Ava pergi terburu-buru ke Eternal Pharma. Awalnya dia masih tak berniat masuk kerja, tetapi siang ini perusahaan menghubungi Ava agar ikut rapat kelanjutan proyek. Ava ditugaskan untuk mencatat seluruh isi pembahasan.Kedatangan James selaku penanggung jawab tertinggi, menunjukkan bahwa Lautner Corporate serius ingin bekerja sama, hal itu tentu saja disambut dengan tangan terbuka oleh Kevan.James duduk tepat di kursi yang berhadap-hadapan dengan Ava, tetapi Ava tak kunjung melihat ke arah James. Kepalanya terus tertunduk mencatat semua yang dibahas hingga rapat berakhir."Ava, antarkan Tuan James kembali," perintah Kevan ketika rapat selesai.Ava mengangguk patuh. Dia keluar dari ruang rapat, berjalan di belakang James. Kepalanya terus saja melihat lantai. Hingga mereka masuk ke lift, Ava masih mengikis jarak satu meter menjauh dari James.James yang tak tahan dengan kebisuan Ava langsung meraih tangannya. Ava mengernyit terheran, dia menepis tangan James sambil berkata, "Tuan Jame
Saat tiba di ruangan Kevan, tampak pria paruh baya berjas putih sudah duduk menunggu di sofa. Sepertinya Kevan tidak ada di sana karena Dokter itu duduk sendiri di sofa kulit two seater. Rick membawa Ava ke kamar istirahat dan membaringkan di atas ranjang."Nyonya Rick, tunggu sebentar, ya? Ada yang harus aku bahas dulu dengan Dokter," kata Rick dengan suara lembut.Ava mengangguk patuh. Ketika Rick keluar dari kamar, Ava segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Sarah. To: Sarah: [Sayang, tolong bantu aku melapor ke polisi untuk menyelidiki paket tadi.]From: Sarah: [Tentu, Ava-ku tercinta.] Ava buru-buru menyimpan ponselnya saat Rick masuk ke dalam kamar bersama Dokter. Setelah mendapatkan pengobatan, Dokter memberikan beberapa obat dan salep kepada Ava, lalu berpamitan pergi. Ava, yang duduk bersandar pada headboard, menoleh pada Rick yang baru saja masuk setelah mengantar Dokter. "Rick, kita pulang saja, yuk? Aku merasa tidak enak karena kita menggunakan ruangan pr
Keesokan harinya, Rick bangun lebih awal karena akan membuka praktik pagi di rumah sakit. Ava masih tertidur dan menggeliat di bawah selimut."Nyonya Rick, temani aku ke rumah sakit," bisik Rick di telinga Ava.Ava terkejut dan membelalakkan mata. "Kamu sakit?" tanya Ava dengan kekhawatiran, suaranya masih serak.Rick tersenyum tipis, menyibakkan rambut Ava ke belakang telinga. "Nyonya Rick, hari ini jangan pergi bekerja, ya? Aku ingin kamu menemaniku praktik pagi," kata Rick dengan lembut. Ava mengangguk patuh dan segera bersiap untuk mandi.Setelah sarapan selesai, mereka bergegas pergi ke rumah sakit. Begitu Rick memasuki pelataran rumah sakit, para penggemar sudah berkumpul dan menghalangi mobil Rick. Mereka terpaksa harus tetap berdiam diri dalam mobil di area parkir. Rick melihat ekspresi ketakutan di wajah Ava saat melihat kerumunan penggemar tersebut. Ava melirik jam di pergelangan tangan Rick, menunjukkan pukul 09.00. Dia menggelengkan kepala dengan keheranan. Masih begi
Ava tersenyum sebelum berkata, "Apakah kehadiranku saja tidak cukup bagimu, Bu? Dokter Rick sangat sibuk. Aku tidak berani mengajaknya kemari." Tangan Ava sibuk memotong sayuran."Ava, aku sudah bersamamu selama 24 tahun. Kamu masih saja bersikap seperti itu. Jangan menutupi apa pun dari Ibu," kata Maria dengan kesal. Gerakan Ava terhenti beberapa detik. Ibunya benar-benar mengenalnya. Ava selalu berusaha menutupi perasaannya. "Kalau begitu, Ibu harus lebih memperhatikanku," jawab Ava sambil tersenyum. Saat itu, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Ava mengernyit heran. Apakah ibunya mengundang orang lain untuk makan malam bersama? Ava meletakkan pisau di atas meja dan bergegas membuka pintu. Ava tercengang beberapa detik saat melihat siapa yang berada di depan pintu. Suara yang akrab membuyarkan pandangannya. "Nyonya Rick, kenapa pulang ke sini tanpa memberitahuku?" tanya Rick dengan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan. Ava menundukkan kepala sambil melihat dua kantong putih beruk
