***
Pagi ini Gadis sedikit terlambat datang ke ruang laboratorium karena semalam suntuk, Ratu menginap di apartemennya dan membuka sesi curhat padanya. Gadis langsung masuk dan tersenyum pada semuanya. "Selamat pagi!" sapanya sambil duduk di mejanya.
"Pagi, Gadis. Tumben hari ini sedikit terlambat," balas Deborah.
"Semalam ada temanku yang menginap dan kamu tahu kalau para perempuan berkumpul pasti mereka melupakan semuanya, termasuk waktu," balas Gadis sambil tersenyum.
"Pantas saja matamu terlihat lelah. Nanti kita ke Coffee Shop ya biar kamu tak lelah lagi," ajak Deborah dan Gadis mengangguk.
"Gadis, kamu melupakan chat yang aku kirimkan semalam?" Albert berbisik memberitahukannya.
Gadis langsung menepuk jidatnya. "Astaghfirullah... Aku lupa! Semalam sempat baca dan saat aku mau balas ponselku tiba-tiba mati, jadi aku lupa mau balas lagi tadi," ujarnya. "Maaf ya..."
Albert mengangguk. "Enggak masalah, kam
***Setelah cerita banyak dengan Fatih dan juga Raisya. Gadis hendak pamit, namun sapaan seseorang membuatnya langsung melihat ke arah sumber suara."Harumi!" seru Gadis dengan hangat, ia senang bertemu dengan perempuan itu yang mungkin sebentar lagi jadi adik iparnya."Assalamu'alaikum, Kakak cantik,"sapa Harumi sambil memeluk hangat.Sapaan Harumi tentu saja membuat wajah Gadis merona malu karena orang lain pun mendengarnya."Wa'alaikumussalam. Kamu sudah kembali ke Jepang ternyata, bukankah pas terakhir kita chat kamu berencana kembali ke Jepang bulan depan?""Rencananya memang seperti itu, tapi saat mendengar kabar bahagia dari oniichan membuatku mempercepat rencana kembali ke sini. Aku bahagia sekali. Alhamdulillah... Doaku pun Allah ikut kabulkan. Terima kasih ya!" Harumi menatap Gadis dengan penuh haru."Kenapa harus berterima kasih segala," tukas Gadis."Karena mau menerima
***Pagi ini Gadis masih menunggu kabar dari Indonesia. Gadis gelisah karena semalam ibunya memberi kabar bahwa Hadi-ayahnya terlibat kecelakaan dan saat ini masih berada di rumah sakit dan ia belum mendapatkan kabar terbaru dari ibunya. Gadis menangis terus menerus dari tadi karena masih khawatir dengan kondisi ayahnya.Ponselnya berbunyi dan ia langsung mengangkatnya."Assalamu'alaikum," ucap Gadis dengan suara terisak."Wa'alaikumussalam... Gadis, kamu di mana?""Masih di apartemen. Eva, aku bisa minta bantuan kamu? Ayahku kecelakaan dan sampai saat ini aku masih sulit menghubungi ibu. Aku takut ada apa-apa. Bisa tolong lihat bagaimana kabar ayah?""Aku justru mau ngasih tahu kamu, Gadis. Saat ini aku lagi menemani ibu di rumah sakit," balas Eva."Alhamdulillah... Bagaimana kabar ayah? Ayah enggak apa-apa, kan?" tanya Gadis dengan cepat."Ayah masih di IGD. Makanya ibu belum b
"Aku kan mahasiswi yang dibimbingnya? Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Iya aku tahu kalau kamu mahasiswi yang dibimbing Sensei. Aku bukan menanyakan hubungan yang umum itu. Kamu dan Sensei, apa kalian sedang menjalin hubungan lebih dari sekedar dosen dan mahasiswi yang dibimbing ya?""Maksud kamu apa?" tanya Gadis, ia semakin tidak mengerti dengan pernyataan Albert."Kamu dan Sensei berpacaran?" Albert langsung bertanya tanpa basa-basi.Gadis terkejut, bagaimana bisa Albert berpikiran seperti itu. "Aku dan Sensei tidak berpacaran! Kenapa kamu bisa berpikir bahwa kami mempunyai hubungan seperti itu?""Sangat terlihat dengan jelas dari sikap kamu dan Sensei yang berbeda dan juga tatapan kalian yang seperti berbicara ada cinta. Apa alasan kamu menolakku karena Sensei saat ini?"Gadis mengehela napasnya dan ia menggelengkan kepalanya. "Ada Sensei atau tidak, aku memang pasti akan menolakmu, Albert!
