“Saga, Cilla, ada yang mau ibu sampaikan ke kalian.”“Soal apa, Bu?” Saga menoleh sambil menyeruput es cola.“Ibu dan Om Pasha ...” Siska sesaat ragu. “... berencana untuk menikah.”“Apa?”Pasha diam dan mempercayakan urusan ini sepenuhnya kepada Siska. Kalaupun pahit-pahitnya Saga dan yang lain menolak, mau bagaimana lagi?“Ya, ibu dan Om Pasha berencana untuk menikah ... Apa kamu dan Cilla mengizinkan?” tanya Siska tanpa basa-basi.Saga saling pandang dengan Cilla, yang juga diam membisu setelah sebelumnya banyak bicara. Seketika suasana yang tadinya meriah, berubah menjadi canggung dan tidak nyaman.“Ibu serius?” Cilla bertanya dengan ragu.“Tentu saja, tapi izin dari kalian juga sangat penting untuk ibu dan Om Pasha.” Siska mengangguk, biar bagaimanapun dia ingin memberi kesan bahwa anak-anaknya memiliki hak untuk berpendapat sesuai hati nurani mereka.“Kalian pikirkan saja dulu,” ujar Pasha, tersenyum dan tidak memaksa mereka untuk segera memberi keputusan.Saga masih sibuk mengh
“Apa perlu aku jawab?” Siska menoleh memandang mantan suaminya. “Dulu mungkin aku yakin sama kamu, sebelum kamu mematahkan kepercayaan aku.”“Baiklah, itu kesalahan aku.” Roni akhirnya mengakui. “Jadi ... apa yang mau kamu kembalikan sama aku?”Siska diam tidak menjawab, sebagai gantinya dia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak perhiasan berwarna merah mencolok dari dalamnya.“Kita memang sudah resmi bercerai, tapi aku baru merasa hubungan kita benar-benar selesai kalau aku mengembalikan ini sama kamu.” siska mengulurkan kotak perhiasan itu kepada Roni.Roni membuka kotak perhiasan yang dibawa Siska dan melihat sebuah cincin emas serta kalung yang dulu pernah dia hadiahkan kepadanya saat mereka masih menjadi suami istri yang bahagia.“Ini sudah jadi milik kamu,” kata Roni datar sambil memandang Siska. “Kenapa kamu harus mengembalikannya sama aku?” Siska menarik napas.“Aku kan sudah bilang,” ujar Siska datar. “Aku baru bisa menganggap hubungan kita benar-benar sudah berakhir
“Aku peduli demi anak-anak kami,” bantah Roni, dia masih tak rela dengan keputusan Siska memilih Pasha.“Vit, aku masih bingung dan ragu.”Kavita yang sedang meminum es cokelatnya, perlahan menoleh ke arah Siska. Saat itu mereka sedang berada di kantin kantor untuk makan siang.“Bingung kenapa? Ragu kenapa?”“Soal Pasha ....”“Memangnya kenapa sama Pak Pasha?”Siska menarik napas panjang. Kavita memang sudah tahu tentang rencana pernikahannya dengan Pasha, dan dia ikut bahagia.“Apa keputusanku untuk menerima Pasha terlalu buru-buru, ya?” tanya Siska gundah.“Memangnya harus melalui masa pendekatan berapa lama sampai kamu merasa siap? Pacaran dulu seperti anak-anak remaja?”Siska menggeleng.“Aku sama Pasha bukan anak remaja lagi, jadi sudah bukan jamannya untuk pacaran. Aku malu sama Saga dan Cilla ....”Kavita mengangguk mengerti.“Tapi kamu menerima Pak Pasha bukan karena tujuan lain kan?”“Tujuan lain apa?”“Aku bukannya nuduh kamu, Sis—maaf, takutnya kamu cuma menjadikan Pak Pash
“Tapi kalau Om Pasha berani macam-macam sama Ibu, aku yang akan pertama kali maju dan menuntutnya.” Saga berkata tegas.“Aku juga nggak akan tinggal diam, kita keroyok Om Pasha bareng-bareng!” timpal Cilla.Siska tersenyum dalam tangisnya, bersyukur memiliki anak-anak yang pengertian seperti mereka.“Pasha, bisa kita bicara?”Setelah anak-anaknya kembali ke kamar masing-masing, Siska menghubungi Pasha melalui sambungan telepon.“Malam-malam begini? Apa yang terjadi, Sis? Tidak ada masalah, kan? Roni tidak ganggu kamu kan?”“Tidak kok, Sha ....”“Terus? Kamu tidak mungkin menghubungi aku malam-malam begini kalau bukan karena sesuatu yang sangat penting kan?”Siska mengangguk, meskipun Pasha tidak bisa melihatnya.“Ini memang sudah terlalu malam, kalau begitu besok saja kita bicara di kantor ....”“Tapi kamu tidak apa-apa kan? Suara kamu kedengaran gelisah, Sis.”“Aku tidak apa-apa, sampai jumpa besok. Maaf kalau sudah membuat kamu khawatir,” ucap Siska setengah menyesal karena terlalu
