Karena kemalaman membuat Raisa dan Reno tertidur di rumah Bu Widia. Alhasil Jihan pun terpaksa mengikuti perintah Bu Widia yang mana ia menyarankan agar mereka diantar saja pulangnya.Jihan setuju hanya saja dirinya tetap pulang mengendarai motornya sedangkan kedua anaknya diantara Mario menggunakan mobilnya.Cukup perjalanan sekitar lima belas menit perjalanan waktu yang sangat singkat ditempuh. Karena keadaan jalan yang renggang membuat mereka pulang bebas hambatan tidak perlu terjebak macet.Sampai di rumah, Jihan segera memarkirkan motornya. Lalu cepat-cepat menghampiri mobil Mario untuk memangku kedua anaknya secara giliran. Namun sebelumnya ia membuka pintu terlebih dahulu karena ia memang tidak memakai jasa asisten rumah tangga."Kamu gendong Reno, aku gendong Raisa.""Tidak usah! Biar aku bangunkan Raisa saja dan Reno aku gendong," tolak Jihan."Kasihan Raisa kalau harus dibangunkan.""Tidak apa-apa.""Kalau begitu biar Reno aku yang gendong."Jihan tampak ragu. Ia sama sekali
Mario sampai di rumah neneknya tepat pukul sebelas malam. Kedatangannya disambut oleh Bu Widia di depan pintu.Dari kejauhan Mario sudah mencium gelagat aneh neneknya itu. Apalagi coba kalau bukan kepo? Ya, memang seperti itulah Bu Widia. Ibaratnya ia adalah seorang Mak comblang untuk siapa saja orang yang ia sayangi. Dua bulan lalu misalnya, ia berhasil menyatukan cucu dari kakaknya Bu Widia dengan seorang pengusaha di bidang kuliner. Dan sekarang sepertinya Mario target berikutnya. "Gimana?" tanya Bu Widia penasaran.Mario hanya bisa mengerutkan keningnya. "Gimana apanya, Nek?"Bu Widia mencebik. Dia mengira jika cucu lacnatnya ini hanya pura-pura tidak mengerti akan maksud dari perkataannya. Itu sudah terlihat jelas dari air mukanya yang menahan senyum."Jangan pura-pura gak ngerti, Mario. Jadi gimana pilihan Nenek? Oke, kan?"Bukannya menjawab, Mario malah melengos meninggalkan sang nenek yang m
Dengan adanya Mario ternyata sangat membantu Jihan. Selain itu kedua anaknya pun turut ikut meringankan pekerjaannya. Sesekali Jihan melirik ke arah Mario dan kedua anaknya yang semakin akrab saja. Jihan takut, kedekatan mereka justru akan membuat kedua anaknya rindu akan sosok ayahnya. Namun mau melarang Mario untuk menjauh pun sesuatu yang tidak mungkin. Sebab Mario begitu baik ia terlihat sangat tulus, pikir Jihan.Jihan menghela napas dalam. Tetiba saja ia terpikir pada mantan suaminya serta istri barunya. Dalam benak Jihan mereka pasti hidup bahagia, hidup bahagia di atas penderitaannya.Namun ia selalu meyakinkan dirinya jika Tuhan selalu punya caranya untuk membuat umat-Nya bahagia. Pernikahannya boleh gagal, tapi mendidik kedua anaknya jangan sampai gagal. Karena anak kelak akan menjadi tabungan kita diakhirat.Lamunan Jihan buyar saat Mario menghampirinya dan memanggil-manggil namanya. Mario memang sengaja m
Semenjak pertemuannya dengan Danu. Jihan hanya diam. Bahkan acara makan bersama mereka terasa hambar. Mario tahu apa penyebabnya namun kedua anaknya tidak tahu hingga mereka pun bertanya-tanya kenapa sebenarnya dengan sang Umma. Semenjak keluar dari gedung pernikahan itu, Jihan mendadak jadi diam seribu bahasa. Setelah acara makan selesai Mario sengaja mengulur waktu agar ia mempunyai kesempatan untuk bisa bicara dengan Jihan. Mario mengajak mereka ke arena bermain yang ada di mall tempat mereka makan. Sembari menunggu anak-anak Jihan bermain, Mario mencoba untuk bicara dengan Jihan. Sungguh melihat Jihan terus diam membuat Mario ikut bersedih.."Apakah kamu masih mencintainya?" tanya Mario langsung pada intinya.Jihan menoleh lalu mengerutkan keningnya. "Maksudnya?" "Kamu masih mencintai mantan suamimu 'kan?" Jihan bergeming lalu didetik berikutnya menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Mario.
