"Aku ingin tahu, mengapa kau langsung percaya begitu saja pada omonganku? Maksudku, kita tidak pernah bicara baik-baik sebelumnya. Aku bahkan selalu berteriak padamu. Mengapa kau langsung bersedia menolongku? Apa kau kasihan padaku?"
Janu tersenyum. Kemudian menggeleng perlahan.
"Lalu, kenapa?"
"Aku tahu, kau gadis yang baik," jawab Janu singkat.
"Dari mana kau mendapatkan kesimpulan itu? Bukankah itu terlalu mengada-ada? Aku bahkan selalu bersikap buruk padamu," tukas Smith yang tidak percaya jika Janu mau menikahi dirinya yang mengaku dihamili orang lain, hanya gara-gara argumen singkat yang terkesan asal-asalan.
"Itulah. Orang baik tidak pernah berusaha terlihat baik."
Smith terdiam. Jujur, ia merasa sedikit tersanjung atas ucapan Janu. Itu adalah ucapan yang sangat manis. Tapi sudah pasti Smith tidak akan membiarkan dirinya terbawa suasana.
"Kau memang men
Setelah dua tahun, kenampakan perpustakaan itu tidak jauh berbeda. Tetap sepi dan hanya dikunjungi segelintir mahasiswa saja. Rerata dari mereka adalah mahasiswa semester akhir yang telah melampaui waktu normal untuk lulus kuliah. Bahkan ada pula yang sudah mendekati batas maksimal semester alias telah mencium bau-bau dari drop out.Padahal, ada lebih banyak buku yang menambah koleksi perpustakaan itu. Juga tersedia lebih banyak komputer dengan kecepatan internet yang stabil guna menunjang kebutuhan pengunjung perpustakaan. Bahkan air mineral juga diberikan secara cuma-cuma bagi siapa saja yang ingin minum.Smith memerhatikan perpustakaan itu dengan saksama. Semua memang tampak lebih baik. Penataan ruangan, berbagai hiasan bernuansa shabby, dan juga petugas perpustakaan yang sudah semakin sering tersenyum.Tapi dalam kemajuan dan perbaikan itu, ada yang tetap sama, yakni tingkah pengunjung. Banyak di antara mereka yang mengambil buku dari rak lantas duduk ber
Sheira memeluk hangat Smith layaknya putri sendiri. Telah cukup lama mereka tidak bertemu dan hanya berbagi kabar melalui ponsel saja.Ada banyak hal yang ingin ditanyakan Sheira untuk meredakan segala kekhawatirannya selama ini atas kehidupan yang dijalani Smith belakangan. Tapi perempuan itu menelan kembali semuanya hingga membuat tenggorokannya terasa nyeri.Meski sangat ingin tahu, Sheira tidak mau mengulik hal-hal yang mungkin akan membuat Smith merasa tidak nyaman. Maka, ia hanya menanyakan kabar saja sebagai pembuka percakapan."Aku baik, Tante. Bagaimana dengan Nenek Suri?""Begitulah. Keadaannya tetap saja lemah. Tante mengerti, ibu memang sudah tua. Tante bahkan sudah ikhlas kalau Tuhan memintanya kembali. Yang terpenting, dalam masa-masa tuanya, Tante selalu ada di sampingnya."Smith mengelus pundak Sheira. Ia bisa melihat kesedihan, juga ketegaran dan kepasrahan di wajah perempuan
"Aku selalu cemas tentang dirimu jika aku sudah mati.""Tante ....""Tante mengenalmu luar dalam. Kau sungguh serius saat dulu mengatakan tidak akan pernah menikah. Katamu, kau akan hidup lajang sampai meninggal. Tante sudah melewati asam getir hidup ini lebih dulu darimu, Smith. Tante tahu benar betapa susahnya menjalani hidup setelah suami Tante meninggal. Sebelumnya, meski ada banyak rintangan, kami bisa melaluinya dengan lebih mudah saat bersama. Dan setelah dia pergi, huft ...."Sheira menghembuskan napas berat. Meski telah lama suaminya meninggal, ada sesak yang tertinggal di dalam hatinya saat mengingat masa-masa silam bersama sang suami."Kau tahu, pasangan akan membuatmu menjadi lebih kuat. Dan Tante sangat yakin, Janu bisa menjagamu dengan sangat baik. Kau akan bahagia jika memiliki suami sepertinya. Tante bisa melihat ketulusan pada pemuda itu. Tante sangat senang sekali karena pada akhirn
Kemenangan yang baru saja dinikmati Sinta telah minggat bersama hilangnya Smith dari pandangan orang-orang. Ia jelas langsung kalang kabut atas pertanyaan Smith menyoal sang pacar. Apalagi kalau sampai membayangkan Smith menikah! Batin Sinta benar-benar seperti dihantam palu besi raksasa. Tueeeng! Nyeri bukan kepalang.Hal itu akan mengancam posisi dari keturunan Sisil sebagai pewaris utama kekayaan Hendry. Angan-angan Sinta terhadap suami Sisil yang kelak akan meneruskan bisnis Hendry menjadi sedikit buyar.Sinta tidak percaya jika Smith mau menjalin hubungan dengan laki-laki. Rasanya tidak masuk akal kalau Smith memiliki pacar. Apalagi kalau sampai akan melamar Smith pula."Atau mungkin selama ini gadis itu sudah berbohong? Dia mengaku pada semua orang tidak akan pernah menikah sampai mati. Tapi sebenarnya, diam-diam dia sudah berpacaran! Kurang aj*r! Bangs*t! Ternyata dia jauh lebih licik dari yang aku kira. Bagaimana bisa aku me
