Share

Mengganggu Kesenangan

Pulang dari kantor, Viona mampir ke sebuah rumah makan. Hari ini, ia terlalu lelah untuk memasak, akhirnya ia membeli makanan matang. Ketika sedang memesan makanan, ia melihat ada mobil Damar disana. Ia hafal betul dengan mobil Damar. 

"Dengan siapa ya ia kesini?" kata Viona dalam hati. 

"Sudah, Mbak," kata pegawai rumah makan sambil menyerahkan bungkusan berisi makanan.

Viona tampak kaget.

"Eh, iya," kata Viona sambil menyerahkan uang. 

Kemudian Viona bersiap untuk pulang. Dari kejauhan, ia melihat Damar sedang makan berdua dengan seorang perempuan. Mereka tampak sangat akrab. Viona tampak lemas, melihat suaminya makan berdua dengan perempuan lain. Ia pun keluar dari rumah makan itu, kemudian menghentikan motornya tidak jauh dari rumah makan. Ia mencari posisi yang tepat, agar ia bisa melihat Damar.

Sambil menunggu Damar, ia mengeluarkan ponselnya, siapa tahu nanti ada kegunaannya. Pengintaian Viona tidak sia-sia, tak berapa lama Damar keluar bersama perempuan itu. Mereka bergandengan tangan. Si perempuan bergelayut manja di tangan Damar. 

Cekrek! Cekrek! Beberapa momen sudah diabadikan Viona. Ia sudah sangat emosi, ingin rasanya ia mendekati mereka dan memaki-maki. Tapi akal sehatnya melarang Viona melakukan itu. Ia hanya pasrah dengan kejadian itu. Kemudian Viona pulang dengan rasa kecewa dan tentu saja sedih. Ia mengendarai motor dengan pelan, pikirannya menerawang kemana-mana.

Tin.. tin…

"Hei! Mau mati ya? Kalau mau mati jangan ngajak-ngajak orang." Seseorang berteriak.

Viona kaget, jantungnya terasa berhenti berdetak. Tangannya gemetaran. Beberapa pengendara nampak melihatnya. Ternyata ia sudah ada di tengah jalan. Viona pun segera beralih ke pinggir.

"Astaghfirullahaladzim, hampir saja aku mati," kata Viona dalam hati. Tangannya masih gemetaran, jantungnya masih berdetak dengan kencang.

Akhirnya sampai juga ia di rumah. Tentu saja Damar belum pulang. 

"Mungkin ia masih mengantar perempuan itu, atau mampir ke tempat lain," gumam Viona sambil membuka pintu garasi. Kemudian ia memasukkan motornya.

Setelah meletakkan makanan yang ia beli tadi, ia pun segera masuk ke kamar. Melepaskan pakaian dan menuju ke kamar mandi. Ia pun menangis sepuasnya di bawah guyuran air shower. Hatinya sangat sakit mengingat kejadian tadi. Viona pun menyadari akan satu hal, ternyata karena perempuan ini, yang membuat Damar tidak bisa membuka pintu hatinya untuk Viona.

"Apa yang harus aku lakukan? Minta cerai?" pikir Viona.

"Siapa tahu mereka hanya teman saja." Viona bergumam.

"Teman kok mesra kayak gitu." lanjut Viona lagi.

"Positif thinking saja Viona." 

Terjadi perang batin dalam diri Viona. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Setelah cukup lama di kamar mandi, akhirnya Viona keluar dan berganti pakaian. Ia pun memakai bedak untuk menutupi bengkak di sekitar mata. Kemudian ia keluar dari kamar untuk menyiapkan makanan yang tadi sudah di beli.

Sudah menjelang magrib, Damar belum pulang juga. Kejadian tadi melintas di pikirannya. Hatinya sangat sedih. Ia memikirkan rumah tangganya. Apa kata orang kalau usia pernikahannya hanya seumur jagung? Ia membayangkan betapa malu dan sedih orang tuanya jika itu memang terjadi. Pikirannya benar-benar buntu. 

Viona duduk di ruang keluarga sambil mengutak-atik ponselnya. Ia menatap foto Damar dan perempuan itu. Memang mereka tampak serasi. Si perempuan tampak terlihat dewasa dan matang, dibandingkan dengan dirinya yang baru berusia dua puluh empat tahun. 

Mungkin memang Damar menyukai perempuan dewasa. Bukan kekanak-kanakan seperti dirinya. 

"Apa aku harus berdandan seperti perempuan itu? Supaya Mas Damar tertarik padaku," gumam Viona.

"Ah, aku nggak mau seperti dia. Aku ingin menjadi diriku sendiri. Untuk apa seperti dia kalau aku tidak merasa nyaman." Viona pun memotivasi dirinya sendiri.

***

"Kenapa kamu tidur disini, Vio?" gumam Damar.

Damar baru pulang ke rumah sekitar jam delapan malam. Ia melihat Viona tertidur di sofa di ruang keluarga. Damar pun mengamati wajah Viona yang tertidur pulas. Ia ingat ketika mereka berdua sedang berciuman mesra. 

"Sebenarnya kamu cantik, Vio. Tapi entah kenapa aku belum bisa mencintaimu." Damar berkata dalam hati. 