Mario juga Reno berdiri di depan Danu dan Raisa yang tengah melepas rasa rindu mereka. Terlihat jelas meskipun tidak diucapkan namun dapat terlihat jika dua orang di hadapan Mario ini sedang berbahagia. Mario menatap ke arah Reno yang tiba-tiba menggenggam erat tangannya. Tidak ada yang Mario katakan selain seulas senyum tulusnya. Raisa melepaskan pelukannya dengan derai air mata, ia merajuk pada sang ayah karena sekian lama tidak pernah menemuinya. Bukan tidak pernah namun memang ia melupakan mereka. Padahal anak-anaknya selalu menanyakan dirinya pada Jihan."Ayah tidak tahu keberadaan kalian. Ayah senang bisa bertemu dengan Raisa, Ayah kangen, kangen!" Danu menciumi pipi Raisa.Lalu mata Danu menangkap sosok anak kecil berdiri di depannya. Sementara pria dewasa satu lagi ia mengenalinya, pria yang mengaku suami dari Jihan.Awalnya Danu kira itu adalah anak Jihan dengan suami barunya. Namun entah kenapa semakin ia
Setelah Danu tahu jika ia masih memiliki anak laki-laki membuat ia senang. Karena pada dasarnya anak hasil pernikahannya dengan Firna harus rela dipanggil oleh sang Kuasa. Mungkin ini karma untuk dirinya karena sudah menyakiti perasaan Jihan.Namun, meskipun ia menyadari telah menyakiti perasaan Jihan ia tetap saja bertingkah. Kini ia kembali mengulang apa yang terjadi di masa lalu. Apakah baginya sebuah pernikahan tersembunyi adalah jalan keluar yang baik? Tentu saja tidak. Karena ini sangat menyakitkan bagi istri sebelumnya. Lagi pula tidak dibenar pula dalam agama seorang suami menikah tanpa dapat izin terlebih dahulu. Memang dalam agama diperbolehkan suami memiliki istri lebih dari satu tapi...apa harus seperti ini sembunyi-sembunyi? Tidak tentunya.Danu duduk di sofa bersebelahan dengan Jihan. Jihan hanya tertunduk sementara Danu menatap intens mantan istrinya itu."Kenapa kamu menyembunyikannya?" tanya Danu saat kehening tercipta.
Pertemuan kembali antara Jihan serta kedua anaknya dengan Danu. Membuat Mario khawatir, khawatir kalau-kalau Jihan justru akan kembali pada Danu. Ditambah saat kedua matanya melihat kedua anak Jihan begitu terlihat akrab. Wajar... Karena mereka memiliki ikatan darah yang membuat mereka langsung bisa membaur.Rasa takut kehilang serta rasa takut penantian panjangnya akan berakhir sia-sia, membuat Mario ingin secepatnya mengutarakan apa yang memang ingin ia lakukan dari dulu. Widia yang sengaja menemui Mario merasa heran melihat tingkah cucu tengilnya mendadak diam dan terus melamun. Ini membuat Widia merasa geli sendiri ingin menanyakan langsung ada apakah dengan dirinya itu.Saking larut dalam lamunan, Mario sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Ada mungkin Widia menatap Mario selama kurang lebih sepuluh menit. Dan selama itu pula Mario tidak menyadari."Ada apa dengan cucu tengilku ini? Gak biasanya melamun kek gitu, kerasukan baru tahu rasa!" seloroh Widia dan Mario pun tersada
Usai sarapan Jihan bermaksud untuk mengantar kedua anaknya ke sekolah. Semua sudah siap dan bergegas pergi. Namun, baru saja mereka sampai di depan pintu sesosok pria yang sangat dirindukan anak-anak hadir. Berbarengan dengan pria yang selama ini dekat dengan anak-anaknya.Baik Raisa maupun Reno tidak langsung menyambut kedatangan Danu dan Mario. Sepertinya mereka merasa bingung, siapa orang yang lebih dulu harus mereka sambut. Ayahnya atau Mario yang notabene-nya baru ia kenali namun sudah membuat mereka nyaman."Pagi anak-anak Ayah." Danu berjongkok seraya merentangkan kedua tangannya bermaksud agar Raisa dan Reno berhambur ke dalam pelukannya. Sejenak Raisa dan Reno mentap ke arah Mario. Tatapan mereka seperti tatapan yang mengartikan jika mereka sedang meminta izin, bolehkan berhamburan ke dalam pelukan Danu--ayahnya?Danu kesal saat kedua anaknya sama sekali tidak langsung menanggapi rentangan tangan Danu. "Nak, Ayah ini Ayah kalian. Kenapa perkara berpelukan saja harus meminta