Tiga hari kemudian Manan dan Safia melakukan perayaan pemberian nama, Perayaan itu bersama dengan ulang tahun Amar yang pertama kali, perayaan itu di laksanakan dengan sangat meriah di hotel yang berbintang lima, Amar didadani dengan memakai tuksedo dengan dasi kupu-kupu yang menambah ketampanan dan kelucuan.Sedangkan Safia mengenakan gaun malam yang indah dan elegan nampak pas di tubuhnya begitu juga perawat yang merawat Erina dan Ammar juga memakai gaun malam yang tak kalah indahnya.Manan tidak membolehkan Safia untuk mengangkat beban sehingga ia tidak di perbolehkan untuk menggendong buah hatinya itu sungguh itu membuatnya jengkel.'Ini perayaan anaknya siapa dan menyapa justru suster itu yang tampil di depan bersama suamiku dengan menggendong Erina putriku itu dengan senyum lebar seolah dia tuan rumahnya,' pikirnya sedih Manan menoleh ke kanan dan kiri mencari di manakah Safia, karena yang ada di sampingnya justru adalah suster Arra yang sedang menggendong baby Erina, Dia pun a
Memasuki acara inti yaitu pemotongan rambut sebagai simbol lalu setelah itu acara inti selesai dilanjutkan dengan makan bersama, malam semakin larut sepertinya Safia sudah sangat lelah ia pun menyuruh suster Arra untuk mengambil alih putrinya wanita itu menurut, padahal dia sangat begitu kesal dengan Safia dan Manan pasalnya beberapa kali menyuruhnya melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya.perlahan semua undangan pun pulang dan ruangan begitu sangat sepi hanya keluarga Manan dan Safia yang tersisa.Mereka pun akhirnya keluar dari aula hotel dan memasuki mobil lalu meninggalkan hotel berbintang itu begitu pun juga Manan dan Safia serta suster Arra masuk ke dalam mobil dan tak lama kemudian berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan hotel tersebut.Amar sudah terlelap dan berbaring di bangku tengah bersama suster Arra. Satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai, mereka semua turun dari mobil.Manan membuka pintu tengah mobilnya dan menggendong Ammar dan membawanya ke dalam ruma
"Kenapa kau tidak bisa menerimaku sebagai Safia, Namaku Safia Mas Manan, aku mempunyai keinginanku sendiri, jangan kau paksakan aku jadi Lai--" Ucapan Safia terhenti saat bibir Manan membukam mulutnya sambil tangannya merem4s gundukan indah dadanya. Safia memukuli dada Manan. Namun pria itu tidak peduli sama sekali. Dia terus melum4t dan bermain dengan sangat liar, membuat wanita itu kewalahan.Setelah puas Manan pun menyudahi ciuman dibibir wanita itu tetepi bibir pria merangsek kebawah di leher Safia, menciumnya penuh gairah sambil bergumam lirih tetapi masih bisa didengar oleh Safia."Tidak perlu protes, dari awal sudah begini maka lakukan apa yang kuinginkan atau aku akan memberimu anak yang ketiga!" "Safia terkejut dengan ucapan pria itu. matanya melebar dan tangannya mengepal erat kuku-kuku tajamnya mencengkram erat meninggal bekas di telapak tangannya sambil menahan suara agar tidak terdengar des4h4n.Setelah menikmati tubuh atas Safia ia pun segera berhenti takut kelewati ba
Manan berjalan ke kamarnya sambil menimang baby Erina, ia masuk dan berjalan menuju ranjang, Safia yang mendengar baby Erina menangis pun terbangun."Ada apa? Kenapa dia menangis?" tanya Safia pada Manan."Aku tidak tahu popoknya pun tidak penuh, tad suster Arra memanggil lewat interkom memberi tahu kalau beby Erina menangis tidak tahu menangis karena apa juga," ucap pria itu."Dia memanggilmu?" tanya Safia dengan menyipitkan matanya sambil menatap Manan."Hemm," jawab pria itu sambil menyerahkan baby Erina pada Safia.Safia pun meraih sang putri dari tangan Manan dengan tertawa, ia sangat mengerti dan sudah mengirah bahwa suster Arra mempuyai rasa ketertarikan pada suaminya itu."Kenapa tertawa? Kau begitu sangat senang anakmu menangis karenanya," tanya Manan sambil menatap wanita itu lekat."Bukan itu, tetapi aku tertawa yang lainnya," ucap Safia sambil membuka pakaiannya di bagian dadanya lalu memberikan ASI pada putrinya di hadapan Manan.Pria itu meneguk salivanya sendiri, saat m
