil,” ucap Ethan menunjuk wahana yang cukup jauh untuk dijangkau. “Gio mau?” tanya Aluna. Gio men
“Aku dengar Aluna adalah kakakmu.” Gio mengangguk. “Iya..” “Lantas kenapa kau memanggilnya Mama?” “Karena aku sayang mama,” balas Gio. Jawaban Gio membuat Ethan berdecak. Memangnya apa yang ia harapkan dari jawaban anak kecil. “Lalu di mana orang tua—” “Ayo!” Aluna kembali dengan tiga tiket di tangannya. Akhirnya mereka naik sebuah wahana mobil yang berkeliling. Mobil itu berjalan di atas sebuah jalur mirip kereta api. Dilihat dari kejauhan, orang-orang pasti mengira bahwa mereka adalah keluarga cemara yang berbahagia. Posisi Gio berada di tengah diapit oleh Ethan dan Aluna. Mereka tertawa karena Gio memainkan sebuah tembak yang ternyata mengucur air. Sruut! Terkena wajah Ethan. Aluna tertawa begitu puas. “HAHAHAH… WAJAHMU…” Aluna sangat puas dengan Gio yang menembak Ethan dengan tembakan air tersebut. “Bukan begitu caranya bocah kecil.” Ethan mengusap wajahnya kasar. Kemudian mengajari Gio untuk menembak mobil-mobilan di hadapan mereka. Tepatnya pada s
Aluna tidak tahu apakah harus berterima kasih pada Ethan atau tidak. Karena sepanjang mereka bermain di taman hiburan, Ethan yang menggendong Gio. Tapi Aluna juga tidak menginginkan keberadaan pria itu bersamanya dan Gio. Malam hari. Mereka akhirnya sampai di Apartemen. Tentu saja Gio yang saat ini tengah digendong Ethan menuju kamar. “Hati-hati.” Ethan membaringkan tubuh Gio di atas kasur. Ia mengernyit. “Sejak kapan kamar ini berubah? kenapa aku tidak tahu?” Aluna menaruh jarinya di bibir sebagai tanda diam saja. Aluna membuka sepatu Gio, beralih membuka celana dan kaos bocah itu. lalu menggantinya dengan pakaian tidur. Aluna melakukannya dengan sangat telaten dan hati-hati. semua ia lakukan agar Gio tetap nyaman dan tidak terbangun. “Kau begitu ahli,” komentar Ethan ketika mereka keluar dari kamar Gio. “Apa yang ahli?” “Mengurus anak kecil.” Aluna menoleh. “Kamu harus pulang. Ini hari liburku kalau kamu lupa.” Ethan mendengus kesal. “Tidak usah kau ing
Sebuah mobil berhenti tepat di depan seorang perempuan dan anak laki-laki. Ethan keluar dari mobil dengan kacamata yang bertengger di hidung. Menggunakan kaos putih dan celana pendek selutut. Sederhana sekali, namun tidak saat melihat aksesoris yang digunakan pria itu. Jam rolex seharga ratusan juta rupiah. “Mama, kita pergi bersama uncle?” tanya Gio. Aluna mengangguk. “Kau belum memberitahunya?” tanya Ethan menyipitkan mata. Aluna menunduk. “Uncle tahu tempat yang bagus. Kamu tidak mau pergi dengan uncle?” Belum sempat menjawab, Ethan lebih dulu menyerobot. “Aku tahu tempat bagus. Kau tidak akan menyesal jika pergi denganku,” meyakinkan bocah kecil itu. “Aku membelikanmu es krim.” Ethan mengeluarkan jurusnya. “Jika kau mau pergi denganku, maka aku akan membiarkanmu makan es krim.” Gio nampaknya sedang berpikir. “Tidak usah banyak berpikir.” Ethan menggendong Gio dengan mudah. “Aku belum bilang iya loh uncle!” teriak Gio di dalam gendongan Ethan. Ethan me
Sampai juga di kebun binatang. Pilihan tempat Ethan tidak buruk. Kebun binatang memang tempat yang bagus untuk bermain anak kecil. Sekalian belajar tentang hewan-hewan langka. Mereka berjalan saling bergandengan tangan. Gio di tengah, sedangkan Aluna di samping kanan dan Ethan di samping kiri. Kenapa sampai seperti itu? karena Gio sendiri yang menggandeng tangan Aluna dan tangan Ethan. “Panda.” Tunjuk Gio pada seekor panda yang begitu besar. Gio nampak antusias. “Kalian di sana saja, aku akan memotret kalian.” Ethan membiarkan mereka dekat dengan kaca yang memisahkan mereka dengan area panda. Ethan mengeluarkan ponselnya. Memotret Aluna dan Gio. Bibirnya tersenyum melihat mereka berdua yang tampak bahagia. Lanjut—berjalan ke luar. Di sana ada jerapah. Untuk memberi makan jerapah mereka harus membayar. Aluna mengeluarkan dompetnya. “Tidak usah, biar aku.” Ethan mengeluarkan dompetnya. “Uncle punya uang ya mama?” lirih Gio. Ethan menghela nafas. Setelah