Share

Pernikahan di Atas Kertas
Pernikahan di Atas Kertas
Penulis: Risna Putri

Bagian 1

Dave mencengkeram sloki berisi vodka miliknya kuat. Entah kenapa perasaan tidak senang itu memusat di kepalanya kala menyaksikan kemesraan di antara sepasang anak manusia yang tengah berdansa diiringi alunan merdu saksofon. Suasana yang harusnya terdengar romantis malah membuatnya menyunggingkan senyuman sinis.

Iri? Tentu saja tidak! Hanya saja matanya sedikit perih disuguhi pemandangan menjijikan di depan sana. Keintiman mereka sungguh tidak layak dipertontonkan kepada siapa pun. Membuat seisi perutnya bergejolak mual.

"Memalukan," cibir Dave tatkala kedua sejoli itu kembali berciuman di tengah gemerlapnya ruang dansa.

Pemandangan pantai lepas yang kapal pesiar ini suguhkan tidak sedikit pun membuat Dave bisa menikmatinya. Terlebih saat penampakkan sepasang kekasih tidak tahu malu tersebut mengisi tujuh puluh persen retina matanya.

Embusan angin laut pun seakan tidak mampu mendinginkan seisi kepala Dave yang terbakar.

Daripada memandangi sepasang insan tidak tahu malu itu saling berbagi saliva lebih baik dia menenggak minumannya sampai tandas.

Entahlah, dia butuh melampiaskan perasaan tidak senang itu sekarang juga dan hanya alkohol inilah yang dapat menolongnya. Meski gerak-gerik mereka serta bayangan masa lalu menjijikan itu terus berdesakan di kepala.

"Aku pikir Tuhan telah benar-benar mengirim kalian ke neraka." Untuk sekali lagi Dave mengepalkan tangannya sembari tersenyum miring. Rasa kesalnya meningkat berkali-kali lipat.

Mau sekesal dan sebenci apa pun dia terhadap sepasang sejoli itu tetap saja tatapannya terus tertuju ke sana.

Katakanlah dia munafik, terlihat seperti seseorang yang belum bisa melupakan masa lalunya. Sangat menyedihkan memang. Manivestasi rasa sakit yang telah menumpuk bertahun-tahun lalu.

Di antara kerumunan pasangan yang saling memuja lewat tatapan itu cuma

Dave yang tidak tertarik untuk berdansa. Ikut mengobrol dengan tamu lain pun rasanya dia enggan. Anggaplah, dia seorang manusia gua yang sengaja menepi di keramaian.

Kalau bukan karena Andreas yang mengajaknya kemari mana sudi dia membuang-buang waktu melihat pemandangan sok romantis yang mereka tunjukkan.

Jangan tanya sudah berapa banyak wanita yang menghampirinya, menawarkan tangan mereka untuk digenggam. Entah itu mengajak berdansa atau pun sekedar menghabiskan malam panas di tengah kemewahan kapal pesiar ini.

Namun, semua itu langsung Dave tolak mentah-mentah. Seolah dia alergi akan wanita cantik. Benar-benar pria dingin yang tidak tersentuh. Akhirnya demi mempertahankan harga diri, wanita-wanita itu menjauh dengan sendirinya.

Tentu Dave senang lantaran tidak ada yang bisa mengganggunya. Beberapa pelayan laki-laki di kapal pesiar ini sampai melongo melihat tingkah jual mahal sang tamu.

Namun, semua tidak berlaku bagi Dave. Dia sangat membenci wanita dan itulah faktanya. Menurut pria tampan bermata agak belo itu semua wanita sama saja. Selalu menyusahkan bak anjing peliharaan yang senang menggonggong.

"Tolong tambah satu gelas lagi." Dave menyodorkan slokinya yang telah kosong

Tanpa mempedulikan mereka, Dave meminta seorang pelayan menuangkan minuman ke slokinya. Rasanya vodka ini lebih manis dibanding mulut para jalang di luar sana. Minuman beralkohol tinggi tersebut terus-menerus membasahi kerongkongan Dave.

Andreas yang tiba-tiba muncul lantas menghampiri sahabat masa kecilnya. Urusannya dengan relasi bisnis mereka sudah beres dengan ditandatanganinya kontrak puluhan dollar tadi.

Hal tersebutlah yang menyebabkan wajah maskulin Andreas tersenyum sumringah. Sangat berbanding terbalik dengan muka Dave yang ditekuk kesal. Andreas sampai harus menepuk pundak pria tiga puluh tahun ini agak kuat.

