Semua orang mengucapkan selamat atas pertunanganku. Aku sama sekali tidak memperdulikan mereka. Satu hal yang memenuhi pikiranku, Chef paling seksi ini adalah milikku!Aku masih belum bisa beranjak dari rasa bahagia yang meluap sejak minggu lalu. Meskipun di sosial media banyak orang membenciku, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.Hari ini aku akan bertemu dengan Anthony. Sungguh ironis. Pada awalnya Anthony menyuruhku untuk berhati-hati kepada Hugo, namun akhirnya aku justru akan menikahinya.“Anthony, apa aku perlu membuat perjanjian pra nikah?” tanyaku.“Tentu saja. Kau memiliki aset dan saham hampir sama besar dengan Hugo. Dan ketika kalian menikah akan ada harta gono gini dari pernikahan kalian,” jawab Anthony dengan tegas.“Aku tahu, aku hanya ingin memastikan.”Akhirnya aku mengetahui rasanya keti
Semua orang mengucapkan selamat atas pertunanganku. Aku sama sekali tidak memperdulikan mereka. Satu hal yang memenuhi pikiranku, Chef paling seksi ini adalah milikku! Aku masih belum bisa beranjak dari rasa bahagia yang meluap sejak minggu lalu. Meskipun di sosial media banyak orang membenciku, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Hari ini aku akan bertemu dengan Anthony. Sungguh ironis. Pada awalnya Anthony menyuruhku untuk berhati-hati kepada Hugo, namun akhirnya aku justru akan menikahinya. “Anthony, apa aku perlu membuat perjanjian pra nikah?” tanyaku. “Tentu saja. Kau memiliki aset dan saham hampir sama besar dengan Hugo. Dan ketika kalian menikah akan ada harta gono gini dari pernikahan kalian,” jawab Anthony dengan tegas. “Aku tahu, aku hanya ingin memastikan.” Akhirnya aku mengetahui rasanya ketika seseorang kusarankan membuat perjanjian pra-nikah. Kau menyerahkan hidupmu kepada seseorang, tapi tidak boleh mempercayainya. Ini sungguh ironis. “Emily, aku harus menya
Hugo keluar dari kamar mandi dan melihatku mematung di depan meja, melihat ke arah handphone miliknya. “Emily, kau baik-baik saja?” tanyanya. Aku hanya melihatnya. Bibirku diam tak menjawab. Aku bingung bagaimana harus merespon ini semua. Hugo mendatangiku dan mengikuti arah mataku. Dia mengambil handphone nya dan membaca pesan itu. “Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi, Hugo,” kata ku menahan semua kengerian ini. “Apa maksudmu? Jangan lagi, Em. Kau masih berpikir aku menyembunyikan sesuatu di belakangmu?” dia bertanya balik padaku. Aku menatap wajahnya. “Apa maksud pesan itu? Siapa dia? Kenapa dia menyebut nama Theo?” tanyaku bertubi-tubi. “Emily, ada hal yang tidak perlu atau belum perlu kau ketahui saat ini. Aku dan Theo memulai bisnis ini dari sejak lama dan tentu saja kami mengalami banyak hal! Tapi kau tak perlu mengkhawatirkan apapun selama kau disisiku dan percaya kepadaku. Kau mengerti sayang?” kata Hugo mencoba meyakinkanku. Aku benar-benar tidak siap menghada
Aku tidak bisa menundanya lagi. Pencarian barang bukti harus kulakukan sekarang juga. Aku segera menuju ruang kerja Hugo, tempat dimana dia paling sering menghabiskan waktunya.Ruang kerja Hugo cukup luas dengan dominasi warna monokrom. Hugo tidak pernah menyalakan lampu utama dan hanya menggunakan lampu mejanya. Dia senang berada di kegelapan. Aku segera menyalakan lampu utama dan mulai mencari petunjuk disana. Tidak ada foto satupun. Lemari hanya berisi buku-buku koleksi Hugo. Di mejanya juga tidak ada dokumen penting. Aku terus menggeledah. Tiba-tiba terdengar bel pintu berbunyi. Aku merasa was-was namun kemudian cukup lega ketika mengetahui bahwa orang yang datang adalah Matilda, pembantu Hugo. “Kau terlihat pucat Miss Emily,” katanya menyapaku. “Aku kurang tidur Matilda. Maaf rumah berantakan,” jawabku. Kemudian aku kembali ke ruang kerja Hugo. Matilda tampak bingung dengan sikapku tapi seperti biasa dia tidak terlalu suka ikut campur. Aku mencari-cari tombol rahasia di mej
