"Dasar egois, memangnya cuma dirinya yang paling pintar? ""Hmm...liat saja nanti laki laki bunglon. Akan ku pastikan namaku tertulis tebal di balik kesuksesan perusahanmu itu. Aku akan membuatmu mengakui kepintaranku. Aku akan membuatmu bertekuk lutut meminta maaf di hadapanku karena ucapan-ucapanmu itu ."shaila berjalan menelusuri trotoar sepanjang jalan H. Alpi sambil menggerutu kemudian ia mengikat rambut lurusnya tak teratur. Hingga tak sadar ia sudah berjalan jauh dari Kantor Ezra. Lantas, tangannya melambai ketika melihat taksi AA berwana kuning melewatinya."Mau kemana Neng?" Tanya Sopir sambil melirik kaca spion depan."Jalan aja dulu Pak!"Pun, Sopir itu tersenyum melihat tingkah Shaila. Bagaimana tidak, mulutnya terus berkomat-kamit seperti baca mantra.
Selama di ruangan rapat. Ezra tidak bisa fokus. Pikirannya masih terngiang dengan Shaila yang sama sekali tidak memberinya kabar.Dia mulai gusar pada dirinya sendiri. Mengingat semua perlakuannya kepada Shaila sejak pertama kali bertemu. Ia menyesal, padahal dia tahu bagaimana hukum menyakiti hati seorang istri. Meski sejujurnya dia belum bisa memberikan rasa cinta itu untuk Shaila, tapi setidaknya dia tidak harus melakukan hal yang di larang agama. Yakni menyakiti hati seorang istri.Melihat keadaan bosnya seperti itu, Sekertaris Gun mewakili Ezra menutup rapat sementara.Setelah semua peserta rapat keluar dari ruangan, Gun menghampiri Ezra yang masih terlena dengan lamunannya."Bos, kamu kenapa? Mukamu terlihat sangat pucat.""Ah, apa karena gadis itu??" Lanjutnya sambil memperhatikan bosnya ya
Dibawah pohon yang rindang, angin malam menusuk hingga sendi-sendi. Ezra mendekap Shaila penuh kasih dan harapan ia akan bersama dengan gadis mungil yang telah menjadi takdirnya untuk selamanya.Ketika Shaila sedang berada dalam pelukan Ezra, ia tersadar kembali, terngiang perkataan Ezra yang membuat hatinya sakit. Perjanjian itu, keegoisan itu. Lantas, Shaila melepas pelukannya dan mundur dua langkah."Aku, aku menyukaimu Shaila, apa kau tahu perasaanku saat ini seperti hampir meledak? Aku sangat mencintaimu,""Lalu?... Kalau kamu menyukaiku dan perasaanmu akan meledak. Kau pikir perasaanku juga akan meledak sama sepertimu?"Sekuat hati Shaila menahan air matanya, ia tak mau terbuai lagi dengan perkataan Ezra. Kali ini dia memilih untuk menyembunyikan perasaannya. Mungkin lebih baik menghindar dari perasaan yang ia takuti, takut akan rasa sak
"Siapa?" Shaila mengalihkan pandangan yang tengah sibuk dengan layar laptopnya untuk melihat ke arah Ezra yang berdiri di ambang pintu."Direktur Han datang." Jawab Ezra dengan santai sambil kembali menghampiri Shaila."Apakah orang yang waktu itu hadir di pertemuan?" Tanya Shaila dengan memicingkan matanya."Betul, dia memang investor terbesar disini. Mungkin dia akan menagih kerugian yang kita alami akibat plagiat produk yang gagal launching.""Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus bersembunyi? ""Buat apa bersembunyi kamu kan sudah menjadi istriku.""Tapi Zra, apa kamu lupa, tidak ada yang tahu tentang pernikahanmu denganku. ""Tidak, aku tidak lupa, justru aku akan mengenalkanmu pada mereka yang belum tahu.""Tidak Ezra, mereka
