Setelah mengemudikan mobil selama setengah jam, mereka akhirnya tiba di sebuah restoran mewah dengan kolan renang yang penuh ikan berwarna-warni di bawahnya.
Adam menemani Melinda dan Silvia untuk mengganti gaun di ruangan yang telah disiapkan dengan indah di dekat kolam renang.
Ruangan itu dipenuhi dengan aroma wangi dari bunga-bunga segar yang tersusun rapi di meja-meja kecil. Lembutnya lampu hias yang terpantul di cermin memberikan sentuhan magis pada momen itu.
"Gantilah gaun malam, kita akan makan malam romantis bersama, aku sudah menyiapkan sebuah kejutan untuk kalian berdua," ucap Adam dengan senyuman penuh misteri.
"Aku suka kejutan," seru Silvia lalu segera berlari untuk memilih gaun yang dia sukai.
Melinda memilih gaun merah anggun yang dipadukan dengan perhiasan yang elegan, sementara Silvia memilih gaun biru muda yang membuatnya terlihat seperti seorang putri. Adam memandangi mereka dengan penuh kekaguman, hatinya terasa begitu penuh me
Adam tersenyum puas melihat balon dekorasi yang dipasang dengan indah di sekitar kolam renang. Warna-warni ceria dari balon-balon itu menambah keceriaan suasana malam itu.Segelas anggur merah yang telah disiapkan dengan hati-hati mengundang aroma yang menggoda di sekitar meja makan yang terletak di tepi kolam renang.Tiba-tiba, suasana malam yang tenang di sekitar kolam renang dipenuhi dengan gemuruh dari beberapa kembang api yang mulai mekar di langit. Warna-warni yang cerah memantulkan keindahan dan keajaiban di malam itu, menciptakan panorama yang begitu memukau.Melinda, Adam, dan Silvia terkesima melihat pertunjukan kembang api yang begitu spektakuler. Mata mereka terpaku pada langit yang dipenuhi dengan sinar warna-warni yang indah, seperti lukisan hidup yang mengagumkan."Wow, kembang apinya begitu cantik," ucap Silvia dengan antusias, matanya bersinar-sinar melihat keindahan yang terjadi di depannya.Adam tersenyum dan mengangguk setuju. "
Keesokan paginya, sinar matahari menyusup lembut melalui jendela kamar, membangunkan Melinda dari tidurnya.Saat dia membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada sosok tampan yang berbaring di sampingnya. Adam terlihat begitu damai dalam tidurnya, seperti seorang pangeran dalam dongeng yang sedang tertidur.Melinda tidak bisa menahan senyum bahagia melihat keindahan yang ada di depan matanya.Mereka terlihat begitu sempurna bersama, seperti pasangan yang baru menikah dan tengah menikmati malam pertama mereka dengan penuh cinta. Melinda merasa hatinya penuh dengan kebahagiaan, diselingi dengan kekaguman pada Adam yang begitu mencintainya.Dengan lembut, Melinda mengelus pipi Adam yang tenang. Namun, tiba-tiba, kedua mata Adam terbuka dan dia menatap Melinda dengan senyum nakal."Sudah puas menatapku semalaman?" ucap Adam dengan nada yang penuh pesona.Melinda terkejut sejenak sebelum dia tertawa lembut. "Tentu saja, Adam. Kau adalah pe
"Papa?" Silvia mengulang perkataan Adam tanpa sadar.Adam merasa dadanya terasa sesak mendengar kata-kata itu. Dia menatap Melinda, mencari dukungan dalam matanya. Melinda tersenyum lembut, tangannya menyentuh lengan Adam dengan lembut sebagai tanda dukungan."Silvia, Sayang, kamu tahu Adam dan aku sudah bertunangan," ujar Melinda dengan suara lembut, mencoba menjelaskan dengan penuh pengertian."Ya, kita sudah menjadi sebuah keluarga," imbuh Adam.Silvia mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Ya, tapi kadang-kadang aku merindukan Papa," ucapnya dengan suara yang terputus-putus.Adam merasa getaran emosi yang mendalam di hatinya. Dia memeluk Silvia lebih erat, mencoba menyampaikan kehangatan dan kebersamaan yang mereka miliki."Kamu tidak sendirian, Nak. Meskipun mungkin aku tidak bisa melakukan sebaik yang bisa dilakukan Afgan, kita akan selalu memiliki satu sama lain," ucap Adam dengan suara yang penuh kasih, mencoba menenangkan Silvia y
Melinda merasa gelisah saat dia duduk sendirian di ruang tamu, menunggu dengan harapan bahwa Adam akan segera pulang. Waktu terus berlalu, tetapi Adam masih belum juga muncul. Rasa cemasnya semakin membesar.Makanan sudah mulai dingin. Melinda segera memerintahkan agar makanan diantar kepada Silvia di kamarnya. Dia tidak ingin putrinya sakit karena terlambat makanan."Sudah berapa lama dia pergi?" gumam Melinda dalam hatinya, mencoba menenangkan dirinya sendiri.Perutnya sendiri mulai terasa lapar.Silvia juga mulai merasakan kegelisahan. Selesai makan, dia keluar untuk mengecek keadaan."Papa Adam belum pulang juga," gumamnya dengan suara kecil.Dia melihat ibunya yang gelisah dan mencoba menghibur dengan lembut. "Mungkin Papa Adam harus bekerja lembur, Mom. Dia pasti akan pulang segera."Namun, ketenangan itu tidak mampu meredakan kekhawatiran Melinda. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan dan spekulasi tentang keberadaan Adam. Apak
