Share

Bab 5

Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Lanjutkan rapatnya.”

Orang yang duduk paling dekat dengannya adalah adik sepupunya, yaitu cucu kedua dari keluarga Adhitama yang bernama Calvin Adhitama.

Calvin mencondongkan badan dan bertanya dengan suara rendah, “Bro, aku mendengar apa yang Nenek katakan padamu. Apa kamu benar-benar sudah menikahi wanita bernama Olivia itu?”

Stefan memberinya tatapan tajam.

Calvin menyentuh hidungnya, duduk tegak, dan tidak berani bertanya lagi.

Namun, dia sangat simpati pada kakak sepupunya ini.

Meskipun cucu-cucu dari keluarga Adhitama tidak perlu menikah dengan keluarga kaya lain untuk memperkuat pengaruh mereka, istri kakak sepupunya ini tidak berasal dari latar belakang yang sama dengan mereka. Itu semua hanya karena nenek mereka menyukai wanita bernama Olivia itu, lalu menyuruh Kak Stefan untuk menikahi wanita itu. Kak Stefan benar-benar kasihan.

Calvin lagi-lagi menatap kakak sepupunya itu dengan prihatin.

Untungnya, dia bukan cucu pertama. Kalau tidak, dia yang akan menikah dengan si penyelamat Nenek itu.

Olivia tidak tahu menahu tentang ini. Setelah menanyakan lantai rumah barunya, dia menyeret kopernya ke sana.

Setelah membuka pintu, dia masuk ke dalam rumah dan melihat rumah itu cukup besar, lebih besar dari rumah kakaknya dan dekorasinya sangat mewah.

Setelah meletakkan kopernya, dia melihat-lihat isi rumah dulu. Rumah ini akan menjadi rumahnya mulai sekarang.

Dua ruang tamu, empat kamar tidur, satu dapur, dua kamar mandi, dan dua balkon. Setiap ruangan cukup besar. Olivia memperkirakan luas rumah ini minimal 200 meter persegi.

Perabotannya sangat sedikit. Hanya ada sofa, meja tamu, dan lemari penyimpanan alkohol di ruang tengah. Dari empat kamar tidur, hanya dua kamar yang sudah diisi tempat tidur dan lemari. Dua kamar lagi masih kosong.

Kamar utama adalah sebuah suite, yang dibagi menjadi beberapa ruangan lagi, yaitu kamar tidur, ruang pakaian kecil, ruang kerja kecil, dan kamar mandi. Meskipun sudah dibagi menjadi beberapa ruangan, kamar tidurnya masih sangat luas. Hampir sama luasnya dengan ruang tamu.

Ini pasti kamar Stefan.

Olivia memilih untuk tinggal di kamar satu lagi yang sudah ada tempat tidurnya. Kamar itu berada di sebelah balkon, memiliki pencahayaan yang baik dan terpisah satu kamar dengan kamar utama, sehingga mereka berdua bisa punya privasi.

Meski sudah menikah, Olivia pikir, asalkan Stefan tidak berinisiatif untuk meminta mereka melakukan kehidupan suami istri, dia tidak akan pernah mengungkitnya.

Setelah menyeret kopernya masuk ke kamar, Olivia pergi ke dapur.

Dapurnya bersih, tidak ada satu peralatan masak pun di sana. Balkon di kedua sisi juga kosong. Karena tempatnya yang besar, bahkan kedua balkon tersebut memberikan kesan yang sangat luas. Olivia pikir, kalau dia merawat beberapa jenis bunga di sana, lalu membeli kursi ayun dan menaruhnya di sana, dia jadi bisa membaca buku dan melihat bunga sambil duduk di kursi ayun kalau sedang bersantai.

Sepertinya, Stefan jarang makan di rumah.

Karena dia sudah tinggal di sini sekarang, dia pasti harus mulai memasak. Jadi, dia pun membeli banyak peralatan masak melalui internet. Untuk bunga dan perabotan rumah lainnya, dia pikir dia lebih baik menunggu sampai Stefan pulang dan menanyakan pendapat pria itu.

Bagaimanapun juga, ini adalah rumah pria itu. Dia hanya numpang tinggal di sini.

Setelah memesan beberapa peralatan dapur, Olivia melihat ke arah jam. Dia harus cepat-cepat pergi ke toko untuk membantu temannya.

Dia mengambil kunci dan ponselnya, lalu bergegas turun.

Ketika dia sampai di toko, kebetulan sudah jam pulang sekolah

Temannya, Junia, bertanya padanya, “Oliv, pagi ini kamu ngapain?”

“Kakak dan kakak iparku sering bertengkar karena aku akhir-akhir ini. Setiap hari bertengkar. Setelah dipikir-pikir, aku lebih baik pindah dari sana!” kata Olivia, memandang temannya dengan tak berdaya sambil merentangkan tangannya, “Jadi, aku baru saja pindahan pagi ini!”

Memikirkan kakak iparnya Olivia, Junia sampai tidak bisa berkata-kata. Dia menghela napas dan berkata, “Pria selalu suka mengatakan ‘Aku akan menghidupimu’, tapi setelah benar-benar menghidupi wanita, mereka malah jadi suka mengeluh dan mengoceh. Sebagai wanita, kita nggak hanya harus berjuang demi keluarga, tapi juga sering disalahpahami. Nggak adil sekali. Menurutku, kakakmu harus mencari pekerjaan! Mau bagaimanapun, kita sebagai wanita harus mandiri secara finansial. Kalau kita punya uang, kita nggak perlu takut.”

Hanya saja, setelah ngomong panjang lebar seperti itu, dia mengerutkan kening dan menatap Olivia dengan heran, “Kakakmu boleh kamu keluar dari rumahnya?”

“Aku sudah menikah.”

“Apa? Kamu sudah menikah? Kamu bahkan nggak punya pacar, mau menikah dengan siapa?” Junia mengangguk terlebih dahulu, lalu menatapnya dengan heran. Suaranya agak meninggi.

Olivia tahu dia tidak bisa menyembunyikan hal ini dari temannya itu, jadi dia terpaksa menceritakan semuanya dengan jujur.

Junia menatap Olivia lama sekali, lalu menyodok dahi Olivia dan berkata, “Nyalimu besar juga, ya. Berani sekali kamu menikah dengan orang itu di hari pertama kalian bertemu. Kalau kamu nggak punya tempat tinggal, kamu kan bisa pindah ke rumahku. Masih ada banyak kamar kosong di rumahku. Kalau kamu mau menikah dengan orang, kamu kan bisa menikah dengan kakak sepupuku!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status