Usai acara penyematan cincin pertunangan, acara dilanjutkan dengan makan-makan dan obrolan santai. Kedua orang tua Siska terlihat sedang beramah tamah dengan orang tua Pasha“Terima kasih, ya?” ucap Pasha sambil menggenggam tangan Siska. “Kali ini kamu menerima aku?”“Aku justru mau minta maaf sama kamu,” balas Siska seraya memandang Pasha yang malam itu nampak necis dengan jas lengkap dan rambut rapi. “Aku tidak bisa menjadikan kamu sebagai yang pertama ...”“Aku lebih senang kalau bisa jadi yang terakhir buat kamu,” sahut Pasha sungguh-sungguh. “Nanti kita sama-sama membesarkan anak-anak kita berdua.”Pasha tersenyum di balik wajahnya yang berpendar terkena cahaya lampu, sementara Roni yang melihat semua pemandangan itu dari jauh harus memaksa dirinya untuk banyak-banyak sadar diri.Bahwa kecantikan Siska kini tidak lagi miliknya seorang, bahkan sudah bukan miliknya lagi.“Ayah, ayo makan!” ajak Saga yang terlihat tampan dengan jas dan dasi kupu-kupu. Rambutnya yang hitam legam seng
“Tidak, dia anak yang sangat baik.” Roni menggelengkan kepalanya. “Aku harap acara kamu dan Siska berjalan lancar.”“Terima kasih,” sahut Pasha sambil tersenyum tipis.Siska mndadak muncul dan menyela percakapan mereka.“Runa belum mau pulang,” katanya memberi tahu Pasha.“Mungkin dia masih mau main,” timpal Pasha. “Kita bisa menjemputnya lagi nanti sore.”Siska menarik napas, kemudian menganggukkan kepala.“Baiklah,” katanya, kemudian dia menoleh kepada Roni. “Aku titip Runa lagi ya, kabari aku kalau dia sudah mau pulang.”“Tentu saja,” angguk Roni setuju. “Untuk sementara biarkan dulu dia main di sini sampai puas.”Setelah berpamitan kepada Aruna, akhirnya Siska pulang ke rumahnya sendiri bersama Pasha.“Kenapa wajahmu begitu?” komentar Pasha sambil menyetir. “Kelihatannya kamu tidak senang Runa main lebih lama di rumah ayahnya?”“Bukan begitu,” bantah Siska. “Aku cuma berpikir ... apa Ririn bisa bersikap baik sama Runa.”Pasha mengangguk paham.“Kamu bisa tanya sama Runa kalau dia
Saat Pasha meraih tangan Siska dan menyematkan sendiri cincin itu ke jarinya, seketika Siska teringat dengan momen saat Roni yang memasang cincin itu agar melingkar dengan manis di jarinya.Tanpa sadar, Siska tersenyum haru mengenangnya. Saat dia mendongak, dia sadar bahwa di hadapannya kini adalah Pasha yang baru saja resmi mempersunting dirinya dengan disaksikan para tamu yang hadir.Termasuk ayah Saga.“Selamat ya, Sis?” Kavita menjadi salah satu orang yang berbaris untuk menjabat tangan Siska setelah acara berakhir. “Terima kasih, kamu tahu Runa di mana?” tanya Siska.“Aku lihat dia bersama Saga,” jawab Kavita sambil berlalu dengan teman kantor mereka.Siska dan Pasha tertegun saat Roni dengan begitu ksatria mendatangi mantan istrinya dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka sambil tersenyum penuh arti, setelah itu dia bergegas pergi meninggalkan sepasang pengantin itu.Segala cara yang diupayakan Roni rupanya tidak berhasil untuk menggoyahkan keputusan Siska agar membatalk
“Jangan campuri urusanku,” tukas Roni datar.“Kalau kamu butuh pelampiasan, masih ada aku yang halal untuk kamu sentuh.” Ririn menawari. “Aku kurang apa sih, Mas? Kamu bisa bebas melakukan apa saja sama aku. Kita juga harus berhubungan secara teratur supaya aku cepat hamil lagi kan? Kalau punya bayi, aku yakin kamu nggak akan kepikiran untuk nikah lagi ...”“Pikiranku kacau,” potong Roni frustrasi.“Kacau karena memikirkan mantan istri,” sindir Ririn. “Aku lebih siap menemani kamu bercinta sampai pagi. Paling nggak pikiran kamu bisa lebih rileks karena mendapatkan pelampiasan yang benar.”Roni memikirkannya matang-matang, akhirnya dia setuju untuk menyentuh Ririn demi mengalihkan pikirannya dari Siska yang telah resmi menjadi istri Pasha.Roni merasa tubuh letihnya itu bersanding di hadapan Ririn, tetapi tidak dengan jiwanya.Hanya lembaran kosong yang dia rasakan, hampa ....Siska sedang mengepak baju-bajunya dan baju Pasha sebagai persiapan untuk bulan madu mereka ke vila di puncak.