Keesokan harinya, proyek kerja sama peluncuran obat baru antara Eternal Pharma dan Lautner Corporate telah dimulai. Sarah, yang bertindak sebagai wakil penanggung jawab, mengambil alih jalannya rapat karena Kevan sedang berada di luar kota.Ava, yang bertugas sebagai pencatat semua kegiatan, diharuskan mengikuti rapat tersebut. Saat dalam perjalanan menuju kantor Lautner Corporate, Sarah mengingatkan Ava tentang orang yang akan mereka hadapi."Kamu harus siap menghadapi James, mantan suamimu. Apakah kamu yakin sudah siap?" tanya Sarah dengan kekhawatiran.Ava menunjukkan sikap yang tenang dan yakin, seolah-olah itu bukanlah masalah besar. Dia tersenyum sambil menjawab, "Status kita berbeda sekarang, dia hanya mewakili pihak yang bekerja sama dengan Eternal. Itu saja."Sarah terkesan dengan kepercayaan diri Ava. "Baiklah, aku senang kalau kamu berpikir begitu," ucap Sarah dengan senyuman.Senyuman Sarah semakin melebar saat matanya melihat cincin yang terpasang di jemari Ava."Wah, cin
James menghela napas panjang sebelum menjawab, "Apakah Kevan tidak menjelaskan dengan jelas? Eternal memiliki tenaga ahli yang kita tidak miliki, Lautner Corporate masih baru, jadi jangan khawatir."James memejamkan mata selama beberapa detik, mencoba mengingat siapa tenaga ahli yang dimaksud. Rick, Rick, Rick! Mengapa pria itu begitu berpikiran matang!"Bagaimana aku tidak khawatir? Ayahku memberikan kekuasaan penuh padamu, apakah kamu tidak menyadari kerugian besar yang kita alami? Berapa banyak proyek lain yang harus kita lakukan untuk mengganti kerugian ini?" tanya Scarlett dengan rasa tidak mengerti.James menarik tangan Scarlett ke dalam pelukannya dan mencoba membujuk dengan lembut. "Tenanglah, kamu sudah sibuk dengan pekerjaan lain. Jangan khawatir tentang proyek ini, aku bisa mengatasinya dengan baik.""Baiklah," jawab Scarlett singkat. Jika bukan karena Ava terlibat dalam proyek ini, dia sama sekali tidak ingin terlibat.Dering ponsel James memotong percakapan mereka. Asisten
Wajah Ava kembali ceria setelah menutup panggilan. Dia membenarkan posisi duduknya dan mulai berbincang dengan Sarah. Di sisi lain, James terlihat kesal, wajahnya berubah dan tangannya mengepal.Seluruh pembicaraan dalam perjamuan makan malam itu sepenuhnya berkisar pada Rick. Ava memilih untuk diam dan hanya menjadi pendengar. Sarah, sebagai anggota fans club yang baru saja dibubarkan, ikut asyik menimpali pembicaraan. Tentu saja, Sarah tahu lebih banyak tentang Rick daripada mereka."Kalau Nona Sarah mengenal Dokter Rick dengan baik, bagaimana jika mengundangnya ke sini? Aku ingin sekali belajar banyak hal darinya," kata seorang pria di samping Sarah."Ide yang bagus! Aku belum pernah bertemu Dokter Rick, tapi aku melihatnya di berita. Dia sangat tampan! Ya Tuhan, hati wanitaku berdebar-debar," seru pria lainnya sambil menggemaskan tangannya seperti seorang wanita."Jangan hanya bermimpi! Dia sangat sibuk, bagaimana mungkin dia bersedia datang ke sini?" pungkas pria lainnya.Sarah m
Ketika tiba di rumah, Rick langsung menuju ke ruang kerjanya di lantai atas. Sementara itu, Ava pergi ke dapur untuk meminta pelayan menyiapkan secangkir coklat hangat untuknya dan segelas susu untuk Rick. Ava segera meneguk coklat hangatnya begitu tiba.Setelah itu, Ava membawa segelas susu ke ruang kerja Rick. Dia berjalan dengan kepala sedikit menunduk. Ketika dia hampir sampai di pintu, Rick tiba-tiba membuka pintu dengan cepat.Brak!Ava terkejut sehingga susu terjatuh dan tumpah di ambang pintu. Dia terdiam beberapa detik, menunduk pada pecahan gelas yang berserakan."Rick! Kamu membuatku terkejut! Dan kamu jarang sekali keluar dari ruang kerja!" ucap Ava sambil mencoba membersihkan pecahan gelas.Rick melangkah melewati pecahan gelas dan memeluk Ava erat, mencium kepalanya dengan penuh kasih. Ava terkejut dan heran. Pelukan Rick membuatnya merasa sesak dan hampir kehilangan napas. Dia bisa merasakan detak jantung Rick yang berdetak dengan cepat."Istirahatlah, biar pelayan yang