Manan terkejut saya memeriksa cctv di layar handphonenya, ia melihat perubahan pada diri Safia secara drastis dan penuturan Suster Rida pun membuat ia semakin cemas dan khawatir. 'Apa benar istrinya itu mengalami baby blues? Kalau benar ia akan melakukan sesuatu agar anak-anaknya aman,' pikirnya. Tanpa bertanya dengan yang ahlinya ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah, ia segera menghampiri sekertarisnya untuk mereschedule jadwalnya hari ini karena ingin pulang sebentar untuk melihat anak dan istrinya.Setelah itu, Manan pun keluar dari kantornya dan memasuki lift khusus, dengan sangat gelisah ia berdiri di dalam lift menunggu lift berhenti bergerak. Tak lama kemudian terdengar bunyi dan pintu terbuka, Manan pun keluar dengan langkah lebarnya menuju mobilnya yang ada di basement.Manan masuk dalam mobilnya lalu ia pun melajukannya dengan kecepatan tinggi sebab ia segera sampai di rumah dan mencegah sesuatu yang lebih fatal lagi. Ia melewati beberapa kendaraan, untung saja saja saa
Manan sangat panik tidak biasanya seperti ini, ia keluar dari kamar dan ia pun berteriak memangil Ira dari lantai atas.saat itu Ira sedang mencuci dengan mesin cuci. ia pun segera meninggalkan pekerjaannya dan berlari lalu menaiki tangga untuk menemui tuannya itu."Iya Tuan, Anda kelihatan panik sekali," ucap Ira dengan wajah cemas."Tolong kamu lihat istriku, Ira, dia pingsan setelah saya marah," ucap Manan dengan penuh penyesalan sambil mencoba melakukan panggilan. Namun sepertinya tidak ada jawaban.Maaf Tuan, seharusnya Anda tidak memarahi nyonya, karena orang yang baru melahirkan itu hati sangat sensitif, boleh saya berdua dengan nyonya, Tuan? Tidak perlu panggil Dokter, Tuan," ucap Ira."Baiklah, tolonglah Ira, aku sendiri tidak tahu apa yang harus kulakukan," ucap Manan."Anda tenang saja intinya Anda harus lebih bersabar menghadapi Nyonya, Tuan," ucap Ira."Ya sudah, masuk sana saya tunggu di luar," jawab Manan."Baik, Tuan saya tutup kamarnya dulu," ucap Ira dan Manan mengan
Safia hanya terdiam, Manan menghembuskan nafasnya. 'Apakah aku salah, telah memperlakukan Safia seperti tadi,' pikirnya.Manan keluar dengan pikiran yang tidak menentu. ia merasa bersalah tapi tidak bisa untuk mengabaikan kata-kata dari Suster Rida.Manan berjalan menuruni tangga dan melewati rumah tamu lalu masuk ke dalam mobilnya lalu menjalankan dengan kecepatan sedang keluar gerbang rumahnya.Safia memejamkan matanya, membiarkan Manan pergi begitu saja. Rasa kecewanya begitu dalam, mengapa Manan lebih percaya dengan suster itu dibandingkan dirinya.Safia bangun dari tidurnya dan meraih handphonenya yang ada nakas. ia melihat rekaman yang dikirim Ira, rasa kesalnya tiba-tiba saja meluap. ia tidak habis fikir kenapa Suster Rida bisa melakukan itu pada dirinya dan dengan keilmuannya dengan mudah mempengaruhi suaminya itu.Safia pun heran kenapa ia tidak berkonsultasi dengan teman dokternya itu sebelum menyangka kalau dirinya telah mengidap sindrom baby blues.Safia berfikir bagaimana
Sesampainya di kantor sekertarisnya menyampaikan bahwa ia di tunggu oleh Brian, sahabatnya. "Pak, Tuan Brian menunggu." "Baik," ucap lelaki itu berjalan menuju ruangannya, setelah sekian lama sahabatnya itu datang menemuinya.Ia masuk kedalam ruangan dan terlihat sahabatnya duduk di sofa. Saat melihat Manan ia pun berdiri dan menyambut pria itu."Apa kabarmu, teman?" tanya Manan sambil memeluk pria itu"Aku baik, bahkan sangat baik.," ucap Brian sambil duduk kembali di sofa."Kudengar kau mengejarnya ke Amerika?" tanya Manan sebari menghempaskan pantatnya di sofa."Hemm, kau tahu saja kalau aku ke sana," ucap Brian dengan tertawa."Apa kau bisa menangkapnya atau hanya kejar-kejaran saja?" tanya Manan"Aku mendapatkannya," ucap Brian sambil tertawa "Bagaimana kau bisa mendapatkannya," tanya Manan dengan tertawa keras."Berawal menggantikanmu di hotel itu dan aku berhasil menggoyang tubuh dan hatinya bahkan aku pun sudah mendapatkan putriku, tetapi sayangnya tidak akrab dengan Hanie d
