Aldi terlihat tengah bersantai di taman belakang rumah Brian dan Biya. Tatapannya terlihat lurus menerawang. Alasan dia pulang ke tanah kelahirannya karena dia sedang ada masalah.
"Ngapain masih di sini?" nada sewot Brian terdengar menghibur di telinga Aldi.
Aldi terkekeh pelan seraya menoleh ke arah Brian yang baru duduk di kursi sampingnya.
"Ga bisa beli tiket, gue lagi bokek, Bri." Aldi jelas saja bercanda, dia memang sedang tidak ingin kembali ke China.
"Alah! Sewa kupu - kupu setiap malem bisa, masa beli tiket ga bisa." Brian jelas saja tidak percaya dengan omongan Aldi.
"Itu kebutuhan, lebih di utamain kali." balas Aldi dengan santai.
"Lo masih muda, doyan banget jajan, sperma lo di buang - buan
Aldi keluar dari pekarangan rumah Brian, dia ingin jalan - jalan sambil membeli mie ayam yang ada di depan gang perumahan.Langkahnya terus terayun santai, Aldi melirik gadis kecil berkucir kuda yang tengah memanjat pohon mangga itu.Aldi menghentikan langkahnya, mengamati sesaat. Senyum tanpa sadar terbit dari bibirnya.Sepertinya, gadis itu sedang ke susahan turun. Naik bisa dan turun tidak bisa. Dia pernah di posisi itu saat mencuri jambu bersama Brian dulu, sebelum masuk taman kanak - kanan. Sungguh nakal sekali."Dek, ngapain?" Aldi mendekat, menatap wajah menggemaskan itu dengan hangat."Anu, om—Ana, lupa caranya turun gimana." suaranya terdengar serak, seperti ingin menangis.
Brian menggeleng pelan, baru turun dari mobil dia sudah di suguhkan pemandangan Aldi yang tengah berbincang dengan Ana.Brian tidak mau mengganggu, walau dia agak heran karena tumben Ana di lepas begitu saja."Sayang aku pulang." Brian memasuki rumah, mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Biya dan sang bayi—Glen."Sayang, kamu di man—" Brian tersentak pelan saat berpapasan dengan Biya di belokan sebelum pintu kamar."Kaget!" Biya memukul manja bahu Brian."Sama, sayang." Brian meraih kepala Biya, mendaratkan kecupan di pipi dan bibirnya sekilas."Tumben udah pulang?" Biya mengusap pipi Brian sekilas."Udah beres, ga sabar juga mau main sama Glen." Brian
Ana melirik Aldi yang tengah berbincang dengan teman yang di temuinya. Ana melirik jus jeruk dan lalu minuman Aldi yang lebih menggiurkan itu.Aldi terus saja berbincang, membahas soal pengalaman - pengalaman di China hingga tidak sadar kalau Ana sudah mabuk di tempatnya karena meneguk minuman Aldi."Ana cape." racaunya seperti berkumur.Aldi yang samar mendengar sontak menoleh, lalu membolakan matanya kaget."Ana? Kamu kenapa?—" di liriknya gelas minumannya."astaga! Kamu habisin—" Aldi memutuskan menggendong tubuh menggeliat Ana.***Ana meringis, menggeliat seperti cacing kepanasan di atas kasur hotel itu. Aldi terlihat mondar - mandir.Di li
Brian menatap Biya penuh dengan kode, namun Biya yang kurang peka terlihat biasa - biasa saja. Fokus Biya masih ke depan televisi."Bayi." panggil Brian sedikit kesal saat Biya tak kunjung sadar."Ya? Apa?" tanya Biya dengan menatap Brian sekilas sebelum kembali menatap televisi."Aku pecahin ya televisinya!" Brian berseru agak kesal, perhatian Biya terlalu berlebihan pada televisi yang menayangkan film kesukaannya dari negri gingseng itu.Bahasanya sungguh membuat Brian semakin terganggu, di tambah kodenya terus saja Biya abaikan."Apa sih,Bri? Kenapa?" Biya kini benar - benar fokus pada Brian.Brian mendengus sebal."Ingkar janji! Tau ah, pikir aja sendiri." rajuknya seraya membalikan badan memunggungi Biya.Biya terkekeh geli."Cie marah, aku ga lupa kok, Bri. Cuma—"