Suster Arra menatap amplop tebal itu gaji 3 hari di rumah ini, matanya memerah menahan tangis, harapan menjadi istri seorang pengusaha pupus sudah tidak ada harapan lagi."Aku tidak tahu mengapa Mas Manan memecatmu, padahal dia tidak tahu kalau kamu mencubit bagian perut putriku hingga terluka andai dia tahu, aku tidak tahu seberapa murkanya ia padamu," ucap safia sambil menyuapi Amar dengan buburnya.Suster Arra mendongak menatap wanita itu, istri majikannya yang selama ini dia benci. Ia mengira mampu untuk menyaingi wanita itu ternyata dia salah dan ia telah menggali kuburan sendiri karena berfikir mampu memikat majikan prianya itu."Maaf, maafkan aku, tolong jangan perkarakan itu aku tidak ingin di pecat di rumah sakit tempatku bekerja," ucap suster Arra memohon pada Safia."Baiklah, ini akan menjadi rahasia kita berdua," ucap Safia."Trimakasih, Nyonya Anda baik sekali," ucap sambil menyatukan tangannya, ia belum mengambil sarapannya sama sekali, seakan selera makannya telah lenya
Manan terdiam saat mendapatkan pertanyaan itu, ia menoleh pada Suster yang baru dia bawa. "Keluarlah dulu aku mau bicara pada istriku!"Mendengar perintah itu, sang suster pun keluar dari ruangan itu setelah menyahuti ucapan Manan. "Baik, Tuan!"Setelah suster itu keluar ia berjalan menghampiri istrinya. "Kau di sini?" "Hemm, kalau tidak siapa yang jaga anak-anak tidur?" ucap Safia balik bertanya."Itu sebabnya aku mencari suster baru untuk menggantikan suster yang lama, kau kan belum sembuh dari operasi sesarmu," ucapnya pada Safia."Apa itu benar atau alasan buatmu agar bisa mendapatkan selingan dengan wanita lain selain aku?" ucap safia sambil membuang mukanya ke arah lain.Manan duduk di sebelah Safia dan menghela napas ia menatap wanita itu penuh dengan selidiki. "Apa kau sedang cemburu?" "Tidak, untuk apa aku cemburu? Aku sangat tahu posisiku di tempat ini dan juga di hatimu Mas Manan, aku hanya jengah dan jengkel saat mereka menggunakan anak-anakku untuk menarik perhatianmu,"
Safia berjalan perlahan menuju kamar putrinya untuk menemui suster baru itu dia tadi pergi begitu saja tanpa melihat gadis itu, entah kenapa ia tiba-tiba saja merasa bahwa dia bukan satu-satunya wanita di rumah ini dan bisa jadi Manan akan tertarik dengan suster yang bekerja di rumahnya.Safia mengetuk pintu lalu masuk ke dalam. Suster itu langsung berdiri dari tempat duduknya di pinggir ranjang."Nyonya, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster itu sedikit takut."Tidak, aku hanya ingin tahu siapa namamu?" tanya Safia pada Suster itu."Saya, Rida, Nyonya," ucap Suster Rida pada Safia."Sudah berapa lama kamu bekerja di rumah sakit?" tanya Safia."Sudah dua tahun, Nyonya," jawab Suster Rida kembali."Penilaianku adalah point utama apakah kau tetap bisa bekerja di sini setelah satu Minggu percobaan, maka berbaik-baiklah denganku," ucap Safia."Iya, Nyonya," jawab suster itu."Baiklah jika baby Erine bangu, tolong bawa ke kamarku nanti!" perintah Safia sambil berlalu dari ruangan i
Papa!" teriak Hanie terkejut, atas kedatangan sang Papa yang tiba-tiba di kamar hotel dimana ia dan Brian tengah bercinta."Tuan!" teriak Brian sambil menutupi tubuh mereka yang tidak mengenakan busana sama sekali, Ia memeluk erat Hanie. 'Apa pun yang terjadi aku tidak akan melepaskan wanita ini,' pikirnya"Aku datang ke sini hanya ingin memberikan kebebasan padamu, Hanie, dari ikatan Akran dan juga Aku. Tandatangani itu setelah itu kita tidak ada ikatan apa pun, sebagai Ayah dan anak ataupun menantu," ucap lelaki paruh baya itu dengan lantang."Apa maksud Papa? Aku tidak mengerti sama sekali," ucap Hanie yang masih sibuk menutup bagian tubuhnya sedikit terlihat."Kau seperti Ibumu, dulu Ibu tertarik dengan ayah pria ini hingga rela menunggunya di suatu tempat dan diperkos4 oleh beberapa pria, aku yang harus menutup aibnya hingga harus harus meninggalkan anak dan istriku serta aku berbaik hati membesarkanmu, Hanie, Lalu kunikahkan kau dengan putraku agar kau bisa menjadi putriku wala