"Kapan kau menikahinya? Katakan saja padaku aku akan mempersiapkannya untukmu dan dia. Apa benar-benar dia sudah move on dariku jangan sampai ia memintaku untuk menikahinya," ucap Manan sambil tertawa."Sial! Kenapa aku punya saingan sahabat sendiri? Tapi aku yakin ia sudah melepas cintanya padamu, dan ia sudah menerima cintaku, aku sudah berhasil membuatnya jatuh cinta padaku karena ini," jawab Brian sambil menggoyangkan badannya membuat Manan tertawa."Aku heran padamu, Kau sudah menggoyang Safia hingga hamil kenapa tidak bisa mencintainya?" tanya Brian pada Sahabatnya itu."Entahlah apa karena Laila sudah mengunci hatiku bahkan saat aku melakukan dengan dia yang kubayangkan adalah Laila bukan Safia. Apa aku salah, jika tidak bisa mencintainya," ucap Manan"Kau harus berusaha mencintainya, Bro. Karena, dia sudah menjadi istrimu, aps kau masih menyalahkannya atas keputusanmu menikahinya, cobalah mencintainya, Manan,* ucap Brian sambil berdiri dari duduknya."Kau mau kemana? Katanya H
"Kenapa kau bertanya begitu padaku? APa kau sedang cemburu Safia?" tanya Manan pada Safia."Untuk apa aku cemburu, aku tidak mencintaimu, kenapa juga harus cemburu, jika kau melepaskan aku saat ini aku pun akan sangat bahagia dan akan tertawa sangat keras saking bahagianya, " ucap Safia pada Manan."Kau pikir aku akan melepaskanmu? Tidak Safia jangan bermimpi, kau akan jadi teman bercintaku, selama aku belum menemukan wanita yang seperti Laila, setidaknya ada kemiripan di wajahmu yang mampu membuat aku berfantasi tentang Laila walau hanya sedikit saja," ucap Manan sambil berjalan maju mendekati Safia yang terus mundur kebelakang hingga kepentok tempat tidur dan terhenti di sana."Kau mau apa?" tanya Safia dengan suara bergetar."Menurutmu, apa?" tanyanya sambil menyeringai"Aku tidak tahu," jawab Safia sambil memejamkan matanya."Kau begitu takut aku melakukannya padahal aku hanya ingin mengetahui apakah kau bisa menjaga emosimu dan benar-benar dalam ke adaan baik-baik saja," ucap Man
Manan berjalan menuju kamarnya saat, memutar kenop pintunya ia baru tahu bahwa pintu terkunci dari dalam, ia pun menghembuskan nafasnya. "Ia benar-benar marah,' pikirnya tentang Safia.Pria itu pun membalikan badannya dan berjalan menuruni tangga menuju ruangan kerjanya ia akan bermalam di sana, 'Ya, beginilah kalau cewek sedang marah pasti akan mengunci kamarnyq,' gerutunya dalam hati.Manan masuk kedalam dan berjalan ke ruangan privasi lalu merebahkan dirinya ke ranjang, ia masih berfikir tentang apa yang dilakukan Suster Rida barusan padanya. Ia harus terus mengamati suster itu mulai sekarang ia tidak mau salah mengambil keputusan, dan akan membiarkan Safia bersama anak-anaknya saat suster Rida tidak ada di rumah dan sedang bertugas.Waktu berjalan dengan cepat malam berganti pagi, saat menjelang subuh Manan mengetuk pintu kamarnya."Safia, tolong buka semua pakaianku ada di situ, dan aku harus berangkat pagi-pagi karena ada meeting!" teriaknya pada wanita itu sambil menggedor-gedo
"Ayolah, lupakan dulu marahmu itu, temani aku sarapan jika aku sudah pergi ke kantor kau boleh marah lagi," rayu Manan dan itu baru ia lakukan hari ini.Safia pun tidak bisa menolak permintaan Manan akhirnya ia pun mengikuti pria itu turun ke bawah. Setelah menuruni tangga mereka pun berjalan kemeja makan dan duduk di sanaSafia mengambilkan makanan untuk Manan setelah itu mengambil untuk dirinya. Manan menatap piring Safia, ia merasa Safia terlalu sedikit mengambil makanan lalu dia menegurnya."Kau tahukan kau sedang menyusui dua balita, kenapa makanmu sedikit sekali?" tanya lelaki itu sambil mengerutkan dahinya."Aku tidak bisa makan banyak, kau tahu itu nanti jika aku lapar aku pasti akan Makan, jangan kawatir mengenai anak-anakmu tentang ASInya. kupastikan mereka tidak akan kelaparan," ucap Safia sambil memulai menyendokan makanannya dan akan menyuapkan dalam mulutnya. Namun ia tertegun sesaat kala ada seorang wanita yang berdiri di depan."Maaf Nyonya, Tuan, apa saya bisa bergabu