Akhirnya Damar masuk ke kamar untuk membersihkan tubuhnya. Kemudian keluar kamar dan menuju ke kamar Viona untuk menyalakan AC. Damar pun kembali ke ruang keluarga dan menuju ke ruang makan. Ternyata Viona tadi sudah menyiapkan makan malam untuk mereka, Karena sudah ada piring dan dua gelas air putih. 

Damar membuka tudung saji, ternyata makanan yang ada di meja, persis yang ia makan tadi. Segera Damar ke dapur dan melihat kantong plastik dengan merk rumah makan tempat Viona membeli makanan. Jantung Damar berdetak dengan kencang.

"Apa Viona tadi melihatku di sana ya? Kalau sampai ia melihatku, bisa berbahaya," kata Damar dalam hati.

Pikirannya menjadi tidak tenang, ia berandai-andai. Sampai memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi.

"Bagaimana kalau Viona mengadu pada Papa dan Mama? Ah ceroboh sekali kamu Damar." Damar merutuki dirinya sendiri.

Kamar kembali ke ruang keluarga, dimana Viona tadi tertidur. Ia kasihan melihat posisi tidur Viona, karena terlihat tidak nyaman. 

Akhirnya Damar mengangkat tubuh Viona dan membawanya ke kamar tidur Viona. Damar tampak deg-degan ketika merasakan benda kenyal menempel di dadanya. 

"Untung saja kamu enggak berat," gumam Damar.

Damar segera membaringkan Viona di tempat tidur. Ia pun duduk di tepi tempat tidur. Ia memandang benda kenyal yang tadi sempat membuatnya deg-degan. Tampak sesuatu menyembul di belahan dada Viona, karena baju yang ia pakai kancingnya terbuka. Dada Damar berdesir lagi. 

"Lumayan juga ukurannya," kata Damar dalam hati.

Viona memakai pakaian seperti daster, dengan motif yang tidak terlalu ramai, yang panjangnya di bawah lutut. Pakaian yang dipakai Viona tersingkap, memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Damar menelan ludahnya. Bagaimanapun juga ia laki-laki normal.

Damar kaget ketika melihat Viona bergerak.

"Ngapain Mas kesini," kata Viona yang tampak kaget, kemudian beranjak dari tidurnya. Ia melihat pakaiannya masih utuh, belum terbuka. Viona pun bernafas lega.

Damar yang melihat ekspresi Viona menjadi tertawa. 

"Apa kamu pikir aku akan memperkosa kamu? Tenang saja, kamu masih utuh, belum aku apa-apain. Lagipula kamu itu istriku, nggak masalah juga kan kalau aku melakukannya."

Viona tampak melotot, Damar pun terkekeh melihat ekspresi Viona.

"Kenapa Mas kesini?" tanya Viona.

"Kenapa? Kamu ini merepotkan saja. Kalau mengantuk, tidur di kamar. Jangan di sembarangan tempat. Kalau ada orang masuk ke rumah, melihat kamu tidur telentang di sofa, pasti akan punya niat lain. Untung yang masuk tadi aku."

"Terus Mas menggendongku kesini?" tanya Viona.

"Ya iyalah, memangnya kamu bisa jalan waktu tidur? Ternyata kamu lumayan berat ya?" goda Damar.

Viona melotot.

"Ukuranmu lumayan juga," kata Damar.

"Ukuran apa?" tanya Viona heran.

"Tuh, gunung kembarmu, jadi geregetan aku," goda Damar sambil menunjuk ke dada Viona.

Viona langsung memegang dadanya, wajahnya tampak merah ketika menyadari kancing atasnya terbuka.

"Kamu sengaja ya nggak ngancingin bajumu, biar aku melihat, begitu ya?" ledek Damar.

"Enak saja, bukannya Mas yang membuka kancingnya?" kilah Viona.

"Kalau aku yang membuka kancingnya, bukan hanya satu yang aku buka, tapi semua kancing itu aku buka. Biar kelihatan jelas."

Viona masih tampak menutupi dadanya.

"Sudah, nggak usah ditutupi. Kalau ditutupi malah bikin penasaran," kata Damar sambil menyingkirkan tangan Viona. Damar pun bergeser duduknya, mendekati Viona.

"Mau apa Mas?" kata Viona yang merasa risih dipandangi oleh Damar.

"Kamu maunya apa?" bisik Damar di telinga Viona.

Viona deg-degan dan merinding ketika bibir Damar menempel di bibirnya. Perlahan tangan Damar menyentuh lembut dada Viona yang tertutup oleh pakaian. Mereka pun saling memagut, dan tangan Damar masih bergerilya di sekitar dada Viona. Membuat Viona mengerang menandakan kalau ia menikmatinya. 

Ting tong! Terdengar suara bel. Seseorang memencet bel.

Damar tampak kesal, karena mengganggu kesenangan. Ia menghentikan aktivitasnya.

"Biar aku yang buka," kata Damar.

Viona tersenyum mengingat ciuman dan sentuhan Damar. Ia membayangkan kalau malam ini akan menjadi malam pertama mereka. 

Tak lama kemudian Damar masuk lagi ke kamar.

"Tolong buatkan kopi tiga gelas. Ada tamu." Viona mengangguk, ia jadi kesal. Bayangannya akan menikmati malam pertama menjadi musnah. Benar-benar mengganggu kesenangan saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status