"Kenapa wajahmu kelihatan kesal sekali. Apa pestanya semembosankan itu? Padahal aku sangat menikmati acara yang mereka buat," tutur Andreas tertawa kecil menilik ekspresi Dave yang terlalu berlebihan.

Dave menoleh. Dia semakin sengit menatap Andreas. "Persetan dengan pesta. Kenapa kau mengajakku kalau tahu ada mereka juga di sini. Kau sengaja mempertemukan kami? Sampai mati pun aku tidak sudi memandang wajahnya."

Andreas otomatis mengikuti arah pandang Dave. Sekarang dia tahu alasan sahabatnya bersikap demikian. Sumpah demi Tuhan, dia pun tidak tahu ada 'mereka' di sini.

Kesibukannya mengurus kerjasama bersama kolega bisnis mereka mengakibatkan feelingnya sedikit tidak peka akan keadaan sekitar.

Setelah berbulan-bulan kembali ke Indonesia agaknya momen inilah yang mempertemukan Dave dengan masa lalunya.

"Kau tidak perlu mempedulikan mereka. Anggap saja angin lalu. Mungkin mereka juga salah satu kolega Mr. Chou," jelas Andreas agar Dave bisa sedikit santai berada di tengah-tengah pesta yang tentu dibalas tatapan bengis ala hitler.

Tidak mungkin ini cuma kebetulan semata. Sangat tidak masuk akal. Selain tidak mempercayai Tuhan, Dave juga tidak gampang menelan kata-kata yang disebut sebagai takdir.

Andreas tidak lagi berani buka mulut. Dia sadar akan kilatan kebencian yang Dave perlihatkan. Dari jutaan manusia di muka bumi ini memang dialah yang paling mengetahui kepahitan di balik kisah masa lalu sang sahabat.

Bukannya puas, Dave semakin menjadi-jadi. Dia menenggak puluhan kali cairan bening itu tanpa takut apa pun. Saat mencegah pun tangan Andreas berkali-kali ditepis.

Terlalu sesak menatap kemesraan sepasang anak manusia itu di sudut ruangan membuat Dave memilih pergi meninggalkan Andreas.

"Kau mau kemana, Dev."

"Jangan ikuti aku," teriak Dave di antara kerumunan tamu kapal pesiar ini. Langkah kakinya mengarah ke area luar kapal, menjumpai beberapa staf yang berjaga di sana.

"Boleh aku menumpang boat yang akan berlabuh di pinggir pantai nanti?" Otomatis Dave bertanya. Si penjaga pun terdiam sesaat. Dia meneliti Dave dari ujung kepala hingga kaki.

"Oalah, penumpangnya udah full, Mas. Untuk boat berikutnya datang 5 menit lagi tapi harga sewanya lebih mahal dari yang ini."

"Saya gak masalah sama uang. Yang penting bisa turun dari sini."

"Baik, Mas. Silakan tunggu ya. Sebentar lagi boatnya datang." Dave mengangguk saja. Jujur, dia sangat ingin cepat-cepat beranjak dari kapal berkapasitas 50 penumpang ini.

Lima menit menunggu akhirnya boat itu datang. Dave lekas bersiap-siap turun. Dari kejauhan terlihat Andreas mengikutinya. Berkat pergerakannya yang lincah dia bisa satu boat dengan Dave.

"Harusnya kau tidak meninggalkan pesta begitu saja. Mr. Chou pasti akan bertanya padaku nanti kemana kau pergi."

"Katakan saja aku sedang tidak enak badan." Usai mengatakan sebaris kalimat template itu Dave menjauh. Dia membakar sebatang rokoknya di area belakang boat ini.

Meski sadar telah mencemari udara sekitar, Dave seakan tidak peduli. Mulutnya juga butuh hiburan selain menenggak cairan semacam vodka, akan tetapi perhatiannya segera teralihkan tatkala menilik sesosok wanita yang berdiri di dekat jembatan.

Dave melebarkan pupilnya. Bukan, jelas sosok itu bukan hantu. Dave yakin sekali. Namun, semakin lama diperhatikan, makin janggal pula gerak-gerik wanita tersebut.

Detik demi detik berjalan barulah jantungnya dibuat mencelos. Wanita itu benar-benar mendekat ke tepian jembatan, membungkukkan badannya seolah akan bunuh diri di sana.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status