Akran memacu mobilnya menuju hotel, di mana tuan subagio menginap, Ia ingin tahu alasan sang ayah membuat dirinya dan adiknya terlantar dengan ibunya itu.Tadi saat dia mengantarkan orang tua itu ke hotel ia masih sangat shock, bagaimana tidak seseorang yang selalu di panggilnya tuan adalah Ayahnya. Mobil Akran melesat di antara kendaraan yang berlalu lalang di jalan yang tidak terlalu padat, beberapa menit kemudian ia sampai di gedung yang tinggi dan megah ia pun turun dari mobilnya setelah memarkirkan di basement.Akran berjalan melewati lobby dan masuk kedalam lift, tak lama kemudian pintu terbuka dan ia berjalan di sebuah kamar yang tadi dia pesan untuk pria paruh baya itu.Setelah sampai didepan kamar itu ia pun mengetuk pintu beberapa kali hingga pintu pun terbuka dan lelaki paruh baya yang tak lain sang ayah berdiri di hadapannya."Kau untuk apa kau kemari?" tanya pria itu pada Akran."untuk bertanya beberapa hal, aku juga berhak tahu apa yang terjadi kenapa kami sampai terlun
Berjalan keluar dari hotel dan menuju mobilnya, Akran masuk dan memacu dengan kendaraan dengan kecepatan tinggi, ia seperti kehilangan dirinya, dan tidak tahu apa yang dia akan lakukan hidupnya benar-benar hancur, dan yang menghancurkan ternyata adalah ayahnya sendiri. Lelaki itu ingin sekali marah pada dirinya yang begitu mudah dikendalikan oleh orang, Ia memacu dengan kecepatan tinggi, ia tidak tahu harus pergi kemana, rindu putrinya yang meninggal dan ingin mengunjungi makam putrinya tetapi sangat jauh.Keadaan sama juga di alami Hanie sudah beberapa jam yang lalu ia berada di apartemen Brian, tak ada kata terucap, tatapan matanya kosong.Brian berjalan menuju wanita itu dan duduk di sebelahnya. "Apa kau pikirkan, sayang. Aku janji akan segera mengantarkanmu menemuinya untuk bertanya banyak hal dan kita akan segera bertemu dan berkumpul dengan putri kita. Ayolah jangan bersedih lupakanlah yang telah berlalu, Hanie. Kita tidak mungkin bisa mengubahnya bukan dan kita pun tidak boleh
"Kau ingin tahu Kisah Mamamu?" tanya Subagio pada Anaknya angkat yang sekarang ia buang karena ia menganggap sudah cukup memberikan kasih sayang dan cinta. Waktunya ia membahagiakan keluarganya sendiri."Akan ku ceritakan dan kau Brian juga harus mendengarnya, ini terjadi juga karena Ayahmu walaupun tidak sepenuhnya salah, tetapi karena kejadian ini aku kehilangan anak dan istriku," jelasnya sambil duduk di sofa didepan mereka.Subagio menceritakan segalanya, tidak ada satupun yang ditutupi. Hanie menatap Pria paru baya itu."Andai kau tidak bersama lelaki ini aku tidak mungkin melepaskanmu dan tetap akan menganggap kau sebagai putri sendiri," ucapnya pada Hanie, "Aku mengerti, Papa. Trimakasih telah merawatku selama ini, apa bisa aku tetap memanggilmu Papa," ucap Hanie pada Subagio.Lelaki itu menghela napasnya, ia menatap penuh kasih sayang bagaimana pun dialah dulu yang merawat Hanie karena ibunya mengalami stres berat dan terakhir ia menjatuhkan dirinya dari balkon rumahnya, saat
"Duduklah kembali, dan tunggulah di sini bibi tengah mengemasi pakaian putri kalian," ucap Subagio lagi ia membalikan badannya dan berjalan ke kamar yang cucu angkatnya itu."Sudah siap semua, tidak ada yang tertinggal?" tanya Subagio pada Asisten rumah tangganya itu."Tidak ada Tuan, semua sudah siap, Nona kecil juga sudah cantik," ucap Asisten rumah tangganya itu."Berikan padaku!" perintah Subagio "Baik, Tuan," ucap wanita paruh baya itu sambil mengangkat Nona kecilnya lalu menggendongnya dan memberikan pada majikannya."Ayo ikut Kakek," ucap Subagio pada cucunya.Lelaki itu berjalan keluar sambil memberi perintah kepada Asisten rumah tangganya sekali lagi. "Tolong bawa kopernya ke bawah!" "Baik, Tuan," ucap wanita paruh baya itu sambil menggeret koper dan keluar dari kamar itu lalu menuruni tangga berjalan di belakang tuannya.Setelah sampai di lantai dasar Subagio berjalan keluar rumah melewati Hanie dan Brian sambil berkata, "Ayo, kuantar sampai di mobilmu dan tugas kalian san