Akhirnya Shaila di terima di perusahaan Ezra. Sesuai rencana, Ia memilih menyembunyikan identitasnya. Keputusan yang ia buat sudah bulat, tidak bisa di ganggu gugat. Hanya ini yang bisa ia lakukan demi melindungi Ezra dari hal yang tidak di harapkan. Ia akan mengerahkan semua kemampuannya untuk melalui krisis yang terjadi di dalam perusahaan Ezra. Hanya itu niat yang saat ini tetulis jelas di benak Shaila.Ia tak ingin menjadi belenggu dalam kehidupan Ezra. Pun, ia harus mengalah dan enyah dari skenario kehidupan Ezra. Ia berpikir jika desain dan pengerjaan produk sepatu telah selesai sesuai idenya, saat itu pula waktu yang tepat untuk Ia pergi dan menghilang dari kehidupan Ezra.Ezra berjalan lunglai memasuki rumah. Tangan kanannya menenteng Jas, sedang kemeja biru yang melekat pada tubuh atletnya begitu berantakan. Bagian tangannya melilit hingga sikut. Pikirannya begitu kalut. Sampai-sampai ia melupakan janji
#Cinta_merubah_segalanya{Sarapan ada di meja. Aku ke kantor duluan. Dan Tenang saja aku akan menjaga sikap agar status kita tak ketahuan. Jangan lupa sarapannya di habisin!Semangat!!! }Ezra membaca kertas memo kecil yang menempel di pintu lemari es. Ia tersenyum dan berulang-ulang membaca tulisan itu. Entah, seperti ada semangat baru yang ia temukan setelah tahu perasaan Shaila yang sesungguhnya. Bahkan dia berencana mengagalkan Shaila yang akan pergi meninggalkannya setelah perusahaannya pulih. Justru ia akan membawa Shaila tetap hidup bersamanya selamanya. Ia mesem-mesem sendiri."Good morning Bos Ezra." Tiba tiba suara seseorang muncul dari arah pintu masuk."Hayia...ada yang lagi bucin ni, pake senyum-senyum sendiri lagi, baca apa sih? Surat cintrong?" Sekertar
"Hallo Ma. ""Apa? Baik Ma aku akan pulang sekarang."Seraya Shaila mematikan ponselnya dan menatap Ezra."Maaf, sepertinya aku harus pulang ke rumah Mama. Papa sedang dalam kondisi kritis.""Aku akan mengantarmu."Ezra segera berlari menuju parkiran dan menyalakan mobil, lalu melaju menghampiri Shaila yang sedang berdiri menunggunya di depan kantor. Dengan cepat ia membukakan pintu sebelah kirinya. Shaila pun masuk dan duduk di samping Ezra."Bushhh... " Mobil melaju dengan kecepatan tinggi."Pelan saja! " Pinta Shaila sambil melihatkan ekspresi wajah yang sedang khawatir. Ezra tak berani mengeluarkan kata-kata karena takut menganggu suasana hati Shaila. Sesekali ia melirik Shaila yang terlihat gelisah. Dering ponsel memeca
"Kau, kenapa kau berani-beraninya menggantikan si brengsek itu?" Nada Raka meninggi"Maksudmu apa kak?" Tanya Ezra penuh tanya."Asal kau tahu... " Raka menarik kerah baju Ezra. Shila yang menyaksikan itu dari balik pintu dapur merasa kaget. Ia langsung berlari menghampiri mereka berdua. Bagaimana bisa Raka bersikap seperti itu kepada Ezra."Ehm... Ehmmm.. Kalian main apa ko serius amat? ""Ahh, Ila... Biasa aja kalo cowok kan harus di tes keseriusannya. Apalagi Kakak dengar Ezra dengan berani menggantikan Fauzan sebagai mempelai Priamu."" Sudah! Sudah Kak! Sekarang bukan waktu yang tepat membahas soal itu. Aku juga sudah berniat mengenalkan Ezra sama Mama sama Papa. Tapi kondisi berkata lain. Aku juga yakin Mama tetap akan merestui kami." Jelas Shaila seraya duduk di samping Ezra.