***Beberapa hari terakhir ini Albert tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia masih saja memikirkan hubungan Yamazaki dan Gadis. Albert yakin keduanya terlibat romansa karena melihat keduanya canggung satu sama lainnya dan Gadis lebih banyak diam saat berbicara dengan Yamazaki.Albert menatap langit malam dengan tatapan sendu. Jika memang keduanya saling mencintai, apa ini adalah kekalahannya? Apa ia harus menyerah begitu saja? Haruskah ia bersaing dengan lelaki yang selama ini ia hormati?Albert menghela napas, ia menyalakan sebatang rokok untuk menghapus segala sesak di dadanya."Aku dari tadi mencarimu, Albert. Ternyata kamu melamun di balkon selarut ini," ucap Paula, ia duduk sejajar dengan Albert yang masih saja mengedarkan pandangannya ke langit malam. Paula memang sudah terbiasa masuk ke apartemen Albert. Entah itu untuk memasak atau mengantarkan keperluan Albert. Paula seperti keluarga bagi Albert dan ia membebaskan perempuan itu masuk ke apartemen pribadinya."Aku sulit tidur beber
***Gadis memutuskan untuk menyelusuri Tokyo seorang diri. Ia tidak ingin larut dalam kesedihan dan merasa menyesal karena tidak bisa berada di Jakarta menemani kedua orang tuanya.Baru saja Gadis menginjakkan kaki di salah satu mal, seseorang menepuk bahunya yang membuatnya otomatis membalikkan tubuhnya. "Mama!" "Gadis!" Fumie tersenyum. "Kamu sama siapa?""Sendirian, Ma. Mama sama siapa?" tanya Gadis, ia berharap Fumie tidak bersama dengan Kento."Mama sama Aisyah. Kebetulan tadi ada acara bareng dengannya, jadi pulang sekalian mampir ke sini untuk makan. Aisyah sedang bicara dulu sama temannya," jawab Fumie. "Bagaimana kalau kamu ikut makan dengan kita? Mama ingin ngobrol juga dengan kamu," ajaknya.Gadis mengangguk ragu-ragu, sebenarnya ia ingin menolak karena ada Aisyah bersama Fumie. Tapi Gadis tidak tega menolak permintaan calon ibu mertuanya. Ehemm... Maksud Gadis permintaan ibu dari dosen pembimbingnya.Gadis sudah duduk di sebelah Fumie dan perempuan paruh baya itu memesan
*** Gadis mau langsung pulang ke apartemen pagi ini. Namun saat ia mau pamit Fumie langsung mencegahnya. "Jangan pulang dulu! Hari ini ada kumpul keluarga dan Mama mau ajak kamu.""Tapi Gadis enggak bawa baju lagi, Ma. Masa pakai baju yang kemarin," balas Gadis berusaha menolak."Tenang saja, nanti Harumi bawa ke sini. Dia sama kamu sepertinya badannya sama. Mama sudah bilang sama Harumi bawa semuanya termasuk dalaman kamu," bisik Fumie tersenyum."Tapi ini kan acara keluarga besar Mama. Apa enggak apa-apa Gadis ikut? Gadis kan bukan bagian dari keluarga besar Mama.""Kata siapa kamu bukan bagian dari keluarga Mama? Kamu kan anak Mama mulai detik ini. Iya, kan Yamazaki?" tanya Fumie melirik ke arah anak laki-lakinya yang sedang duduk menghabiskan sarapan paginya."Iya, Ma," balas Yamazaki pelan."Tunggu saja Harumi datang. Kita saat ini sarapan dulu dan berbicara santai ya! ajak Fumie.Gadis hanya bisa pasrah dengan permintaan Fumie. Harusnya hari ini ia bisa merebahkan diri di atas
***Gadis sudah berada di tengah-tengah perkumpulan keluarga besar dari Yamazaki. Dari tadi ia hanya menebar senyum karena memang tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan. Sesekali Harumi menerjemahkan ucapan keluarga besr pada dirinya. Gadis senang karena ternyata keluarga besar Yamazaki sangat ramah dan terbuka, hanya saja ada beberapa mata yang memandangnya dengan tatapan yang tak biasa, entah apa yang mereka pikirkan tentangnya. Mungkin mereka hanya terkejut melihat kedatangan orang asing yang masuk ke lingkaran mereka."Kamu jangan sungkan ya di sini! Mereka juga keluarga kamu sekarang," ucap Harumi."Iya, keluargamu sangat baik dan juga ramah. Hanya saja aku menyesal, kenapa aku enggak bisa bicara bahasa Jepang. Jadi aku agak sulit berkomunikasi dengan mereka," balas Gadis menyesal.Harumi tertawa. "Nanti kalau kamu menikah dengan oniichan juga lama-lama akan bisa bahasa Jepang. Sebenarnya tidak masalah juga karena kita bisa berkomunikasi dengan memakai bahasa Inggris, kel
***Yamazaki tersenyum melihat Gadis dan Harumi tertawa bersama. Yamazaki berniat untuk menghampiri keduanya, baru saja ia melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja suasana menjadi ricuh karena terdengar suara letusan senjata api yang membuat orang-orang berhamburan ke luar dan berteriak. Kejadian buruk itu terekam lagi di ingatan Yamazaki, saat ia melihat orang-orang panik dan berhamburan, ketika suasana khidmat berubah jadi mencengkam. Tubuh Yamazaki ambruk, ia memegang kepalanya erat-erat, sangat sakit karena ingatan buruk itu terlihat jelas di kedua matanya. Tangisan semua orang-orang dan juga bagaimana tubuh Sakura tersungkur ke lantai dengan mengeluarkan banyak darah. Yamazaki menggelengkan kepalanya dan berteriak, sebab luka itu masih terekam di ingatannya. Seperti Deja vu, kejadian buruk itu seperti terlahir kembali."Sayang... Sayang... Sayang."Yamazaki tertegun, suara Sakura terdengar dengan jelas dan tangisan Sakura terlihat oleh kedua matanya dan berubah menjadi tangisan Gadi