"Melinda?" Adam langsung menyapa dengan merangkul pinggang wanita itu dan memberikan kecupan kecil di keningnya."Bagaimana kamu bisa berada di sini?" tanyanya dengan wajah lugu."Aku mengkhawatirkanmu, Sayang. Aku sudah mendengar semuanya dan bersikeras membantumu."Adam tersenyum puas melihat reaksi Melinda. Dia merasa bangga melihat Melinda bersikap begitu berani dan percaya diri dalam menghadapi situasi yang rumit ini. Dia tahu bahwa Melinda akan menyerah kepadanya, siap untuk menghadapi setiap tantangan yang muncul di depan mereka."A-apa maksudmu? Tapi bukankah ini bertentangan dengan keinginanmu?" tanya Adam. Pria itu bersikap sangat khawatir saat ini."Jangaan, Mel ... ini tidak sesuai dengan kehendakmu," lanjut Adam sambil memijit keningnya."Tidak apa-apa, aku tidak ingin melihat orang yang kucintai terlibat dalam keadaan sulit, aku membutuhkanmu supaya tetap kuat dan menjadi pelindung bagi keluarga kami," ucap Melinda dengan mata
Melinda dan Silvia masih berada di rumah, menunggu dengan penuh harap kedatangan Adam untuk makan malam bersama.Mereka berdua telah berdandan dengan cantik, memakai gaun yang elegan, dan duduk di ruang tamu.Namun, jam terus berlalu dan Adam tidak kunjung muncul. Ketika Melinda melihat jam di dinding menunjukkan pukul delapan, dia mulai merasa cemas.Sudah terlambat satu jam dari janji mereka dan Adam masih belum juga muncul. Melinda mencoba menghubungi ponsel Adam, namun tidak ada jawaban. Rasa kesal mulai menyelimuti hatinya."Sudah pukul delapan, Silvia. Sepertinya kita harus membatalkan makan malam ini," ucap Melinda dengan suara yang terdengar kecewa.Silvia mengangguk paham, namun wajahnya tampak kecewa. "Tapi, Mama, aku sudah sangat berharap untuk makan malam bersama Papa Adam," keluh Silvia dengan suara kecil.Melihat ekspresi kecewa Silvia, Melinda merasa semakin kesal. Dia tidak bisa memahami mengapa Adam tidak memberi tahu
Sementara di dalam kantornya, Adam sudah selesai bekerja, dengan jarinya yang panjang dan terlihat indah, pria itu melihat foto-foto kebersamaan dia dengan Melinda dan Silvia.Satu persatu foto tersebut dihapus dengan senyuman yang licik di balik wajahnya yang tampan.Tiba-tiba sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.[Mengapa kamu tidak datang? Apakah kamu sedang mempermainkanku?]Adam mengernyitkan alisnya, menatap tajam ke arah ponsel yang masih juga menerima beberapa pesan dari nomor yang sama.Adam menebak bahwa Melinda sedang melakukan 'spam' dengan menggunakan nomor lain.[Adam, mengapa kamu memblokir nomorku?][Adam, apakah yang kita alami selama ini hanya sebuah ilusi?][Balaslah pesanku, Adam. Hubungi aku!]Belum sempat Adam bereaksi, nomor tersebut sudah memanggil kembali. Layar ponsel yang berkedip membuat Adam mengernyitkan alisnya."Wanita gila!" serunya lalu mematikan daya listrik pada ponselnya secara total.Adam mendengkus lalu merebahkan kepalanya ke sandara
Melinda mulai sadar bahwa Adam sudah menipu dan memanfaatkan dirinya. Segala kenangan indah yang pernah mereka bagikan terasa seperti sebuah sandiwara yang direkayasa. Hatinya terasa hancur, dipenuhi oleh rasa sakit dan amarah yang mendalam.Dengan langkah gemetar, Melinda memasuki rumahnya. Setiap sudut ruangan mengingatkannya pada saat-saat bahagia yang kini terasa palsu. Foto-foto mereka bersama, bunga-bunga yang pernah Adam berikan, semua itu terasa seperti sebuah pertunjukan yang direkam untuk tujuan yang tidak jelas."Berani sekali dia mempermainkanku." Suara Melinda terdengar parau dan bergetar. Dia menahan tangisan karena merasa dirinya harus tetap kuat.Baru saja dia mencoba duduk di sofa, bel pintu berbunyi. Melinda buru-buru bangkit berdiri dan membuka pintu dengan semangat, mengharapkan ada Adam di balik pintu, namun ternyata beberapa pria yang bertampang sangar."Siapa ya?" tanya Melinda dengan heran, tetapi salah seorang pria sudah langsung