Aldi menerjang angin, mengabaikan rasa takut dan gemetar di kakinya saat melewati pembatas balkon rumahnya dan rumah Ana.Benar - benar modal nekad. Dia bahkan pasrah kalau saja kamar itu bukan kamar Ana.HAP!Aldi berhasil mendarat dengan tanpa cidera, dengan jantung berdebar. Aldi mengetuk kaca jendela.Beberapa kali karena tidak ada respon. Aldi bahkan hampir menyerah namun suara derit, tanda jendela terbuka membuat Aldi menegang di tempatnya.Aldi mengerjap, merasa kalau kelegaan menyerangnya. Aldi bahkan rasanya ingin berteriak senang saking bahagianya melihat Ana yang membuka jendela."Ana." panggil Aldi dengan suara gemetar saking bahagia.Ana mengerjap, menatap Aldi dengan kedua mata berkaca - kaca. Ana terisak pelan."Kak, Ana lagi sakit." adunya membuat Aldi mendekat, mengusap wajah pucat nan han
Ana melambaikan tangannya pada Aldi yang berada di balkon sebrang. Keduanya harus berpisah karena waktu sudah akan menunjukan pukul 10 malam."Ana masih mau sama kak Al." akunya dengan masih berdiri di tempatnya.Ana benar - benar sudah nyaman dengan Aldi, bahkan Ana jadi takut kehilangan Aldi. Mungkinkah dia akan di pisahkan oleh semesta lagi?Aldi menatap Ana lekat, bisa dia lihat kalau Ana masih ingin bersamanya. Aldi merasakan hatinya menghangat. Haruskah dia yang menyelinap dan menginap di rumahnya malam ini."Apa kak Al ga bisa tidur sama Ana di kamar Ana?" tanyanya dengan kedua mata berbinar polos.Aldi jelas saja tidak bisa menolak keinginan Ana. Bagi Aldi, saat ini Ana dunianya."Bisa, aku ke sana." Aldi mulai naik, melewati balkon.***Brian menatap pon
Vina melempar senyum, dia akhirnya bisa bertemu lagi dengan Brian. Cintanya yang belum usai itu. Vina hanya ingin melepas rindu namun takdir seolah ingin membuatnya tidak hanya sekedar rindu."Lo ngapain di sini?" Brian terdengar tidak santai."Ini Cafe, tempat di mana orang bebas main dan makan di sini." Vina dengan tidak tahu malunya duduk di kursi sebrang Brian.Brian sudah mulai was - was, dia tidak mau sampai kejadian ini menjadi masalah untuk keluarga kecilnya.Brian diam tidak merespon atau bahkan melirik Vina. Brian hanya sibuk membalas pesan Biya."Kita kerja di kantor yang sama walau tugas kita beda, aku lebih ke pemasaran." Vina menjelaskan tanpa peduli Brian tidak merespon.Brian meneguk kopinya lalu beranjak mengabaikan keberadaan atau panggilan Vina.Brian harus berusaha menjauhi perempuan itu, bahkan Brian akan te
Vina menghadang Brian yang akan berpulang itu. Jelas saja wajah Brian yang awalnya cerah karena akan segera bertemu Biya dan Glen menjadi mendung."Boleh aku ikut mobil kamu sampe ke tem—"Brian menoleh pada Bara, teman satu kantornya."Bar, dia lagi butuh pertolongan tapi ga bisa ku tolong, anak, istri nunggu dari tadi." potongnya.Bara yang memang pada dasarnya baik dengan siap akan membantu."Boleh, lagi santai kok." balasnya seraya melirik Vina yang mendatarkan ekspresinya."Kalo gitu duluan ya—" Brian menatap Vina dengan tidak ramah."ada Bara, lo bisa minta tolong sama dia. Dia single." jelasnya lalu berlalu.Brian sengaja menekan kata single pada ucapannya agar Vina sadar kalau dia bukan Brian yang bisa tergoda seperti dulu. Brian benar - benar hanya butuh Biya dan Glen.Vina menatap kepergian Brian dengan tangan terkepal.