Aku masih ingat Matilda menepuk-nepuk pipiku. Setelah itu, aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Kemudian aku terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing. Mataku mengerjap beberapa kali saat aku mencoba mengumpulkan nyawa.Suara seseorang terdengar memanggil namaku. Mataku menangkap sosok seorang laki-laki namun penglihatanku masih kabur. “Emily? Emily? Kau sudah sadar?” Itu adalah suara Hugo. Penglihatanku berangsur membaik tapi tidak dengan perasaanku. Orang yang paling tidak ingin aku temui saat itu adalah Hugo. Apapun keadaanku, aku harus segera pergi dari dunia Hugo. Namun justru dia yang ada disampingku saat aku terbangun. “Apa yang terjadi?” tanyaku dengan suara lirih. Hugo hanya tersenyum dan mengelus rambutku. Beberapa saat kemudian aku menyadari bahwa aku berada di rumah sakit. Dokter datang dan mengecek pupil mataku. Aku menganggukkan kepala beberapa kali untuk merespon kata-kata dokter. “Emily, kau sudah merasa lebih baik?” tanya Hugo. Aku menatap Hugo tanpa b
Keputusanku sudah bulat. Aku akan membatalkan pernikahanku! Mom akan menemuiku beberapa hari lagi dan aku sudah menyiapkan alasannya. Lagipula, ketika kau tinggal di Hollywood dan berhubungan dengan seorang selebriti, tidak ada hal yang benar-benar bisa kau harapkan. Aku akan membesarkan anakku sendiri dan memperkenalkannya kepada orang tuaku saat waktunya sudah tepat. Mom dan Dad bisa terkena serangan jantung jika tau aku hamil duluan. Rencanaku sudah matang. Aku tinggal mengatur semua waktunya. Perasaanku jauh lebih baik. Meskipun ada malam-malam dimana mataku menangis karena Hugo.Semakin hari Hugo semakin posesif kepadaku sejak dia tau aku hamil. Aku diizinkan untuk bepergian menggunakan jasa supir dan ditemani bodyguards. Matilda juga berencana untuk tinggal di apartemen kami. Aku mengiyakan semuanya dan tidak membantah. Apartemen Hugo terasa asing dan dingin bagiku. Aku tahu semua gerak gerik ku diawasi. Hugo memperlakukanku seperti seorang sandera. Itu semua membuatku mudah
Aku tidak berani melihat wajah Mom. Hugo sangat keterlaluan. Tanpa ragu dia berani berkata kepada Mom bahwa aku sedang mengandung anaknya. Dia sudah tidak peduli untuk menjaga perasaan ibuku, calon mertuanya. Ibu dari mendiang sahabatnya! Suasana seketika hening. Hugo duduk tepat di sebelahku. Raut wajahnya jelas tidak menunjukkan penyesalan sedikitpun. “Emily, bagaimana kandunganmu?” tanya Mom memecah kecanggungan diantara kami. Aku menghela nafas sebelum menjawabnya. “Mom, kumohon maafkan aku. Sungguh-”“Apa kau berencana menggugurkannya?” Pertanyaan Mom barusan membuat kepalaku bagai tersambar petir. Tidak! Tidak ada yang boleh melukai anakku! Mom melihat wajah pucatku yang penuh ketakutan. “Tidak, Mom. Aku tidak akan menggugurkannya. Sekalipun kau dan Dad membenciku, aku akan melahirkan bayi!” jawabku dengan emosional. “Jesus Christ! Honey, Emily sayang, aku tidak mungkin menyuruhmu membunuh janin dalam perutmu,” balas Mom sambil menenangkanku yang sedang menahan isak tang
Ini adalah pernikahan impian semua wanita. Aku dan Hugo menggelar acara pernikahan di San Ysidro Ranch yang dianggap sebagai tempat tersembunyi legendaris di Montecito, California. Aktris sekelas Audrey Hepburn juga menikah disana.Ya, akhirnya aku menikah. Aku sudah tidak bisa membayangkan lagi seperti apa masa depanku. “Emily, sudah waktunya,” kata Mom. Aku hanya menganggukkan kepala. Seminggu yang lalu aku menandatangani surat perjanjian pra-nikah dan juga kesepakatan terkait pernikahan kontrak-ku dan Hugo. Aku harus menjadi istri Hugo selama tiga tahun.Seharusnya perasaanku sama seperti yang dialami calon pengantin lainnya. Terbang melayang saking bahagianya karena menikah dengan orang yang mereka cintai. Apakah aku tidak mencintai Hugo? Tentu saja aku cinta. Tapi, apakah aku bahagia? Tidak, aku tidak bahagia. Aku melakukan semua ini untuk mendapatkan hak asuh anakku dan juga demi kebahagian orang tuaku. Kurang dari satu jam aku akan menjadi Mrs. Hart. Sebelum aku menggandeng