Di kediaman Manan, Sudah satu Minggu Suster Rida bekerja mengasuh anak-anak Manan. Karena keberadaan suster Rida ia merasa tidak di butuhkan. semua di atasi oleh suster Rida, hanya ketika suster itu sedang sip malam di rumah sakit ia mempunyai kesempatan bersama anak-anaknya. Namun tiba-tiba saja Manan meminta pihak rumah sakit untuk memberikan dua sip saja pada Suster Rida sehingga Safia jarang bisa bersama anak-anak di pagi, siang malam hari.Suster Rida begitu sangat cekatan, semuanya teratasi tanpa harus membangunkan Safia, saat Suster Rida bertugas maka akan digantikan oleh bi Ira, itu membuat Safia merasa benar-benar tidak dibutuhkan bahkan ia merasa semakin jauh dengan anak-anaknya. ia pun mulai sedikit sinis pada kedua wanita itu yaitu bi Ira dengan Suster Rida.Suatu pagi saat sarapan Safia telah memasang muka cemberutnya. dengan tetap melayani Manan mengambilkan makanan untuk pria itu."Kau kenapa muka ditekuk dari tadi?" tanya Manan pada Safia."Aku bosan kau melarangku men
Safia melangkah ke kamar anak-anak, pada saat ingin membuka pintu ternyata pintu terkunci, ia mengetuk pintu berulang kali tetapi tidak juga terbuka.Kembali ia mengetuk pintu lebih keras dan tak lama kemudian pintu terbuka, dan Suster Rida muncul dengan busana rumahan karena hari ini dia shif dua.Safia menyerobot masuk dengan menyibakkan tubuh suster Rida. "Lama sekali sih, bukanya, kamu ngapain saja sih? Kenapa harus di kunci segala?" tanyanya sengit."Maaf bu tadi saya habis mandi dan Den Amar terjaga takutnya lari-larian ke mana-mana, bagaimana kalau lari keluar dan jatuh di tangga," ucap Suster Rida memberikan alasan."Ya sudah sana pergi sarapan dulu sama Mbak Ira!" perintahnya pada gadis itu."Tetapi bu ...?" tanya Suster Rida."Sudah gak usah tetapi-tetapian kamu sarapan dulu saja!" bentak Safia sedikit jengkel.Suster Rida menghela nafasnya tangannya mengepal ia berusaha untuk tidak tersinggung dengan apa yang dikatakan Nyonyanya. "Tuan Manan melarang anda menggendong baby
Manan terkejut saya memeriksa cctv di layar handphonenya, ia melihat perubahan pada diri Safia secara drastis dan penuturan Suster Rida pun membuat ia semakin cemas dan khawatir. 'Apa benar istrinya itu mengalami baby blues? Kalau benar ia akan melakukan sesuatu agar anak-anaknya aman,' pikirnya. Tanpa bertanya dengan yang ahlinya ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah, ia segera menghampiri sekertarisnya untuk mereschedule jadwalnya hari ini karena ingin pulang sebentar untuk melihat anak dan istrinya.Setelah itu, Manan pun keluar dari kantornya dan memasuki lift khusus, dengan sangat gelisah ia berdiri di dalam lift menunggu lift berhenti bergerak. Tak lama kemudian terdengar bunyi dan pintu terbuka, Manan pun keluar dengan langkah lebarnya menuju mobilnya yang ada di basement.Manan masuk dalam mobilnya lalu ia pun melajukannya dengan kecepatan tinggi sebab ia segera sampai di rumah dan mencegah sesuatu yang lebih fatal lagi. Ia melewati beberapa kendaraan, untung saja saja saa
Manan sangat panik tidak biasanya seperti ini, ia keluar dari kamar dan ia pun berteriak memangil Ira dari lantai atas.saat itu Ira sedang mencuci dengan mesin cuci. ia pun segera meninggalkan pekerjaannya dan berlari lalu menaiki tangga untuk menemui tuannya itu."Iya Tuan, Anda kelihatan panik sekali," ucap Ira dengan wajah cemas."Tolong kamu lihat istriku, Ira, dia pingsan setelah saya marah," ucap Manan dengan penuh penyesalan sambil mencoba melakukan panggilan. Namun sepertinya tidak ada jawaban.Maaf Tuan, seharusnya Anda tidak memarahi nyonya, karena orang yang baru melahirkan itu hati sangat sensitif, boleh saya berdua dengan nyonya, Tuan? Tidak perlu panggil Dokter, Tuan," ucap Ira."Baiklah, tolonglah Ira, aku sendiri tidak tahu apa yang harus kulakukan," ucap Manan."Anda tenang saja intinya Anda harus lebih bersabar menghadapi Nyonya, Tuan," ucap Ira."Ya sudah, masuk sana saya tunggu di luar," jawab Manan."Baik, Tuan saya tutup kamarnya dulu," ucap Ira dan Manan mengan