Malam ini Smith tidak bisa tidur. Meski tubuhnya telah rebah di atas ranjang empuk, matanya masih terjaga mengamati sekeliling.Pikiran gadis itu melayang. Besok adalah hari baru untuknya. Janu akan datang dan melamar dirinya dengan cara yang mungkin akan penuh drama.Setelah malam ini pastilah semua akan menjadi sangat berbeda. Ia harus berbagi semuanya dengan Janu. Mulai dari kasur, lemari, dan seluruh isi kamarnya. Lalu Smith merasa ngeri hingga bulu kuduknya berdiri ketika membayangkan harus berbagi tubuhnya juga.Sementara itu, di lain tempat yang cukup jauh dari kediaman Smith, hal yang sama juga terjadi pada Janu. Pemuda itu belum juga terlelap meski hari sudah melampaui batas malamnya. Tapi berbeda dengan Smith, Janu tidak tidur bukan karena tidak mau tidur, namun karena pekerjaan yang belum selesai.Benar, Janu memang memutuskan untuk mengambil pekerjaan tambahan agar memiliki cukup uang sebelum kelah
"Janu! Janu! Bangunlah!" ujar Pak Jack masih dengan senyum, kentara sekali garis kesabaran di wajahnya.Janu menggerakkan tangannya dan mulai mengangkat kepalanya yang bertumpu di atas meja. Betapa terkejutnya pemuda itu ketika ia mulai membuka matanya dan melihat sang dosen sedang berdiri di hadapannya.Wajah Janu yang menjadi pucat seperti kertas putih membuat gelak tawa menggema lebih keras di dalam ruangan itu.Dengan kepala menunduk dan wajah menyesal Janu berkata, "Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar minta maaf. Tidak seharusnya saya tidur di dalam kelas. Silakan Bapak memberi hukuman apa saja kepada saya. Saya akan melaksanakannya dengan ikhlas. Saya memang sudah melakukan kesalahan besar."Janu yang tidak pernah tertidur di dalam kelas menjadi cemas lantaran mengira Pak Jack akan tersinggung karena ulahnya yang konyol. Ia sadar, sebuah hukuman sangat pantas untuk mengganjar tindakan kurang ajarnya itu.Menurut pandangan Janu pribadi,
Melihat wajah Janu yang melas diliputi rasa bersalah, emosi Smith melunak. Raut mukanya tidak lagi menunjukkan kekesalan. Walau bagaimanapun, Smith tahu benar bahwa Janu bukan orang yang suka bermalas-malasan hingga memilih tidur saat jam kuliah berlangsung. Janu selalu bersemangat sampai kadang-kadang membuatnya enek. Pasti ada hal tertentu yang menyebabkan pemuda itu sampai terlelap di dalam kelas."Sebaiknya kita segera kembali ke kelas. Aku yakin mereka sedang sibuk bergosip setelah aku keluar kelas. Tapi itu tidak masalah. Akan tidak enak saja jika Pak Jack menjadi terganggu karena hal itu," ucap Smith pelan saja sambil berjalan menuju kelas. Diikuti Janu yang mengekor di belakangnya seperti anak ayam mengikuti induknya.Dalam perjalanan itu, muncul sedikit rasa tak enak hati yang mendiami halaman hati Smith. Ia pun berkata, "Apa kepalamu masih sakit?""Em, tidak, tidak. Aku sudah baik sekarang," jawab Janu gugup, sekaligus senang karena Smith masih peduli pad
Angin segar yang membawa oksigen dari pohon besar yang banyak terdapat di taman kota berhembus berkali-kali. Menebarkan kesegaran tersendiri di antara teriknya matahari siang. Namun, tampaknya hal itu tidak cukup untuk mendatangkan tenang pada diri Janu.Pasalnya, sudah hampir seperempat jam Janu menunggu. Tapi Smith tidak kunjung keluar dari toilet yang letaknya sekitar 15 meter dari bangku tempat Janu duduk.Janu pun mengeluarkan ponselnya, berencana untuk menelepon Smith, memastikan apakah semua baik-baik saja, atau telah terjadi sesuatu hingga Smith begitu lama di kamar mandi.Namun, belum sampai ia melakukan panggilan atas kekhawatiran yang dirasa, Smith sudah lebih dulu mengirimkan pesan padanya. Janu tersenyum lantaran berpikir bahwa mungkin kemistri antara dirinya dan Smith sudah mulai terbangun."Pulanglah lebih dulu. Aku akan pulang sendiri." Begitu pesan dari Smith tertulis. Membuat Janu m